EPISODE 12

Jam makan siang di kantor biasanya adalah momen yang dinanti-nanti oleh He Ma Li. Namun, hari ini suasananya berbeda. Hujan lebat tiba-tiba turun, mengguyur seluruh kota dan membuat suasana di kantor menjadi suram. Suara gemuruh petir dan tetesan air hujan yang menghantam kaca jendela membuatnya merasa tidak nyaman.

He Ma Li duduk di meja kerjanya, memandangi langit kelabu di luar. Dia dan teman-temannya sudah merencanakan untuk makan siang di kafe favorit mereka, tetapi cuaca yang buruk ini memaksa mereka untuk berpikir ulang. Dia menghela napas, merasa frustrasi.

"Apa kita masih akan pergi?" tanya salah satu rekan kerjanya, Li Wei, sambil mengamati cuaca dari jendela.

Setelah beberapa saat, makanan yang mereka pesan akhirnya tiba. Aroma sedap dari nasi goreng dan mie goreng memenuhi ruangan, membuat semua orang bersemangat. He Ma Li membagikan piring-piring yang berisi hidangan lezat itu, dan mereka segera mulai menikmati santapan mereka.

"Ini enak sekali!" seru Li Wei sambil menyuapkan mie goreng ke mulutnya. "Mungkin kita harus lebih sering pesan makanan saat hujan seperti ini."

He Ma Li tersenyum. "Aku setuju. Ada sesuatu yang menyenangkan dari berkumpul dan makan di dalam ruangan saat cuaca buruk."

Mereka berbincang-bincang tentang berbagai hal—pekerjaan, kehidupan pribadi, dan bahkan gosip terbaru di kantor. Hujan di luar tetap deras, namun tawa mereka membuat suasana hati semakin ceria. He Ma Li merasa bersyukur bisa berbagi momen ini dengan teman-temannya.

Tiba-tiba, telepon He Ma Li berbunyi. Dia melihat nama pengirim pesan itu dan tersenyum. Itu adalah Chen Zhe Yuan, kakaknya.

“Ma Li, kamu di mana?” tanya Chen melalui pesan. “Hujan deras banget, ya? Ada rencana untuk makan siang?”

He Ma Li membalas dengan cepat, memberitahu bahwa dia sedang bersama rekan-rekannya di kantor dan baru saja memesan makanan. “Kau bisa datang ke sini, kak. Kami baru saja memesan makanan yang enak!”

Beberapa menit kemudian, Chen Zhe Yuan muncul di depan pintu kantor dengan payung besar. Dia terlihat sedikit basah, tetapi senyumnya lebar saat melihat adiknya.

“Aku tidak mau ketinggalan momen seru ini!” katanya sambil mengelap wajahnya. “Aku kira hujan ini tidak akan berhenti, jadi aku beranikan diri untuk datang.”

He Ma Li tertawa. “Kau seharusnya membawa jaket. Ini bukan hujan kecil, Kak!”

Chen bergabung dengan mereka di meja makan, dan suasana semakin hangat dengan kehadirannya. Mereka melanjutkan makan siang, berbagi cerita dan tawa, membuat He Ma Li merasa sangat beruntung memiliki keluarga dan teman-teman yang selalu mendukungnya.

Saat waktu makan siang hampir habis, hujan mulai reda. Cahaya matahari perlahan muncul dari balik awan, memberikan harapan baru untuk sore itu. Li Wei melihat ke luar jendela dan berseru, “Lihat! Hujannya mulai reda! Kita bisa pergi jalan-jalan setelah ini!”

He Ma Li tersenyum lebar. “Bagaimana kalau kita pergi ke taman? Kita bisa menikmati udara segar setelah hujan.”

Semua setuju, dan mereka segera merapikan meja setelah makan. He Ma Li merasa senang karena cuaca yang awalnya mengganggu rencana makan siang mereka malah membawa mereka pada momen indah.

Ketika mereka melangkah keluar dari kantor, udara segar dan aroma tanah yang basah menyambut mereka. He Ma Li menghirup dalam-dalam, merasakan kebahagiaan yang tak terlukiskan. Hari yang dimulai dengan ketidakpastian berakhir dengan petualangan baru bersama orang terdekatnya.

Mereka berjalan menuju taman yang tidak jauh dari kantor, tertawa dan bercanda sepanjang jalan. He Ma Li merasa semangatnya meningkat saat melihat langit yang mulai cerah. “Lihat, Kak! Apa kau ingat waktu kita bermain di taman ini saat kecil?” tanyanya kepada Chen Zhe Yuan.

“Bagaimana bisa lupa? Kita sering berlarian dan saling kejar di sini,” jawab Chen sambil tersenyum mengenang masa lalu. “Aku bahkan ingat bagaimana kamu selalu menangis setiap kali aku menangkapmu!”

He Ma Li mendengus. “Itu karena kamu selalu lebih cepat dariku! Tapi itu kenangan yang menyenangkan.”

Sesampainya di taman, mereka melihat anak-anak bermain dan keluarga yang duduk di bangku-bangku. He Ma Li dan rekan-rekannya memilih tempat di bawah pohon rindang, di mana mereka bisa bersantai sambil menikmati pemandangan.

“Ini tempat yang sempurna untuk bersantai,” kata Li Wei sambil mengeluarkan kotak kecil berisi kue yang mereka bawa dari kantor. “Siapa yang mau kue?”

Semua mengangguk setuju. Sambil menikmati kue, mereka mulai membahas rencana untuk akhir pekan. “Bagaimana kalau kita pergi hiking? Sudah lama kita tidak beraktivitas di luar,” saran He Ma Li.

“Bagus sekali! Kita bisa menghabiskan waktu di alam dan menjauh dari rutinitas,” sahut seorang rekan bernama Mei Lin.

Percakapan mereka berlangsung seru, dan tawa tak henti-hentinya menghiasi setiap pembicaraan. He Ma Li merasa bersyukur untuk momen seperti ini, di mana persahabatan dan ikatan keluarga terasa begitu kuat.

“Eh, Ma Li, kita harus mengabadikan momen ini!” seru Li Wei. Dia mengeluarkan ponselnya dan meminta semua orang untuk berkumpul. Mereka tersenyum lebar dan berpose, menciptakan kenangan indah yang akan diingat selamanya.

Setelah beberapa foto, suasana kembali menjadi santai. Mereka berbagi cerita lucu dan saling mengingat momen-momen konyol yang pernah terjadi di kantor.

Hari semakin sore, dan He Ma Li merasakan ketenangan dalam hatinya. Hujan yang awalnya mengganggu hari itu kini menjadi pengingat bahwa terkadang hal-hal tak terduga membawa berkah.

Dengan udara yang segar dan tawa yang menggema, He Ma Li tahu bahwa apapun yang terjadi di luar sana, dia selalu memiliki orang-orang yang mendukung dan mengerti. Saat mereka bersiap untuk pulang, dia merasa bersemangat untuk menghadapi hari-hari berikutnya, dikelilingi oleh cinta dan kebahagiaan dari orang-orang terkasih.

He Ma Li melangkah pulang dengan langkah yang ringan, terasa seolah beban yang sebelumnya ada di bahunya kini terangkat. Hujan yang mengguyur tidak hanya menyirami jalanan, tetapi juga menyegarkan semangatnya. Senyuman tidak pernah pudar dari wajahnya, terutama setelah menikmati waktu berkualitas dengan teman-teman dan kakaknya.

Sesampainya di rumah, aroma masakan ibunya menyambutnya. "Kau pulang lebih awal, Ma Li!" seru ibunya dengan suara ceria. "Bagaimana hari ini?"

“Seru, Bu! Kami berkumpul untuk makan siang di kantor, lalu jalan-jalan ke taman setelah hujan,” jawab He Ma Li sambil mengeluarkan sepatu dari kakinya dan memasukkan ke dalam rak.

“Kalau begitu, kau bisa bantu Ibu di dapur. Kita ada tamu malam ini!” kata ibunya, menunjukkan beberapa bahan masakan yang sudah disiapkan.

“Siapa yang datang?” tanya He Ma Li, penasaran.

“Teman-teman Ibu dari komunitas memasak. Mereka ingin mencicipi resep baru yang Ibu buat,” jawabnya sambil tersenyum. “Kau tahu kan, mereka semua sangat suka berbagi cerita dan tips memasak.”

He Ma Li mengangguk. Dia memang tahu betapa ibunya mencintai kegiatan sosial semacam itu. “Baiklah, Bu. Aku akan membantu,” ujarnya dengan semangat. Dia bergegas menuju dapur, mengenakan apron kesayangannya, dan mulai membantu ibunya mempersiapkan bahan-bahan.

Mereka berdua bercakap-cakap sambil memasak, berbagi tawa dan kenangan. He Ma Li merasa nyaman berada di dekat ibunya, berbagi cerita tentang harinya dan mendengarkan kisah-kisah lucu dari masa lalu ibunya. Suasana hangat di dapur membuatnya merasa beruntung memiliki keluarga yang begitu mendukung.

Tak lama kemudian, deringan bel terdengar, menandakan tamu telah tiba. He Ma Li segera membantu ibunya membuka pintu, dan terkejut melihat Lin Yi, kakaknya yang lebih tua, berdiri di depan dengan wajah ceria.

“Surprise! Aku datang membawa dessert!” teriak Lin Yi, sambil menunjukkan kotak kue yang dipegangnya.

“Iya! Keren, Kak! Ayo masuk!” seru He Ma Li, langsung membukakan pintu lebih lebar.

Setelah semua tamu berkumpul, suasana semakin meriah. Mereka tertawa, berbagi cerita, dan saling mengenal satu sama lain. He Ma Li terlibat dalam percakapan, menikmati momen itu sepenuh hati.

“Makanan Ibu selalu yang terbaik,” puji salah satu teman ibunya, membuat He Ma Li tersenyum bangga. “Aku tidak sabar untuk mencicipi resep baru ini.”

Setelah menikmati hidangan utama, mereka beralih ke dessert yang dibawa Lin Yi. He Ma Li merasakan kebahagiaan ketika melihat wajah teman-teman ibunya yang terpukau oleh rasa kue tersebut.

Saat malam semakin larut, He Ma Li merasa sangat bersyukur. Dia tidak hanya memiliki teman-teman dan kakak yang peduli, tetapi juga keluarga yang penuh cinta. Suara tawa dan percakapan yang riuh mengisi rumah, menandakan bahwa momen-momen sederhana ini memiliki arti yang sangat mendalam.

“Ma Li, ayo kita foto!” seru Lin Yi, mengangkat ponselnya. Semua berkumpul dan berpose, wajah ceria terpampang di layar.

Selesai berfoto, mereka kembali ke meja untuk melanjutkan perbincangan. He Ma Li menyadari bahwa setiap momen, baik yang kecil maupun besar, adalah hal yang berharga. Terkadang, hal yang tidak terduga seperti hujan dapat membawa kebahagiaan yang tak terduga juga.

Saat acara malam itu berakhir dan tamu-tamu pulang, He Ma Li merasa lelah namun bahagia. Dia menatap langit malam dari jendela, melihat bintang-bintang yang bersinar, dan merasa bersyukur untuk segala hal yang dimilikinya.

“Tidur nyenyak, Ma Li,” kata ibunya dengan lembut saat melihatnya berdiri di dekat jendela.

“Selamat malam, Bu. Terima kasih untuk makan malam yang luar biasa,” jawab He Ma Li, membalas senyum ibunya.

Dengan perasaan hangat di dalam hati, He Ma Li melangkah menuju kamarnya, siap untuk beristirahat dan mempersiapkan diri menghadapi hari esok dengan semangat baru. Hari ini, meskipun dimulai dengan hujan, telah berakhir dengan momen yang tak terlupakan, dan itu membuatnya merasa sangat beruntung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!