EPISODE 5

Keesokan harinya Zhang Xiang Li memang mengajak He Ma Li nonton film di bioskop setelah jam kerja kemarin, dan keesokan harinya, suasana kantor menjadi ramai dengan gosip tersebut. Beberapa karyawan terlihat berbisik-bisik sambil melirik ke arah mereka. Zhang Xiang Li, yang biasanya serius dan tidak peduli dengan pembicaraan orang lain, menyadari hal ini saat memasuki ruangan. Walaupun dia terkesan tidak terganggu, sebenarnya dia merasa bahwa gosip ini sedikit mengganggu privasinya.

Saat jam makan siang, dia mendengar percakapan antara Akane, Jack, dan Cha Eun-Ha yang mengarah pada topik tentang dirinya dan He Ma Li.

Akane bersikeras, “Aku beneran melihat CEO Xiang Li bersama He Ma Li! Mereka kelihatan akrab banget.”

Cha Eun-Ha masih skeptis. “Mungkin saja itu cuma urusan pekerjaan.”

Zhang Xiang Li memutuskan untuk mengatasi gosip ini. Dengan tenang, dia mendekati meja karyawan yang tengah asyik bergosip itu, membuat mereka terdiam seketika.

"Jika kalian punya waktu untuk bergosip, kenapa tidak kalian gunakan untuk meningkatkan kualitas pekerjaan?" tanyanya sambil tersenyum tegas, namun sopan. "Saya dan He Ma Li kebetulan memiliki banyak kesamaan, tapi bukan berarti setiap kebersamaan kami bisa diartikan seperti itu. Harap tidak menyebarkan asumsi yang belum tentu benar."

Wajah para karyawan yang tadi bergosip pun memerah, merasa malu. Mereka mengangguk tanpa berani membalas. Zhang Xiang Li melanjutkan, “Jangan terlalu cepat membuat asumsi tanpa mengetahui fakta yang sebenarnya. Kita ada di sini untuk bekerja, bukan untuk mengurus kehidupan pribadi orang lain.”

Setelah itu, gosip mulai mereda. Para karyawan pun lebih fokus pada pekerjaan mereka, sementara Zhang Xiang Li kembali ke ruangannya. Di dalam hati, ia merasa lega karena sudah memberikan klarifikasi dan sekaligus memberi pelajaran kepada karyawannya. Namun, ia tak bisa menyangkal bahwa perasaannya terhadap He Ma Li perlahan mulai tumbuh lebih dari sekadar rekan kerja.

Setelah kejadian itu, Zhang Xiang Li kembali fokus pada pekerjaannya, tetapi hatinya tak sepenuhnya tenang. Ada suatu perasaan hangat yang mulai mengusik, dan ia tak bisa mengabaikan kedekatannya dengan He Ma Li begitu saja. Dalam rutinitas hariannya yang biasanya teratur dan penuh dengan rencana kerja, sosok He Ma Li mulai menjadi bayangan yang tak bisa dihilangkan.

Sore itu, ketika sebagian besar karyawan sudah pulang, He Ma Li masih berada di ruangannya, tampak serius mengerjakan sesuatu. Zhang Xiang Li berhenti sejenak di pintu ruangannya dan mengetuk pelan, membuat He Ma Li terkejut.

"He Ma Li, terima kasih sudah menemani saya kemarin," katanya sambil tersenyum.

He Ma Li tersipu dan mengangguk. "Sama-sama, Tuan Xiang Li. Saya senang bisa berbincang dengan Anda di luar urusan kantor."

Zhang Xiang Li menatapnya sesaat, lalu berkata dengan nada lembut, "Saya harap tidak ada hal lain yang membuatmu tidak nyaman di sini karena gosip itu."

He Ma Li tersenyum kecil. "Tidak apa-apa, Tuan. Saya sudah terbiasa. Lagipula, gosip akan selalu ada."

Namun, tanpa disadari oleh keduanya, kata-kata yang terlontar menyiratkan perasaan yang lebih dalam. Zhang Xiang Li menyadari bahwa ia ingin menjaga He Ma Li dari gosip atau hal-hal negatif lainnya. Dengan tenang, ia mengucapkan selamat malam, meninggalkan He Ma Li yang masih tersenyum malu.

Di dalam mobil saat perjalanan pulang, Zhang Xiang Li merasa bahwa perasaannya terhadap He Ma Li mulai tumbuh dan mungkin akan berkembang lebih dari sekadar kolega.

Namun, Zhang Xiang Li juga tahu bahwa perasaan itu tidak boleh terlalu terlihat, terutama di lingkungan kerja yang penuh dengan pengawasan dan gosip. Ia merenungkan bagaimana caranya menjaga hubungan profesional mereka, sambil tetap melindungi He Ma Li dari rumor yang semakin berkembang.

Sementara itu, di apartemennya, He Ma Li duduk di sofa dengan secangkir teh hangat di tangan. Senyumnya masih tersisa, teringat bagaimana Zhang Xiang Li bersikap lembut dan perhatian sepanjang malam. Ia tidak menyangka CEO yang selama ini dikenal tegas dan dingin bisa memiliki sisi yang begitu hangat. Namun, ia juga sadar bahwa perasaan yang mulai muncul dalam hatinya bisa menjadi rumit jika tidak dikelola dengan bijak.

Keesokan harinya, suasana kantor kembali ramai dengan bisik-bisik para karyawan. Gosip tentang Zhang Xiang Li dan He Ma Li belum mereda. Namun, kali ini Zhang Xiang Li lebih waspada. Ketika salah satu karyawan terlihat membicarakan He Ma Li, ia memanggil mereka ke ruangannya.

“Kalau kalian punya waktu untuk bergosip, mungkin aku bisa beri tambahan pekerjaan,” ucapnya dengan nada dingin namun penuh wibawa. Para karyawan langsung meminta maaf dan meninggalkan ruangannya dengan wajah pucat.

He Ma Li, yang menyaksikan dari jauh, merasa bingung sekaligus tersentuh. Ia tahu Zhang Xiang Li sedang melindunginya, meskipun pria itu tidak mengatakannya secara langsung.

Di akhir hari kerja, Zhang Xiang Li mengirim pesan singkat kepada He Ma Li:

"Mari kita bertemu sebentar di taman dekat kantor. Ada yang ingin kubicarakan."

Pesan itu membuat He Ma Li gugup. Ia mencoba menenangkan dirinya sebelum berangkat ke taman. Setibanya di sana, Zhang Xiang Li sudah menunggu, berdiri di bawah pohon dengan tangan di saku jasnya.

“He Ma Li,” panggilnya dengan suara lembut. “Aku ingin minta maaf jika perhatian yang kuberikan membuatmu tidak nyaman. Tapi aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja.”

He Ma Li terdiam sejenak, lalu menjawab dengan senyuman. “Tidak, aku tidak merasa tidak nyaman. Malah... aku merasa terjaga.”

Kata-kata itu membuat Zhang Xiang Li tertegun. Ia menatap mata He Ma Li dan menyadari bahwa hatinya benar-benar mulai terpaut pada wanita itu. Namun, sebelum ia sempat mengatakan sesuatu lagi, suara langkah kaki terdengar mendekat. Seorang karyawan yang tampaknya mengikuti mereka tiba-tiba muncul dengan ekspresi bingung.

“Kami... hanya kebetulan lewat,” ujar karyawan itu dengan gugup, lalu buru-buru pergi.

Zhang Xiang Li menghela napas. “Sepertinya kita harus lebih berhati-hati,” katanya dengan nada serius.

He Ma Li mengangguk. “Ya, aku setuju. Tapi terima kasih telah melindungiku.”

Malam itu, keduanya pulang dengan pikiran yang campur aduk. Mereka tahu ada sesuatu yang tumbuh di antara mereka, tetapi apakah itu akan berhasil di tengah tekanan pekerjaan dan pengawasan lingkungan kantor? Hanya waktu yang akan menjawab.

Hari-hari berikutnya, Zhang Xiang Li dan He Ma Li mulai menjaga jarak secara sengaja di kantor. Mereka tetap bersikap profesional, seolah-olah tidak ada hal istimewa di antara mereka. Namun, meski tak ada kata yang diucapkan, tatapan mereka sesekali bertemu, menyiratkan perasaan yang sulit disembunyikan.

Di sisi lain, gosip mulai mereda. Karyawan lain mulai merasa bahwa hubungan Zhang Xiang Li dan He Ma Li hanyalah isu tanpa bukti. Keadaan ini membuat He Ma Li sedikit lega, meskipun hatinya terkadang merasa hampa karena tak bisa sering berbicara dengan Zhang Xiang Li seperti sebelumnya.

Suatu sore, Zhang Xiang Li memutuskan untuk menghubungi He Ma Li di luar jam kerja. Ia mengajaknya bertemu di sebuah kafe kecil di pusat kota, jauh dari kantor.

“Kita perlu bicara,” tulisnya dalam pesannya.

He Ma Li menerima pesan itu dengan perasaan campur aduk. Ia tahu, pertemuan ini mungkin akan menjadi titik penting dalam hubungan mereka. Ia datang dengan balutan sweater sederhana dan jeans, mencoba tampil santai meskipun hatinya berdebar.

Zhang Xiang Li sudah menunggunya di meja pojok dengan dua cangkir kopi yang masih beruap. Ia mengenakan pakaian kasual—pemandangan yang jarang terlihat dari seorang CEO yang selalu tampil formal.

“Terima kasih sudah datang,” ucap Zhang Xiang Li, membuka pembicaraan. “Aku tahu ini mungkin membuatmu merasa canggung, tapi aku ingin jujur.”

He Ma Li mengangguk pelan, menanti kelanjutannya.

“Aku tak bisa membohongi diriku sendiri lagi,” lanjutnya. “Perasaanku terhadapmu sudah lebih dari sekadar kolega. Aku ingin melindungimu, mendukungmu, dan membuatmu bahagia. Tapi aku juga sadar bahwa hubungan ini bisa menimbulkan risiko besar untukmu—kariermu, reputasimu...”

He Ma Li merasa dadanya menghangat mendengar pengakuan itu. Ia menatap Zhang Xiang Li, mencoba mengumpulkan keberanian untuk menjawab.

“Aku juga merasakan hal yang sama,” katanya akhirnya. “Tapi aku setuju, kita harus berhati-hati. Aku tidak ingin menjadi beban bagimu atau membuat masalah di kantor.”

Zhang Xiang Li tersenyum tipis. “Kau bukan beban, He Ma Li. Kau adalah sesuatu yang penting dalam hidupku sekarang. Dan aku bersedia mengambil risiko, asalkan kau juga siap.”

Pembicaraan itu berlangsung hingga malam, penuh kejujuran dan perasaan yang akhirnya terungkap. Mereka sepakat untuk menjalani hubungan ini dengan perlahan dan hati-hati, memastikan bahwa pekerjaan dan kehidupan pribadi mereka tidak saling bertabrakan.

Di akhir pertemuan, Zhang Xiang Li mengantar He Ma Li pulang. Sebelum ia masuk ke apartemennya, pria itu berkata, “Ingat, aku ada di sini untukmu. Apa pun yang terjadi.”

He Ma Li tersenyum, merasa lebih tenang dari sebelumnya. Malam itu, ia tidur dengan hati yang penuh harapan, sementara Zhang Xiang Li kembali ke rumahnya dengan tekad baru untuk melindungi wanita yang kini mengisi hatinya.

Namun, mereka tidak tahu bahwa seseorang dari kantor tanpa sengaja melihat mereka di kafe. Dan kini, gosip baru mungkin sedang menunggu di sudut kantor yang gelap.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!