[TLS#1] Senior

[TLS#1] Senior

SENIOR 1

Cewek dengan rambut hitam sepunggung berjalan menuju sekolah melalui sebuah gang sempit. Bukan tanpa sebab ia berjalan menuju sekolah. Ban mobil yang ia kendarai tiba-tiba saja bocor dan membuatnya berakhir seperti ini.

Cewek itu begitu riang dengan senandung kecil yang keluar dari bibirnya. Hari ini adalah hari pertamanya pinda ke SMA Garuda.

Tapi, langkahnya tiba-tiba berhenti saat telinganya menangkap suara erangan dan juga suara ... Orang berkelahi? Cewek itu meremas rok sekolahnya pertanda ia sedang takut. Bagaimana jika orang itu melihatnya lalu menangkapnya? Dia mengedarkan pandangan kesegala penjuru gang itu.

Suara pukulan tersebut terdengar lagi membuat ia penasaran akan siapa si pelaku itu. Dengan langkah berat ia berjalan di gang sempit tersebut hingga akhirnya terbelalak saat melihat seorang cowok tengah dikroyok oleh 5 orang berjenis kelamin yang sama. Ia menutup mulutnya tidak percaya lalu perlahan mundur. Namun ternyata takdir baik sedang tidak memihaknya.

Sebab, Ia menginjak—ranting pohon yang entah jatuh dari mana—saat hendak pergi.

"Siapa di sana?!"

Suara itu membuat matanya semakin membola, salah satu pelaku itu pasti mendengarnya. Dengan sekuat tenaga ia berlari meninggalkan gang itu. Namun sayang, kelima orang itu telah melihatnya hingga ikut berlari mengejarnya.

"Woy! Berhenti lo!!"

Cewek itu berlari dengan perasaan takut yang terlihat sekali di wajahnya. Keringat dingin sudah menetes di pelipisnya.

"Mama... Meira gak mau mati sekarang," gumamnya, bergetar di sela-sela larinya.

Cewek bernama Meira itu menoleh kebelakang dan kembali terbelalak saat kelima cowok itu sudah dekat dengannya.

"Woy sialan! Berhenti lo!!"

Nafas Meira memburu, dengan sekuat  tenaga ia mempercepat larinya hingga kelima orang itu terlihat sedikit jauh.

"Ya Allah... Ampuni dosa Meira kalo Meira memang bakalan mati hari ini... Tolong jaga Mam---Aakkhh, hhmmpptt...." Meira semakin takut saat dirinya ditarik oleh seseorang yang tidak dia kenali. Mulutnya di bekap sehingga membuat Meira memberontak.

"Sssttt...." desisan yang terdengar itu membuat Meira berhenti memberontak. Hingga akhirnya bekapan tersebut lepas dari mulutnya. Meira membalikkan badan untuk melihat siapa orang itu. Detik berikutnya matanya kembali terbelalak untuk kesekian kalinya.

"Ini bukannya orang yang dikroyok tadi?! Ya, ampun gantengnya!" pekiknya dalam hati, memuja cowok beriris tajam namun sangat tampan itu.

"Kam---"

"Ssttt!"

Mulut Meira bungkam saat cowok itu kembali mendesis. Dengan tiba-tiba cowok itu menarik tangannya ke tempat yang sedikit gelap hingga membuatnya was-was.

"Kamu mau--"

"Diam." Meira menunduk, takut ketika cowok itu menatapnya tajam dengan suara yang begitu menyeramkan di telinga Meira.

Cowok itu menarik tangan Meira hingga akhirnya Meira berada di sampingnya. Meira melihat cowok tersebut yang sesekali mengintip dari balik tembok tempat persembunyian mereka.

"Sialan! Kita kehilangan jejak cewek itu!" Jantung Meira berdetak cepat saat mendengar suara orang yang tadi mengejarnya.

"Dia pasti bersembunyi di sekitar sini. Kita cari dia sekarang!" genggaman tangan Meira di tangan cowok jangkung itu kian mengerat hingga tanpa sadar cowok tersebut menoleh padanya.

"A-aku takut," cicitnya namun masih bisa didengar. Cowok itu hanya menatap datar tanpa berniat menenangkan Meira.

Cowok itu kembali mengintip di balik tembok. Merasa aman, akhirnya ia pun menarik tangan Meira keluar dari persembunyian, namun Meira hanya diam tidak berkutik dengan kepala menunduk.

"Ayo!"

Kepala Meira perlahan terangkat, hingga akhirnya menatap cowok yang memiliki tatapan tajam itu. Setetes cairan bening jatuh dari pelupuk matanya.

Bisa di lihat cowok itu menghela nafas berat.

"Gak usah nangis." dia berujar dingin yang membuat Meira sontak menyeka airmata.

Meira dan cowok itu pun keluar dari balik tembok dengan pelan, waspada kelima orang itu akan datang. Sebenarnya cowok ini bisa saja menghadapi kelima cowok tadi, namun kehadiran Meira membuat dia ragu dengan beberapa perkiraan yang akan terjadi.

"Anak Garuda?"

Dengan ragu Meira mengangguki pertanyaan cowok datar itu.

"Naik!" perintah cowok tersebut saat dirinya—cowok itu—sudah berada di atas motor sport merah hitam kebanggaannya.

"Gimana caranya? Entar paha aku keliatan lagi," ucapnya polos.

Cowok itu membalasa dengan decakan.

"Nih." sebuah jaket denim berlambang kepala Singa mengaum disodorkan padanya hingga Meira tersenyum.

"Makasih," seru Meira dengan senyum manis namun cowok itu hanya diam.

Motor sport itu pun membelah jalanan menuju SMA Garuda. Hingga beberapa menit kemudian keduanya telah sampai di depan gerbang sekolah elit itu.

Meira turun dari motor sport tersebut dengan memegang pundak cowok itu. Detik berikutnya dia tersenyum lalu mengucapkan terima kasih tanpa balasan apa-apa dari cowok jangkung dan tampan tersebut.

Mata Meira jatuh pada seragam yang di gunakan cowok tersebut dan juga lambang kelas yang ada di lengan kanannya, menunjukkan angka romawi XII.

"Jadi dia senior aku?" batin Meira, bertanya.

Cowok itu masuk melewati Meira dengan motor sport merahnya, membuat siswi SMA Garuda menahan nafas saat sang most wanted sekolah memasuki area.

"Eh, aku belum tanya siapa namanya. Ya ampun Meira, gitu aja lupa, sih!" gerutu Meira. Lupa bertanya akan nama cowok dingin berwajah tampan itu.

Meira merosotkan bahunya dengan helaan nafas kecil lalu memasuki gerbang, tanpa sadar bahwa jaket yang diberikan cowok tadi masih terikat di pinggangnya hingga mengundang berbagai macam tatapan.

####

Tiga orang cewek berjalan beriringan menuju kantin sekolah dengan cewek berambut hitam sepunggung berada di tengah. Terlihat sebuah jaket denim yang ada di tangan cewek itu.

"Eh, Mei, btw jaket Kak Alka, kok, bisa ada sama lo?" tanya Bella—cewek berambut coklat di curly sepunggung, sahabat baru Meira di SMA Garuda.

"Iya, Mei. Padahal yang kita tau tuh, yah, Kak Alka gak bakal pernah mau barang-barang miliknya di pinjam, walaupun sama temannya sendiri." Dita—cewek berambut hitam sepundak—ikut menambahi.

Meira tersenyum lalu menjawab.

"Nanti Meira cerita, yah." Kedua teman barunya mendesah kecewa. Padahal mereka sangat penasaran bagaimana jaket Sang Singa SMA Garuda ada pada Meira.

"Kita mau duduk di mana nih, guys?" tanya Bella saat mereka sudah ada di dalam kantin.

"Duduk di sana aja, yuk! Gak terlalu nampak," sahut Dita menunjuk meja kosong yang ada di sudut kanan.

Bella mengangguk setuju. "Yuk," ajaknya.

"Mm... Dita, Bella, kalian duluan aja, yah? Meira mau ke toilet dulu, kebelet hehe." Bella dan Dita terkekeh lalu mengangguk dan berjalan menuju meja yang mereka tempati, bersamaan dengan itu Meira berjalan menuju toilet dengan jaket Alka yang masih berada di tangannya.

"Jadi namanya Kak Alka?" batin Meira entah kenapa merasa senang.

####

Helaan nafas lega keluar dari bibir Meira setelah ia menyelesaikan panggilan alamnya. Cewek itu kembali berjalan menuju kantin dengan langkah pelan disertai nyanyian-nyanyian kecil dari bibirnya. Di pertengahan koridor, Meira berhenti lalu menatap sekitar.

"Jalan kantin kemana, yah? Kok aku bisa lupa, sih? Aduh... Meira! Jadi orang itu jangan pelupa dong!" gerutunya pada diri sendiri saat melupakan jalan menuju kantin padahal tadi jalan ke toilet ia ingat.

Meira mengambil nafas dalam lalu menghembuskannya pelan.

"Ya Allah jangan bikin Meira tersesat, yah?" cewek itu tersenyum lalu kembali melangkah. Di depan sana, ia melihat ada dua persimpangan tanpa petunjuk arah.

Langkah Meira kembali berhenti dengan alis berkerut bingung.

"Ini belok kanan atau kiri, yah? Kok pakai ada dua belokan segala, sih? Gak bisa apa satu doang?!" Meira kembali menggerutu dengan bibir cemberut.

"Ya Allah, Meira lapar... Tapi belum ketemu kantin juga." cewek itu cemberut, lalu kembali menatap dua belokan di depannya.

"Kalo aku belok kanan terus nyasar ke tempat seram gimana? Ah, belok kiri ajalah!" Meira melangkahkan kakinya ke belokan kiri, namun baru di ujung belokan ia kembali berhenti.

"Kalo misalnya tempat seram itu ada di sebelah kiri gimana dong? Ah, belok kanan ajalah!" cewek itu berbalik lalu memantapkan langkahnya ke kanan tanpa berhenti lagi.

Di ujung belokan kanan, langkah Meira kembali berhenti lalu mengedarkan pandangan. Terdapat warung tidak terlalu besar di sana, dan yang membuat Meira bingung adalah, kenapa semua pengunjungnya laki-laki?

Lalu di mana Dita dan Bella?

Meira maju satu langkah. Suasana di warung itu begitu ramai dengan suara tawa anak laki-laki. Hingga akhirnya sebuah suara membuatnya tertegun di tempat.

"Wah, ada cewek, guys!" Meira menatap ke arah cowok berambut ikal dengan tampilan acak-acakan namun sedikit tampan.

"Wah, mana?"

"Siapa?"

"Jangan bercanda lo!"

"Mana mungkin ada cewek berani ke sini!"

Diam-diam Meira meringis mendengar sahutan-sahutan cowok itu.

"Gue beneran. Noh, di ujung lorong!" cowok yang berseru itu menunjuk Meira dengan dagu, kontan semua mata anak laki-laki yang ada di sana serempak menatap Meira yang membeku di kakinya.

Cewek itu meneguk kasar ludahnya saat seorang cowok berambut gondrong terikat dengan penampilan acak-acakan seperti yang tadi menghampirinya.

"Hay, manis. Cari siapa?"

Meira tersenyum kikuk lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sepertinya ia salah masuk tadi dan terdampar di tempat yang benar-benar seram.

"A-aku... Mmm... A-ku...."

"Santai aja kali." Cowok itu menepuk pelan kepala Meira hingga sang empu tersentak kaget.

Cowok gondrong—dengan name tag Bagus Baskara—tertawa melihat kelucuan wajah Meira saat kaget. Mata cewek itu membulat dengan bibir sedikit terbuka.

"Huu, modus lu, Gus!"

"Anak orang jangan bikin baper, woy!"

Bagus hanya tersenyum lebar ke teman-temannya lalu kembali menatap Meira yang sepertinya ketakutan.

"Meira Annastasia...." nada cowok gondrong itu seperti mengeja nama Meira. Dengan cepat Meira menyilangkan tangan di depan dada saat mata cowok itu mengarah pada name tag bajunya.

Bagus kembali tertawa hingga membuat Meira mengernyitkan alis.

"Santai aja kali. Gue cuma liat name tag lo doang, bukan 'itu' lo."

Walaupun Meira sudah tahu, ia tetap saja merasa malu hingga tampak warna kemerah-merahan di pipinya.

"Gemes sih, gue pengen cubit pipi lo." Mata Meira melotot saat mendengar ucapan Bagus. Terlebih saat tangan cowok itu hendak mencubit pipinya jika saja ia tidak cepat menghindar.

"Ma-maaf... A-aku tadi cuma salah j-jalan. Pe-permisi."

Meira membalikkan badannya berniat meninggalkan tempat itu. Namun cekalan Bagus di tangannya membuat ia berhenti dan kembali berbalik.

"Plisss... Jangan apa-apain aku. A-aku cuma salah jalan." Bagus terkekeh lalu mengacak rambut Meira hingga sang empu menatapnya tidak suka.

"Siapa yang mau apa-apain lo, sih?"

"Terus? Kenapa tahan aku? Aku kan mau pergi dari sini." dengan sekuat hati Meira memberanikan diri berbicara tanpa gugup di depan Bagus. Walau sebenarnya lututnya sudah lemas.

Bagus tidak menjawab, sebab matanya jatuh pada sebuah jaket yang ada di lengan Meira. Alis cowok itu mengernyit saat jaket tersebut tidak asing di matanya. Sekali tarikan jaket itu sudah berada di tangan Bagus.

"Eh? Kamu apa-apaan, sih?! Kembaliin jaket itu! Itu punya orang tau!" Meira berusaha mencapai jaket tersebut. Tinggi badannya yang hanya sebatas bahu cowok itu menyebabkan Meira harus berjinjit.

Bagus menjauhkan jaket itu dari Meira lalu merentangkan jaket itu di hadapannya.

"Guys, sini lo semua!" panggil Bagus kepada teman-temannya. Sekitaran 6 anak laki-laki langsung berlari ke arah mereka membuat Meira sedikit takut.

"Kenapa, Gus?"

"Eh, Itu jaket kok gak asing, yah?"

"Punya siapa itu?"

Bagus menatap satu persatu temannya lalu fokus pada jaket berlambang kepala Singa mengaum bermata tajam itu. Detik berikutnya mata Bagus membola saat melihat nama yang tertera di bawah lambang kepala Singa tersebut. ALKAVERO MAHARDIKA. Tulisan itu begitu tebal hingga membuat semua anak laki-laki tersebut saling memandang satu sama lain.

"Kok, jaketnya si Bos ada di lo, Gus?" tanya Cowok beralis tebal dengan rambut coklat.

"Bukan gue, tapi cewek ini," jawab Bagus, menunjuk dengan dagunya pada Meira yang tertunduk.

Semua mata mengarah pada Meira.

"Lo kenal sama Alka?" tanya seorang cowok berambut hitam pekat yang sedikit acak-acakan namun sangat tampan. DEVAN ARDEON, itu yang Meira dapat baca dari name tag cowok tersebut.

Meira menggeleng pelan hingga membuat Devan mengernyit heran. Cowok itu mengambil jaket yang ada di tangan Bagus.

"Terus kenapa jaket ini bisa ada di lo?" tanya Devan lagi. "Selama 17 tahun gue temenan sama Alka, gak pernah tuh, dia mau minjemin gue barang-barangnya. Bahkan yang terkecil sekalipun," lanjutnya.

Meira semakin menunduk. Dia ingin menjawab namun lidahnya terasa keluh saat merasakan tatapan mengintimidasi dari Devan.

Devan menghela nafas lalu menepuk kepala Meira pelan hingga cewek itu menatapnya. Ada raut takut di sana hingga membuat Devan sedikit tidak enak.

"Gak usah takut gitu. Kita gak makan orang, kok, santai aja."

Meira menghela nafas lega kemudian tersenyum kecil pada Devan.

Meira menceritakan kejadian tadi pagi yang ia lihat dan alami dengan Alka hingga membuat Devan dan teman-temannya mengerti.

"Alka dikroyok?" sahut salah satu di antara mereka. Meira mengangguk sebagai jawaban.

"Kok, Alka gak kasih tau kita, sih?!" kini Bagus yang angkat suara, terlihat kilatan amarah di mata cowok itu.

"Kalian semua tenang aja, Alka gak kasih tau kita karna pasti dia bisa selesaiin ini sendiri. Lo tau kan, gimana prinsip Alka?" seru Devan.

"Selagi bisa menghadapi sendiri, tidak usah merepotkan orang lain!" serempak mereka menjawab, membuat Devan tersenyum dan mengangguk. Itulah prinsip Alka. Dia tidak pernah mau merepotkan orang lain selagi masih bisa menyelesaikannya sendiri.

"Jadi lo ke sini mau ngapain?" Devan beralih pada Meira.

"Tadi a-aku mau ke kantin. Tapi lu-lupa jalannya ke mana." Meira masih saja gugup walau tetap berusaha memberanikan diri.

"Lo anak baru di Garuda?"

"Iya."

Devan mengangguk. Pantas saja dia tidak tahu bagaimana Alka.

"Mau gue anterin ke kantin?"

"Eh? Ga-gak usah, Kak! Aku tau, kok, sekarang," sahutnya kikuk.

Devan mengangguk saja. Toh, dia juga tidak mau memaksa cewek itu.

"A-aku duluan Kak. Tolong bilang ke Ka-kak Alka, makasih udah minjemin jaketnya ke aku." Devan terkekeh lalu menjawab.

"Ngapain harus gue kalo orangnya aja ada di belakang lo?"

Terpopuler

Comments

Imam Sutoto Suro

Imam Sutoto Suro

good job thor lanjutkan

2022-12-21

0

dR😊

dR😊

entah keberapa kali ya aku baca ni novel..gak pernah ada kta bosen..

2021-12-13

0

Kirana

Kirana

top

2021-06-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!