Suara azan menggema sejauh telinga mendengar. Membangunkan mata lelah insan beriman. Menggugah gairah iman yang tersimpan dihati para insan. Aku terbangun dengan jiwa bahagia, tapi hati terluka. Pertemuanku dengan Azzam semalam, menghapus kerinduan yang entah sejak kapan aku rasakan? Namun di detik yang sama, hatiku terluka mengingat dia bukan lagi Azzam yang aku kenal. Dia bukan lagi sahabat kecilku, kini dia menjelma menjadi prajurit tangguh dan gagah berani. Pesona yang membuat kaum hawa luluh, tidak terkecuali dokter Villa. Semenjak aku mendengar rencana pertemuan mereka. Sejak saat itu, langkahku bergetar dan tubuhku melemah. Aku tak mampu menatap Azzam lagi, membayangkan dia akan bersanding dengan orang lain. Aku sudah tak mampu, aku terluka.
Sebab itu, setelah sholat subuh. Aku bergegas berkemas, aku urungkan rencana menginap selama tiga hari. Aku memutuskan pergi, menjauh dari Azzam. Melupakan pertemuan semalam, meski itu takkan mudah. Aku berpamitan pada Zahra dan kedua orangtuanya. Awalnya mereka melarang, tapi dengan banyak alasan aku mencoba membujuk mereka. Alhasil, aku diizinkan pulang lebih cepat. Ada rasa lega yang tak dapat aku katakan. Pergi menjauh dari Azzam, cara terbaik agar hatiku tidak terluka lebih dalam. Rasa sepihak ini, biarlah tersimpan di hati terdalamku. Aku menyadari, rasa ini takkan pernah menyatu. Mengingat siapa ayah yang membesarkanku? Seorang ayah yang mampu melihat kehancuran putrinya. Menggadaikan kebahagian putrinya demi harga diri dan martabat keluarga.
"Nisa!" Suara lembut Zahra memanggilku, aku menoleh sejenak. Kuletakkan tas punggung kecil di atas sepeda motorku. Tas kecil berisi beberapa pakaian. Aku melihat Zahra berjalan cepat ke arahku. Sekilas aku melihat ke arah jam tangan, tepat pukul 05.00 WIB. Aku merasa heran, biasanya ada jadwal kajian pagi. Namun kenapa Zahra datang menemuiku? Sedangkan tadi aku sudah berpamitan dengannya.
"Ada apa ning Zahra memanggilku!" Sahutku menggodanya, nampak jelas raut wajah masamnya. Zahra kesal, setiap kali aku memanggilnya dengan sebutan ning.
"Nisa, aku ingin menanyakan tentang sesuatu?" Ujarnya, aku mengeryitkan dahi tak mengerti. Raut wajah Zahra terlihat serius, tentu pertanyaan bukan sesuatu yang biasa.
"Katakan!" Sahutku santai, Zahra menghela napas panjang. Zahra menata hatinya, seolah pertanyaannya tak mudah dikatakan. Aku semakin heran dengan sikap Zahra. Tiba-tiba hatiku berdegub kencang, ada rasa gelisah menyusup ke dalam hatiku. Aku merasa ini bukan hal yang biasa.
"Ifa mengatakan padaku!" Ujarnya terhenti, aku langsung mengangguk mengerti. Aku bisa menduga, apa yang ingin diketahui Zahra? Lebih tepatnya, siapa yang dimaksud Zahra?
"Perwira Azzam!" Sahutku, Zahra mengangguk pelan. Darahku berdesir hebat, aku mencoba tetap tenang.
"Apa yang ingin kamu tanyakan? Katakan, jangan ragu. Jika aku mengetahuinya, aku akan menjawab sebatas yang kuketahui!"
"Apa hubungan diantara kalian? Mungkinkah kepulanganmu yang mendadak, karena rencana yang abah untuk kak Azzam!" Ujar Zahra berhati-hati, jelas Zahra menjaga perasaanku. Zahra takut aku terluka, dia bisa melihat hatiku yang terluka. Tanpa perlu aku mengatakannya. Persahabatan selama tujuh tahun, membuat kami saling memahami satu dengan yang lain.
"Tidak ada hubungan spesial diantara kami. Jika tentang kepulanganku, memang dia salah satu alasan aku pulang lebih cepat. Bukan karena rencana pertemuannya dengan Dokter Villa!"
"Kamu berbohong!" Ujarnya lantang, tangannya menangkup bahuku erat. Zahra mencoba mencari luka dalam dua bola mataku. Merasakan tubuhku yang berduka. Zahra mencoba menggali kejujuran hati terdalamku.
"Aku tidak berbohong, tidak ada hubungan antara aku dengan dia!"
"Jelas Ifa melihat kedekatan kalian semalam. Selama aku mengenal kak Azzam, tak pernah dia berdiri sedekat itu dengan wanita. Kak Azzam selalu menundukkan kepalanya. Memalingkan wajahnya dari tatapan kagum kaum hawa. Tak pernah sekalipun, aku melihat kak Azzam bicara sehangat itu. Dia menjaga jarak dengan banyak wanita. Bahkan, dia dingin akan perhatian-perhatian kecil para wanita yang mengaguminya. Kak Azzam selalu keras dan tegas, bahkan pada prajurit yang berada dibawah komandonya. Kenapa bersamamu dia hangat dan peduli?" Tutur Zahra, aku diam tertunduk. Mencoba menutupi sakit yang tertoreh dihatiku.
Sejenak ada rasa bahagia, jika memang aku wanita pertama yang dekat dengannya. Namun kebahagian itu musnah, kala aku mengingat jurang diantara diriku dan dirinya. Perpisahan selama hampir tujuh tahun, menggali lubang yang sangat dalam dihatiku. Luka yang takkan pernah sembuh dan akan terus terasa perih. Aku menoleh ke arah sang fajar, aku mengalihkan tatapan tak percaya Zahra. Dia mulai melihat duka dimataku. Zahra tak mudah dibohongi, jelas dia bisa mendengar tangis hatiku.
"Nisa!" Panggilnya, membuyarkan lamunan panjangku. Zahra semakin yakin dengan pendapatnya. Diamku seakan pembenaran akan dugaannya.
"Tidak ada hubungan diantara kami, tapi aku dan dia pernah menjalin pertemanan. Dia dan aku tumbuh bersama, dia sahabat kecilku. Semalam pertemuan pertama kali, setelah hampir tujuh tahun kami terpisah tanpa kabar. Aku mengenal kak Azzam, dia adik laki-laki mbak Nur!"
"Hanya pertemanan!" Sahut Zahra tak percaya, aku mengangguk pelan.
"Aku dan kak Azzam hanya berteman. Kedekatan diantara kami yang terlihat semalam. Tak lebih dari pertemuan dua teman masa kecil. Kepulanganku pagi ini, tidak ada hubungan dengannya!"
"Nisa, aku sahabatmu bukan musuhmu. Aku tidak ingin mendekatkan Villa dengan kak Azzam. Namun disisi lain, aku menghancurkan hati sahabatku!" Ujar Zahra, aku menggelengkan kepala pelan. Menyakinkan Zahra, jika aku baik-baik saja.
Lama aku berbicara dengan Zahra, hampir setengah jam kami bicara. Sinar mentari pagi hangat menerpa wajahku. Zahra mengatakan jelas alasan pertemuan Azzam dengan Villa. Pertemuan yang tak pernah diketahui Azzam. Rencana besar yang tak disadari Azzam. Pesona Azzam meluluhkan hati dokter cantik sepupu Zahra. Sampai akhirnya, kedua orangtua Zahra meminta bantuan kyai. Berharap Zahra berjodoh dengan Azzam.
"Kapten Azzam!" Teriakku, Zahra langsung menoleh ke arah Azzam. Nampak Azzam berjalan menuju mobilnya. Azzam berpakaian lengkap, mungkin ada tugas mendadak. Aku tersenyum bahagia, melihat Azzam telah berubah. Zahra kebingungan melihat Azzam berjalan ke arah kami. Aku menoleh ke arah Zahra, seakan aku mengatakan semua akan jelas detik ini.
"Ada apa Nisa? Kenapa kamu membawa tas? Kamu pulang hari ini, bukankah kamu akan menginap selama tiga hari!" Cecar Azzam, jelas terlihat kekecewaan di wajahnya. Aku mengangguk pelan, terdengar helaan napas Azzam. Aku menoleh ke arah Zahra, nampak Zahra menunduk. Menjaga pandangannya, bagaimanapun Azzam bukan mukhrim bagi Zahra.
"Aku pulang pagi ini, ada acara mendadak. Rencana menginapku terpaksa dibatalkan. Lagipula, siapa yang mengatakan padamu aku akan menginap selama tiga hari?" Ujarku heran, Azzam diam membisu. Aku mengangguk mengerti, aku sudah bisa menduga siapa orangnya.
"Mbak Nur, ternyata dia yang mengatakannya padamu. Apa dia juga mengetahui rencana pertemuanmu dengan keluarga dokter Villa?"
"Dokter Villa!" Ujarnya mengulang perkataanku. Zahra menarik ujung hijabku, seolah dia tidak ingin Azzam mengetahuinya.
"Dokter Villa Arsyla Savina, dokter spesialis anak yang cantik dan baik hati. Kalian pasti menjadi pasangan yang serasi. Satu perwira gagah nan perkasa, satunya lagi dokter hebat yang lembut penuh kasih sayang!"
"Nisa!" Panggil Zahra, sembari menggelengkan kepalanya.
"Pasangan!"
"Semoga semuanya lancar, aku menunggu undangan!" Ujarku, Zahra langsung pergi. Setidaknya kini dia percaya, jika tidak ada hubungan diantara aku dan Azzam.
"Tunggu, sejak tadi aku diam mendengarmu bicara tidak jelas. Katakan, apa maksud perkataanmu!" Ujarnya, sembari menahan laju sepeda motorku.
"Kak Azzam, dia wanita baik dari keluarga baik-baik. Jangan sakiti dia, aku bahagia untuk kalian!"
"Meski hatiku menangis!" Batinku pilu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Sugiharti Rusli
karena si Nisa tahu kalo dia ngotot mau sama Azzam, dia tahu konsekwensi keluarganya dan terutama ayahnya yang akan sangat menentang hubungan mereka, jadi dia lebih baik mengalah,,,
2024-11-29
0