"Jadi?"
Meira yang awalnya menunduk kini mendongak menatap Alka yang berdiri di depannya dengan satu tangan dimasukkan ke saku celana.
"J-jadi?" beo Meira yang membuat Alka berdecak.
"Apa yang buat lo nekat semalem?" tanya Alka.
Meira kembali menunduk. Bukan karena takut pada Alka, melainkan merasa gugup saat semua anggota The Lion menatapnya seperti ingin memakan dirinya.
"A-aku... Ak-u...." Meira menarik nafas panjang lalu memberanikan diri menatap Alka. "Meira gak mau jawab kalo diliatin sama temen-temen Kak Alka!" jawabnya, bahkan nada bicaranya sedikit meninggi kepada Alka.
Anggota The Lion menatap tidak percaya pada Meira. Mereka tidak salah dengar, kan? Meira berteriak di depan Alka?
Rahang Alka mengeras. Dia tidak suka orang berbicara dengan nada tinggi kepadanya.
"Jawab atau lo mati sekarang juga?!" Meira meneguk kasar ludahnya saat mendengar desisan dingin itu. Alka menatapnya sangat tajam seolah tatapan itu bisa menembus dirinya.
"A-ku... Waktu itu kh-khawatir...," jawab Meira, sedikit takut.
"Khawatir?" beo Alka, dibalas anggukan oleh Meira.
"Kenapa?"
Meira mengernyitkan alis menatap Alka.
"Kenapa apanya, Kak?"
Alka menghela nafas berat. Menghadapi bocah ini memang butuh kesabaran lebih.
"Kenapa khawatir?!" nada Alka mulai tidak santai. Entah mengapa sikap tenangnya meluap begitu saja jika berhadapan dengan Meira.
Dengan santai Meira menganggukkan kepalanya seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Dan sekarang Alka tahu, bahwa cewek di depannya ini memang tidak punya rasa takut terhadapnya.
"Aku gak mau aja liat Kak Alka sama teman-teman Kak Alka kesakitan, apalagi Kak Bagus sama Kak Devan berdarah, kan, kasian kalo mukanya yang jelek tambah jelek." Pembawaannya benar-benar santai.
Bagus dan Devan serempak melototkan matanya, tidak terima dengan ucapan Meira.
"Minta di tendang nih, Bocil!"
"Awas lo Mei-Mei, gue hukum dengan kejam lo!"
Meira hanya menunjukkan cengiran dan jari berbentuk 'V' kepada Bagus dan Devan yang menggerutuinya. Fokusnya beralih ke Alka, cewek itu menatap Alka dengan senyum lebar sedangkan sang empu hanya memasang wajah datar.
"Tapi Kak Alka, diantara semua anggota The Lion Meira lebih khawatir sama Kak Alka."
Alka menatap Meira dengan alis terangkat satu.
"Karna Kak Alka waktu itu udah nyelamatin Meira dari penjahat yang pernah kroyokin Kak Alka. Jadi anggap aja tadi malam itu tanda terima kasih aku."
Alka tersenyum miring lalu berjalan mendekati Meira hingga tersisah tiga meter diantara mereka.
Cowok itu membungkukkan wajahnya hingga sejajar dengan wajah Meira. Rafleks, Meira menahan nafas saat wajah Alka begitu dekat dihadapannya.
"Tapi lo tetap akan di hukum!" setelah itu Alka kembali menjauhkan wajahnya lalu menepuk sekali puncak kepala Meira.
"Bernafas!"
Meira langsung menghembuskan nafasnya. Sepertinya cewek itu kekurangan oksigen akan tingkah Alka.
Diam-diam Meira tersenyum lalu menyentuh puncak kepalanya yang ditepuk oleh Alka.
"Ya Allah... Meira boleh jungkir balik gak, ini?" batinnya senang.
"Bersihin seluruh apartemen gue ini, terkecuali kamar gue. Itu hukuman lo!"
Senyum Meira perlahan luntur digantikan dengan mulut terbuka tidak percaya.
"Kak Alka serius?!" pekiknya tidak percaya.
"Gue gak pernah main-main!"
"Tapi Kak, apartemen ini tuh lu-"
"Kalo gitu lo juga masakin makan malam buat kita." mulut Meira semakin terbuka tidak percaya. Mungkin sebentar lagi rahangnya akan terjatuh.
"Kak Alka in-"
"Semakin lo banyak protes, semakin Alka tambahin hukuman, lo," sela Bagus yang duduk santai di sofa.
"Cepetan beresin Mei-Mei, terus lo masak. Gue udah laper banget, nih!" Meira mencebikkan bibirnya pada Devan yang seenaknya memerintah.
Setelah itu Meira pun bergegas mengambil alat penyedot debu yang sudah disiapkan lalu mulai bersih-bersih. Alka sendiri masuk ke dalam kamarnya entah melakukan apa.
"Kak Bagus awas dong! Aku mau bersihin sofa, nih," suruhnya pada Bagus yang asik selonjoran di sofa.
Bagus pun dengan malas berdiri dan pindah ke sofa lain.
Setelah membersihkan sofa-sofa tersebut, Meira berpindah ke lemari-lemari apartemen Alka dan sebagainya.
"Kak Ezra jangan simpan di sini dong sampahnya!"
"Ih, Kak Malik itu kripiknya jangan dicecerin di lantai!"
"Kak Devan kenapa tumpahin air, sih?! Itu kan udah Mei bersihin!"
"Kak Arnold ya Allah jangan tidur di lantai Meira gak bisa nyapu entar!"
"Kak Tian kenapa lompat-lompat segala, sih?! Itu sepatunya kotor!"
"Kak Adnan, geseran dikit Mei mau lewat."
"KAK BAGUUUUSSSS!!"
Suara Meira melengking saat melihat kue yang Bagus ambil dari kulkas jatuh begitu saja mengotori lantai dapur yang baru saja Meira pel.
Bagus menggaruk tengkuknya lalu menunjukkan sederetan gigi putihnya yang rapi ke Meira.
"Sorry, Cil, gak sengaja hehe." Meira memberenggut kesal lalu mengambil lap dan membersihkan bekas kue tersebut. Serta dengan hati yang sangat amat terpaksa mengepel ulang lantai dapur.
"Mending Kak Bagus ke ruang tengah aja, deh!" Bagus pun tanpa dosanya melewati Meira yang sibuk membersihkan lantai.
"Ya, Allah, Meira salah apa, sih, sampai bisa ketemu mereka? Tapi kalo ketemu Kak Alka, mah, aku bersyukur hihi...," gumamnya cekikikan lalu membersihkan lantai tersebut.
Setelah bersih, Meira melangkah ke ruang tengah, sisa ruang itu yang belum Meira bersihkan. Dan betapa terkejutnya Meira saat melihat bungkus makanan ringan tersebar kemana-mana. Serpihan kripik juga berceceran kemana-mana. Serta sedikit tumpahan air putih dan soda di lantai.
Meira merosotkan badannya ke bawah hingga duduk di lantai. Anggota The Lion yang ada di sana sontak menatap Meira bingung.
"Kenapa lo?" tanya Ezra, tanpa dosanya.
"Kak Ezra tanya aku kenapa?" Ezra mengangguk.
"Aku kayaknya bentar lagi mati, deh," jawab Meira, lesuh.
Mendengar itu sontak Bagus dan Malik berlari ke arah Meira yang masih duduk di lantai.
Bagus mengecek suhu badan Meira dengan menempelkan punggung tangannya di jidat cewek itu. Sedangkan Malik berlari ke dapur mengambil air minum.
"Nih, Mei minum. Seenggaknya gue mau bersikap baik sebelum lo bener-bener mati." Meira menatap Malik tidak percaya.
"Kak Malik sumpahin Meira mati?! Ini juga Kak Bagus kenapa malah sentuh-sentuh jidat aku, sih?!" sentak Meira pada Bagus dan Malik.
"Lah, tadi lo bilang udah mau mati, kenapa malah gue dituduh sumpahin lo?" balas Malik tidak terima.
"Tau, nih! Gue kira lo sakit, Cil," balas Bagus juga menyentil pelan jidat Meira.
Meira mengusap jidatnya lalu berdiri.
"Minggir! Aku mau bersihin ruang tengah!" Bagus dan Malik pun ikut berdiri dan menyusul Meira.
"Kalian semua berdiri!!" serempak anggota The Lion yang masih asik di ruang tengah berdiri saat melihat Meira dalam mode marah.
Beberapa menit kemudian semua hukuman membersihkan Meira selesai. Jam dinding di apartemen Alka menunjukkan pukul 18:45. Meira menghempaskan badannya yang lengket dengan pakaian seragam sekolah. Hembusan nafas lelah keluar dari bibir gadis itu, tangannya bergerak memijat sendiri bahunya yang sedikit pegal.
"Mandi, abis itu lo masak." Meira refleks berdiri saat mendengar suara serak basah khas Alka.
Cowok itu baru saja keluar dari kamar dengan rambut acak-acakan yang sedikit basah, ditambah dengan baju kaos oblong putih dan celana selutut hitam.
Meira meneguk ludahnya saat melihat betapa tampannya makhluk ciptaan Tuhan ini. Bolehkah Meira sujud syukur sekarang karena diberi kesempatan melihat tampilan Alka jika di rumah?
"Nikmat Tuhan mana lagi yang engkau dustakan Meira?!" pekiknya dalam hati.
"Lo mau bengong doang?" suara dingin Alka berhasil membuat Meira keluar dari fantasinya.
"Meira ma-mandinya di mana?" tanyanya pada Alka. Gugup.
"Di toilet yang ada di dapur." setelah menjawab itu Alka pun menghampiri anggota The Lion lalu duduk di sofa dekat Devan.
Sementara Meira berjalan ke arah dapur, tak lama kemudian dia kembali menemui Alka di ruang tengah.
"Mm, Kak Alka?" Alka yang tadinya sibuk dengan ponsel kini beralih menatap Meira dengan Alis terangkat satu.
"Meira gak ba-bawa baju Kak," cicit Meira namun masih bisa di dengar oleh Alka.
Cowok itu beralih menatap temannya satu persatu yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing.
"Kalian ada yang bawa baju ganti?"
Mendengar itu semua anggota The Lion menatap Alka bingung.
"Emang kenapa Al?" tanya Arnold.
"Nih, bocah." matanya melirik Meira sekilas.
"Lo mau mandi?" tanya Tian pada Meira yang diangguki gadis itu.
"Gue gak bawa baju ganti, kan, entar mau pulang," Jawab Arnold.
"Gue juga," timpal Malik.
"Lo Gus? Van?" keduanya menggeleng.
Alka menghela nafas. Terpaksa Alka harus meminjamkan Meira pakaiannya, lagi.
"Mandi sana, entar gue pinjemin baju," Ketus Alka, sangat terlihat raut terpaksa dari wajah cowok itu.
Meira tersenyum lalu kembali ke toliet dapur.
"Gak salah, kan, lo minjemin baju lo ke Bocil?" tanya Bagus yang di balas kernyitan dahi oleh Alka.
"Bocil?"
Bagus menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Ah, maksud gue Meira. Itu cuma panggilan gue ke dia, secara dia kan, kayak bocah terus kecil lagi."
Alka membulatkan mulutnya.
"Lo serius, nih, Al minjemin Meira baju lo, lagi?" celetuk Devan menambahi.
Alka mengangkat bahunya acuh.
"Daripada dia gak pake baju, kan?"
####
"Aku gak nyangka kebutuhan masak dan makanan di apartemen Kak Alka lengkap."
Dengan kemeja besar berwarna hitam milik Alka, gadis itu mencepol asal rambutnya lalu mulai memasak. Beberapa bumbu makanan dan sayur serta ayam telah selesai dia racik dan bersihkan. Tinggal sisa memasaknya saja.
Bagus dan Ezra yang hendak mengambil air minum di dapur akhirnya berhenti di ambang pintu dapur saat melihat Meira mulai memasak.
"Lo yakin gak Gus sama masakan, tuh, cewek?" tanya Ezra dengan pandangan lurus kedepan dimana ada Meira yang terlihat cekatan dalam memasak.
"Gue, sih, ragu. Diliat gimana sikapnya kayak bocah yang kurang bahagia pas kecil. Tapi entar aja, deh, kita nilai." Ezra mengangguk lalu memperhatikan Meira dari belakang.
"Gus?"
"Apa?"
"Lo ngerasa gak kalo Meira keliatan seksi pas masak?"
Bagus menoleh kesamping dimana Ezra berada.
Tak!
"Pikiran lo gak pernah lurus, yah!"
Ezra mengusap kepalanya yang dijitak Bagus lalu cengengesan.
"Hehe, tapi bener, sih. Kayaknya Alka beruntung banget kalo nanti istrinya kayak Meira." Ezra menenggelamkan kedua tangannya ke saku celana.
"Kenapa Alka?" tanya Bagus. Bersedekap dan bersandar pada kusen pintu masuk dapur.
"Ayolah, Bagus. Masa lo gak peka, sih, sama Meira, dari gerak-geriknya aja dia udah nunjukin banget kalo suka sama Alka." Ezra memandang Meira sekali lagi.
Bagus mengangguk membenarkan.
"Bener juga, sih. Tapi kalo sampai mereka beneran suami istri, gue jadi kasian sama Alka," ujar Bagus dengan wajah sok sedih.
"Kenapa?"
"Pasti kepalanya bakal sakit setiap hari dengerin ocehan Meira." Ezra terkekeh lalu mengangguk.
"Kak Bagus sama Kak Ezra ngapain ketawa-ketawa gak jelas di situ?" Bagus dan Ezra sontak menoleh ke arah suara.
"Lo gak liat kita berdiri?" tanya Bagus.
Meira memutar bola matanya malas.
"Terserah kalian mau ngapain, sekarang bantuin Meira bawa makanan ini ke ruang makan, yah?"
Ezra dan Bagus serempak menggeleng dengan jari telunjuk ke kanan dan ke kiri.
"No!" ucap mereka bersamaan.
"Tapi, kan, ini banyak, Kak." Meira memasang wajah memelasnya namun Ezra dan Bagus tetap tidak ingin membantu.
"Yang ada kita juga dihukum sama Alka kalo bantuin lo," Ucap Ezra lalu pergi meninggalkan Meira diikuti Bagus.
Meira memberenggut kesal.
"Teman-teman Kak Alka, kok, ngeselin semua, sih?! Untung semuanya ganteng! Kalo gak, udah aku racunin semuanya biar tau rasa! Eh, terkecuali Kak Alka dong, hehe...." Cewek itu cekikikan sendiri lalu membawa satu persatu makanan hasil masakannya ke meja makan.
"Makanan dataaangg!!" serunya yang membuat semua anggota The Lion berlari ke meja makan, saling berebut tempat. Berbeda dengan Alka yang hanya berjalan santai.
"Ini kursi gue, Van!" pekik Bagus namun Devan tidak ingin mengalah.
"Gue duluan yang di sini, lo aja sana pindah di deket Malik!"
"Gak, ah. Lo aja sana!"
"Berhenti atau lo berdua gak makan?!" lontaran kalimat Alka sukses membuat Bagus cemberut lalu berpindah ke tempat dekat Malik, sedangkan Devan tersenyum mengejek ke arah Bagus.
Kangkung tumis, sayur soup wortel, dan ayam goreng dengan bumbu cabai tersaji dengan indah di atas meja. Semua yang ada di sana diam-diam meneguk air liurnya sendiri, kecuali Alka dan Meira tentunya.
"Gue gak nyangka lo bisa masak seenak ini, Cil," puji Bagus saat mencoba mencicipi kangkung tumis Meira.
Meira tersenyum senang lalu duduk di dekat Devan tepat di hadapan Bagus.
"Meira gitu, loh!" bangganya.
Semua anggota The Lion begitu asik menikmati makanan yang dimasak Meira sedangkan Alka hanya diam menatap temannya satu persatu.
"Kak Alka gak makan?" tanya Meira dan Alka menggeleng.
"Gak laper emangnya?" Alka kembali menggeleng.
Meira mengangguk lalu tangannya bergerak mengambil nasi untuk piring dihadapannya. Dia memasukkan kangkung tumis dan sedikit potongan ayam ke piring tersebut.
"Ini, Kak Alka makan, yah? Aku tau kok, Kakak pasti laper." Meira menaruh piring yang telah dia isi ke hadapan Alka.
"Gue gak laper."
Meira menggeleng tegas.
"Meira tau Kak Alka pasti boong. Makan aja Kak, gak usah malu sama Meira. Nasinya juga gak aku racunin kok." Meira tersenyum manis kearah Alka. "Walaupun sebenarnya aku mau racunin teman-teman kakak yang nyebelin." sambungnya dalam hati.
Alka memutar bola matanya malas lalu akhirnya menyantap makanan yang dimasak Meira.
Pada suapan pertama, cowok itu mengunyah secara perlahan seolah menilai rasa masakan Meira.
"Enak gak, Kak?" tanya Meira, penasaran.
Alka menatap Meira sejenak lalu mengunyah normal. Setelah itu kembali memasukkan satu sendok nasi ke mulutnya.
"Biasa aja."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Imam Sutoto Suro
top deh lanjut thor seruuuu
2022-12-21
0
atmaranii
dr lidah turun k hati...ckck
2021-04-25
1
ïm.ålgå†år~ ✨
beruntung banget meiraaaaa
2021-04-11
0