Mata Meira mengerjap, otaknya mencerna kalimat yang baru saja Devan lontarkan. Perlahan tubuh mungil itu menoleh kebelakang, dan tampaklah sesosok cowok tampan berwajah datar di hadapannya. Meira meneguk kasar ludahnya lalu tersenyum kikuk pada cowok berwajah datar itu.
"H-hai. Kak Alka."
Alka hanya menatap datar pada Meira, setelah itu ia melangkah melewati Meira tanpa sepatah kata pun.
Meira kembali mengerjap tidak percaya dengan mulut sedikit terbuka melihat hal itu.
Cewek itu mencebikkan bibirnya kesal lalu kembali memanggil Alka, hingga langkah cowok itu terhenti. Entah dari mana keberanian dalam dirinya tiba-tiba saja muncul ke permukaan. Rasa gemas Meira pada cowok itu mungkin jauh lebih besar dari pada rasa takutnya.
"Kak Alka!" panggilnya, namun Alka hanya diam tanpa berbalik. Hal itu sontak membuat Meira memberenggut kesal. Kenapa cowok itu sulit sekali bicara? Pikirnya.
"Ish... Kak Alka, orang itu kalo dipanggil, yah, nyahut, bukan cuma diam," serunya ringan. Tanpa memperdulikan teman-teman Alka yang melongo melihat keberanian Meira.
Perlahan, tubuh jangkung itu berbalik menatap dingin pada Meira. Namun entah setan apa yang merasuki Meira hingga dengan beraninya melangkah ke hadapan Alka.
"Nah, gitu dong. Kan, enak ngomongnya kalo berhadapan gini, kayak di film-film yang biasa aku nonton. Saling berhadapan, bicara, terus pandang-pandanga--"
"Udah?" mulut Meira sontak berhenti mengoceh, saat suara serak basah khas Alka menyela celotehannya.
"Hah?" bukannya menjawab, Meira malah melayangkan tatapan bingung ke Alka hingga cowok itu menghela nafas jengah.
"Urus dia, Van!" perintah Alka pada Devan yang diangguki cowok itu. Alka kembali berbalik dan melangkah meninggalkan Meira.
"Lo gak jadi ke kantin?" tanya Devan, berusaha mengalihkan perhatian Meira dari Alka. Meira menatap Devan sejenak lalu mengambil jaket Alka yang ada pada Devan, kemudian berlari menghampiri Alka yang duduk di salah satu kursi warung tersebut.
Devan terperangah tidah habis pikir dengan keunikan dan keberanian cewek itu. Begitu pun dengan Bagus dan yang lainnya.
"Kak Alka kok, pergi, sih? Kan, aku belum selesai ngomong," ujar Meira dengan bibir mengerucut sebal lalu duduk di hadapan Alka.
Alka menatap tajam cewek yang menurutnya gila ini. Namun balasan cewek itu di luar ekspektasi Alka. Bukannya takut, Meira malah menunjukkan cengirannya.
Apakah aura menakutkan Alka tidak berpengaruh pada seorang Meira?
"Ih, Kak Alka! Kok, Meira dikacangin, sih?!" Alka memutar bola matanya malas lalu beralih pada handphone. Mungkin bermain game lebih baik daripada menghadapi bocah di hadapannya ini.
"Kan, Meira dicuekin lagi. Emang salah Meira tuh, apa, sih? Kok, perasaan dari tadi dicuekin mulu sama Kak Alka. Apa karna bedak Meira luntur? Rambut Meira berantakan? Hidung Meira jerawatan? Aduh! Kaca mana kaca?!" Meira sibuk sendiri dengan segala keanehannya hingga membuat Alka menggertakkan giginya menahan kesal.
"Kaca aku mana, yah? Tadi perasaan ada di saku, kok sekar---hmmppptt."
"Ish... Kwak Alkwa jwahat!" Alka memutar bola matanya malas. Tadi satu cireng berhasil dia gunakan menyumpal mulut Meira hingga akhirnya cewek itu berhenti mengoceh. Namun sepertinya pemikiran Alka salah, karena Meira kembali berceloteh setelah cireng itu habis.
"Wah... Enak juga yah, cirengnya! Meira suka. Ini buatan siapa, sih? Enak banget. Cireng di deket rumah aja gak seenak ini, emm... Nanti aku beli di sini aja, deh. Gimana, kak? Aku boleh gak ke sini?" Meira menatap penuh harap pada Alka yang masih saja sibuk dengan game-nya.
"Ck. Tuh, kan, aku dicuekin lagi."
Alka menyimpan ponselnya ke atas meja sedikit kasar. Memandang dingin pada Meira yang juga menatapnya namun dengan senyum lebar.
"Pergi!" mulut Meira sukses terbuka saat satu kata yang terlontar dari bibir ranum Alka.
"Pergi? Dari tadi aku ngomong panjang lebar, terus dicuekin, giliran udah ngomong malah disuruh pergi. Kenapa semesta selalu jahat sama aku?" tanyanya, mendaramatis.
"Pergi atau lo tau akibatnya?" Meira mencebikkan bibir lalu berdiri dari duduknya.
"Yaudah aku pergi. Tapi ini aku kembaliin jaket Kak Alka."
Meira menyodorkan jaket denim itu kepada Alka namun sang empu hanya menatap tanpa berniat mengambilnya.
"Cuci!"
"Kok, di cuci segala?! Kan, pakainya gak cukup satu hari. Pakainya juga di pinggang doang, gak di badan."
"Kalo gitu buang!" Meira menggeleng tegas. Iya kali jaket sekeren ini dibuang cuma karena ada yang meminjam.
"Gak, mending aku cuci, dari pada dibuang."
Alka mengangkat bahunya acuh lalu kembali fokus pada handphone-nya.
"Besok aku balikin kalo udah kering, yah, kak. Aku pergi dulu, jangan rindu, yah, berat. Kak Alka gak akan kuat, biar Meira aja." Alka kembali menggertakkan gigi. Bibirnya mengatup rapat membentuk satu garis tipis.
Siapa sebenarnya cewek sok akrab ini? pikirnya.
"Kak Devan, Kak Bagus!" sontak pemilik nama yang sedang asik bermain catur menoleh pada Meira saat mendengar suara cempreng cewek itu.
"Meira duluan, yah. Masalah tadi aku udah maafin Kakak, kok, karna udah buat aku takut. Gak usah dipikirin." Meira sempat melempar cengiran sebelum benar-benar pergi.
Devan dan Bagus melongo melihat tingkat sok kenal cewek yang kini telah hilang di hadapannya. Mata keduanya juga jatuh pada Alka yang biasa saja.
####
"Lo semua siap?" tiga kalimat yang keluar dari bibir ranum Alka membuat semua anggota The Lion mengangguk semangat.
Malam ini mereka akan menyerang kelompok geng motor musuh bebuyutan mereka yang tak lain adalah Geng Srigala.
Jaket denim kebanggan The Lion melekat sempurna di tubuh mereka yang atletis. Headband berlambang kepala Singa melingkar indah di kepala Alka, tak lupa pula dengan kain merah bertuliskan Captain Of The Lion di lengan kirinya sebagai tanda bahwa dialah sang ketua The Lion.
Alka mengeratkan headband di kepalanya lalu memandang Bagus yang menyisir rambut gondrongnya dengan tangan.
"Ikat rambut lo, Gus," seru Alka memerintah, yang mendapat tatapan dari Bagus.
"Biarin gini aja kali, Al. Keren nih gue gondrong gini." Bagus dengan bangga menyisir rambutnya seraya bersiul memandang cermin kecil di tangan kirinya.
Alka memutar bola matanya malas dan bersikap acuh dengan keluar dari basecamp diikuti oleh anggota The Lion lain. Kecuali Devan yang menahan Bagus.
"Ngapain lo nahan gue?" mata Bagus memicing curiga pada Devan.
"Ikat rambut lo! Kan, gak lucu kalo anak Geng Srigala ngejambak rambut lo," dengus Devan jengah.
"Iya juga, yah. Sia-sia dong krimbat gue tiap hari kalo rambut gue dijambak sama tangan penuh najis anak Geng Srigala."
Devan memutar bola matanya malas.
"Udah sana ikat!"
"Ck. Iya, iya."
Devan pun ikut keluar meninggalkan Bagus yang sibuk mengikat rambut gondrongnya. Tidak berselang lama cowok itu juga ikut menyusul teman-temannya yang sudah berada di atas kendaraan masing-masing.
"Lama amat sih lo, Gus," celetuk Ezra,—cowok berambut hitam agak ikal.
"Nih, rambut gue diikat dulu!" seru Bagus.
"Cukur botak aja Gus biar gak lama." Bagus bersiap melayangkan sepatunya kepada Ezra, jika saja suara serak basah khas Alka tidak menyela mereka.
"Berantem atau gak ikut?!" Bagus menghela nafas mendengar suara dingin itu. Dia pun melangkah ke motor Harley hitamnya.
Deru suara motor mulai terdengar kala Alka lebih dulu menyalakan mesin motornya, diikuti oleh teman-temannya. Tidak lama kemudian serombongan motor Ninja Sport dan Harley bergabung membelah jalan kota Jakarta dengan dipimpin oleh cowok tampan berdarah dingin. Alkavero Mahardika.
Tatapan Alka begitu tajam walaupun tertutupi kaca helm full face hitam yang ia gunakan. Rahangnya yang mengeras pertandah bahwa ia kini menahan amarah yang siap meledak kapan saja.
Sejak pulang dari sekolah ia mendapat kabar bahwa salah satu anggota Srigala melakukan pengkroyokan dan pemerasan terhadap salah satu anggota junior The Lion. Itu yang membuat Alka murka hingga bertekat akan menghabisi Geng Srigala malam ini.
Tidak terasa 30 menit berkendara, mereka telah sampai di depan sebuah gudang senjata yang tidak terpakai lagi. Srigala dan The Lion memang sudah merencanakan tempat yang terbaik untuk melakukan pertumpahan darah, dan inilah pilihannya.
Alka turun dari motor sport merah hitam miliknya, diikuti oleh Devan, Bagus dan yang lain.
Di depan sana sudah ada sekitar 15 anggota Srigala dengan pakaian kebanggan mereka. Lambang kepala Srigala terjahit indah di bagian punggung jaket mereka. Alka maju mendekat pada ke 15 anggota Srigala yang memandangnya tajam.
"Langsung atau basa-basi?" tanya Alka.
Salah satu dari ke-15 cowok itu maju satu langkah dengan seringai sinis di bibir gelapnya.
"Keep Calm, Alka. Jangan terburu-buru, gimana kalo kita ngopi dulu?" Alka berdecih sinis lalu memandang mereka satu persatu.
Sepersekian detik selanjutnya, satu tendangan mendarat sempurna di perut cowok yang baru saja berbicara pada Alka. Cowok itu tersungkur akibat serangan tiba-tiba.
"Sambutan The Lion!" tukas Alka, santai. Lalu kembali ke teman-temannya.
"Ezra, Malik, Adnan, Arnold, Tian!" Alka menyebut satu persatu nama anggotanya. Kelima pemilik nama itu serempak menyahuti Alka.
"Habisin mereka!" titahnya yang diangguki semangat oleh kelima cowok itu.
Tinju demi tinju, tendangan demi tendangan mereka layangkan ke 15 cowok itu. Pertarungan antara 15 melawan 5 masih berlangsung. Alka dan anggota The Lion yang tersisa hanya menonton mereka dengan bersedekap dada, ada juga yang menyemangati ke-5 orang suruhan Alka.
Tentu bukan sembarang anggota yang Alka panggil. Ke-5 cowok itu bukanlah anggota biasa dalam The Lion hingga membuat Alka memberikan kepercayaan untuk menghabisi ke-15 anggota Srigala untuk saat ini.
Tidak urung ke-5 anggota The Lion juga mendapatkan serangan, namun itu semua tidak sebanding dengan serangan yang didapatkan Geng Srigala.
Tidak berselang lama ke-15 cowok itu tumbang di hadapan The Lion. Alka menyeringai puas melihatnya. Setelah itu Alka berjalan dengan santai ke 15 anggota Srigala.
"Kemana Petra?" tanyanya dengan suara rendah terkesan dingin.
Cowok berambut coklat terang yang terkapar di tanah mendecih sinis menatap ke atas di mana Alka berdiri.
"Petra gak--uhuk! Uhuk!" cowok itu terbatuk kala dengan tak bermanusiawinya Alka menginjak dadanya.
"Kasi tau gue atau mati?!" cowok itu meneguk kasar ludahnya. Tiba-tiba saja bulu kuduknya meremang mendengar desisan dingin milik Alka.
"Pe-petra di-di dalam," jawabnya terbatah, karena kaki Alka masih berada di atas dadanya.
Erangan kesakitan terdengar saat Alka menekan kakinya di atas dada cowok itu lalu masuk ke dalam gudang diikuti oleh teman-temannya.
"PETRA?!"
"KELUAR LO PENGECUT?!"
Bukan Alka yang berteriak. Melainkan Devan dan Bagus. Semua anggota The Lion mengobrak-abrik gudang itu. Hingga tidak lama kemudian muncul 3 cowok lagi yang mereka yakini adalah anggota geng Srigala.
"Ternyata mereka mau main-main dulu?" gumam Devan, sinis, yang masih bisa di dengar oleh mereka.
"Mana Petra? Suruh dia keluar dari persembunyiannya kalo emang dia cowok!" timpal Bagus, kesal. Tangannya sejak tadi sudah gatal ingin menghantam seseorang namun tampaknya Geng Srigala ingin bermain-main dulu.
"Petra? Lo mau ketemu petra? Langkahin dulu mayat kita!" seru salah satu dari 3 cowok itu.
The Lion tergelak melihat kepercayaan diri ketiga cowok bodoh itu.
"Biar gue yang maju, Al, tangan gue udah gatel pengen ninju orang sejak tadi." Alka mengangguk, mengiyakan ucapan Bagus.
"Gue bantu," sahut Devan namun Bagus menggeleng.
"Gak. Ini bagian gue."
Devan mendelik lalu membiarkan Bagus melangkah menghadapi ketiga cowok itu.
Hingga beberapa menit kemudian ketiga cowok itu tumbang. Tentu saja itu membuat Bagus tertawa kemenangan.
"Sok-sokan bilang langkahin mayat gue dulu. Baru diserang satu orang aja udah tepar juga!" cowok gondrong itu mencibir dengan kekehan.
"Gimana nih, Al? Petra gak juga keluar-keluar sejak tadi," tanya Adnan.
"Ada yang bawa petasan?" semuanya saling memandang mendengar pertanyaan Alka.
Petasan?
Untuk apa?
"Buat apa, Al?" tanya Malik.
"Ledakin!"
Semuanya mengangguk mengerti.
"Gue sih gak ada petasan, tapi kalo korek ada," sahut Ezra. Cowok itu merogo saku jaketnya dan mengeluarkan korek gas berwarna hitam.
"Sini."
Ezra pun memberikan korek yang biasa ia gunakan untuk merokok ke Alka.
Alka mengambil batu berukuran sedang lalu menghantamnya ke korek itu. Detik berikutnya suara ledakan terdengar menggema di dalam gudang kusam itu.
"Lo pasti udah bosen nunggu, yah? Makanya ledakin korek segala." sosok yang mereka incar saat ini telah ada dengan sekumpulan anggota Geng Srigala yang jumlahnya lebih banyak dari The Lion namun hanya beda tipis.
"Keluar juga lo pengecut. Dari mana aja lo? Salam perpisahan dulu sama keluarga lo?!" bukannya marah, cowok berambut hitam dengan netra coklat itu terkekeh mendengar Bagus. Namun terdengar seperti kekehan ejekan.
"Rupanya lawan gue kali ini gak sabaran, yah?" cowok itu melangkah maju ke hadapan Alka hingga jarak mereka hanya tersisa 3 meter.
"Apa kabar? Sang Singa SMA Garuda." senyum miring terpampang jelas di bibir cowok itu, berbeda dengan Alka yang setia dengan wajah datar dan tatapan tajamnya.
"Sang Singa SMA Garuda." cowok itu berucap seperti mengeja julukan yang tidak lain adalah julukan milik Alka. "Apa kabar? Baik-baik aja kan, sama saudara lo itu?" cowok itu mengakhiri ucapannya dengan seringai mengejek.
"Ah, gue lupa. Lo kan, gak diakuin saudara sama dia." Cowok itu berbisik dan berakhir tersenyum miring.
Alka menatap tajam cowok di depannya ini, bukannya Alka tidak bisa melawan, dia hanya menunggu waktunya untuk berbicara.
"Apa kabar nyokap lo? Masih bisa bangun?" Petra terkekeh. "Ck, ck. Lo emang anak berbakti, Al." semua anggota Srigala ikut tertawa.
"Yah, berbakti-lah. Kan, anak Mama."
"Berbakti tapi kok, malah main ke sini, yak?"
"Mendingan pulang, gih. Sembunyi aja di ketek nyokap lo!"
Alka berdecih sinis mendengar semua itu, kakinya bergerak satu langkah kedepan hingga jarak dirinya dan Petra semakin dekat.
"Petra Yuanda...." Alka mengulangi gaya bicara Petra dengan mengeja nama cowok itu. "Mau gue anak Mama. Anak Papa. Atau apapun, lo gak berhak ikut campur." Alka menjeda lalu tersenyum miring. "Nyokap lo sendiri apa kabar? Baik-baik aja, kan, sama pemuas-nya?"
Perkataan Alka sukses membuat Petra menggeram tertahan. Tanpa ba-bi-bu, dia menyerang Alka namun sayang, gerakannya bisa dibaca oleh Alka hingga tangannya di tangkis dengan keras.
Satu bogeman menghantam tulang pipi Petra. Cowok itu tersenyum miring lalu membalas Alka. Dan akhinya pertarungan antara The Lion dan Geng Srigala kembali terjadi.
Semakin lama pertarungan ini semakin sengit. Beberapa anggota The Lion dan Geng Srigala sudah ada yang tumbang bahkan berdarah. Namun tidak dengan Alka yang hanya mendapatkan memar saja di bagian tulang pipi, pelipis dan sudut bibirnya tanpa darah sedikitpun.
Di sinilah aurah Sang Singa akan keluar saat Alka benar-benar emosi. Tapi, mau seemosi apapun Alka akan tetap terkendali. Alka adalah seorang pengendali yang baik. Kecuali dalam satu hal. Tentang ibunya.
Pukulan berkali-kali Alka layangkan di perut Petra hingga cowok itu terbatuk darah.
Dengan kasar, Alka menendang Petra hingga akhirnya cowok itu terkapar lemah.
Petra mencoba bangkit dengan susah payah. Dan berhasil. Dia berdiri dan bersiap melayangkan pukulan kepada Alka, namun kepalan tangannya tertahan saat mendengar suara yang mereka tidak ingin hadapi.
Liw... Liw... *Li*w...
Semuanya kalang kabut, terkecuali Alka tentunya. Cowok itu tetap tenang walau sirene mobil polisi terdengar begitu jelas. Otaknya sibuk memikirkan siapa yang melapor pada polisi? Bukannya tempat ini jauh dari jangkauan polisi dan warga?
Semua anggota Geng Srigala sudah tidak ada di tempat. Sedangkan anggota The Lion masih berdiri menunggu Alka, walaupun terdapat beberapa dari mereka yang memasang wajah panik.
"Kenapa kita gak ikut lari, Al? Kalo kita di tangkap polisi gimana?" tanya Bagus, terdengar sedikit panik.
Alka menatap temannya satu persatu.
"Kalian boleh pergi," jawabnya ringan yang membuat mereka terheran-heran.
"Lo gak takut kalo kita ditangkap?" timpal Devan juga.
"Ini bukan mobil polisi asli." Alka menepuk-nepuk jaketnya yang sempat terkena debu.
"Maksud lo?" tanya Ezra.
"Kalian pikir. Kalo emang ini asli polisi, di mana mereka sekarang? Kenapa gak tangkap kita?" semuanya tampak berfikir hingga akhirnya menyadari sesuatu.
"Jadi ini cuma boongan?!" pekik Bagus, kesal.
"Tapi siapa yang beraninya ngerjain kita?" tanya Adnan, heran.
"Sialan. Lagi asik-asik juga." Tian berdecak kesal karena kegiatannya terganggu.
Alka mengangkat bahu acuh lalu berjalan keluar gudang untuk sekedar memastikan, namun kedatangan seseorang dengan tergesah-gesah membuat tubuh keduanya bertabrakan.
"Aduh..., jidat aku!" pekik orang itu yang ternyata adalah seorang cewek.
"Lo?!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
ïm.ålgå†år~ ✨
meira meiraaa
2021-04-11
1
malammm
sukaa
2021-02-16
0
malammm
keren
2021-02-16
0