Kring ..., Kring ..., Kring ...
Ponselnya Sekar kembali berdering, dengan sigap Nia mengangkatnya, lalu memberikan smart phone berwarna hitam itu pada Sekar.
“Danil, mau ngomong sama loe,” ucap Nia, sambil menyerahkan ponselnya pada Sekar.
Sekar menatap benda tipis berwarna hitam yang menunggu diambil oleh dirinya. Namun kemudian dia menggelengkan kepalanya.
Sekar malas mengangkat panggilan Danil, tapi Nia memaksanya untuk mengobrol dengan mantan kekasihnya tersebut.
Sekar masih menggelengkan kepalanya, saat Nia mulai kesal karena Sekar tidak juga nengambil ponselnya.
“Angkat enggak!” kata Nia berbisik, namun tegas.
“Enggak mau,” jawab Sekar, sambil merebahkan tubuhnya di kasur.
“Jawab, sekarang Sekar!” pinta Nia dengan tegas.
Ia memaksa dan memberikan ponselnya pada Sekar, dengan malas Sekar mengambilnya.
“Hallo,” sapanya.
“Bee,” panggil Danil.
Sapaan Danil terdengar sangat menenangkan. Terlebih dia mengucapkan dengan lembut, seperti saat mereka masih menjalin kasih.
Hal ini membuat Sekar terlena, dia sangat merindukan panggilan khas dari Danil.
Mas, mengapa cara memanggil mu masih sama? nada suara mu yang menenangkan dan berat.
Dejavu!
“Iya mas,” jawab Sekar. Ia pun menjawab sapaan Danil dengan panggilan sayang saat mereka masih bersama.
Sekar berusaha mengontrol suaranya. Debaran di dadanya berdetak sangat cepat. Pagi ini jantungnya di paksa berolahraga berat.
“Sudah dengar Bee ...,” ucap Danil, tanpa melanjutkan kata-katanya.
“Iya mas, Sekar sudah di beri tahu. Tadi pagi ayah sudah berbicara ...," ada jeda, kedua nya terdiam, sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"Bee."
"Siang ini ..., mas akan datang bersama keluarga besar, kita bertunangan dan sebulan kemudian akan menikah,” ucap Sekar melanjutkan ucapannya yang belum selesai, terdengar tidak bersemangat.
“Mas juga baru diberi tahu,” ucap Danil.
"Mas."
"Iya Bee."
"Apakah tidak ada yang dapat kita lakukan?"
"Mas akan mencari jalan keluarnya."
"Baiklah mas."
"Saat ini tidak ada yang dapat kita lakukan Bee. Kita tidak dapat melawan perintah kedua orang tua kita."
"Kita tidak bisa menolaknya kah?” tanya Sekar berharap.
“Maaf, untuk saat ini tidak bisa Bee,” jawab Danil.
"Baiklah mas."
“Mas masih memikirkan jalan keluarnya Bee."
"Baiklah mas."
"Mari kita bermain sinetron untuk sementara waktu,” pinta Danil sama lesu nya dengan Sekar.
“Iya” jawab Sekar.
Danil sadar, saat ini Sekar masih shock dan tidak terima di jodohkan dengan dirinya, dan dia pun masih belum percaya apa yang mamah dan papahnya minta.
“Mmm...Bee,” panggil Danil.
“Iya mas.”
“Semalam mas berantem sama Ryan," ucap Danil masih terdengar walau berbisik.
"Sekar sudah tahu mas, dari Adit."
"Sumpah bukan mas yang mulai,” kata Danil berusaha menjelaskan.
“Tidak apa apa mas,” jawabnya
“Maaf Bee,” ucap Danil meminta maaf.
“Tidak apa-apa mas,” jawabnya sekali lagi
“Ok kalau begitu, sampai nanti Bee,” kata Danil.
“Mas,” panggil Sekar.
“Iya Bee.”
“Eng... enggak jadi.”
“Apa Bee? mas mendengarkan,” ucap Danil.
“Tidak jadi,” katanya lemas.
“Baiklah, mas tagih nanti saat kita bertemu."
"Tidak jadi mas."
"Tidak ada bantahan Bee. Sampai nanti siang,” pamit Danil mengakhiri pembicaraan singkat dengan Sekar.
Sekar terdiam, menyimpan ponselnya di atas tempat tidur. Mengambil bantal dan membenamkan wajahnya.
AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!
Sekar berteriak sekuat tenaga, mengulangnya hingga tiga kali. Sedikit lega namun masih ada yang mengganjal.
“BEE!!!"
"Kenapa masih ...,” ucap Sekar.
"Suara nya, kenapa begitu menenangkan?"
"Seakan mengulang masa itu, dejavu!"
Nia menatap sahabatnya saat ini. duduk di depannya dan merapihkan rambutnya.
“Kalian tuh masih saling sayang tahu, tapi gengsi” kata Nia kesal.
"Nia, jangan bicarakan hal yang tidak masuk akal."
"Makan tuh gengsi!"
"Siapa yang gengsi?" tanya Sekar.
"Basi banget deh," Nia semakin kesal dengan jawaban Sekar.
"Mendingan sekarang mandi, biar terlihat lebih segar," pinta Nia.
Sekar masih belum beranjak dari duduknya, tatapannya jauh menatap keluar jendela.
"Nikahnya kan baru bulan depan, apapun bisa terjadi dalam waktu yang singkat ini,” ucap Nia sambil memilih baju yang cocok untuk Sekar pakai di acara pertunangannya siang ini.
"Ni ...,"
"Iya tahu. Benar kan, apa yang gue bilang. Kalian tuh masih saling cinta," ucap Nia tersenyum penuh kemenangan dapat meng-skakmat Sekar.
"Jangan sok tahu."
"Siapa yang sok tahu???"
Sekar mengangkat jari telunjuknya, dan menunjuk Nia.
"Loe boleh bohongi semua orang dengan sikap menolak, ucapan yang ketus, dan wajah nelangsa loe ini. Tapi itu tidak berlaku buat gue."
"Loe tuh cuma bingung satu hal sebenarnya. Ryan!"
"Apa sih Ni," Sekar terlihat kaget dan kesal.
"Benar kan?" tanya nya penuh selidik. "Ayo sekarang mandi, dandan itu butuh waktu sayang," pinta Nia lebih mirip perintah.
Dengan langkah gontai, Sekar bangkit dan menuruti perintah Nia, sebelum dia semakin cerewet.
Dengan cekatan Nia menyiapkan semua yang dibutuhkan Sekar. Mengambil kebaya berwarna peach dipadu kain batik dengan yang senada.
Tidak lama kemudian Sekar keluar dari kamar mandi. Ia terlihat lebih segar, namun wajahnya masih saja di tekuk.
Tanpa membuang waktu Nia langsung meriasnya. Setengah jam kemudian Sekar sudah berubah menjadi seseorang yang berbeda, berkat tangan ajaib Nia.
"Ceria dong Kar," pinta Nia. "Sudah di telepon sama calon tunangan juga."
Sekar hanya diam, sama sekali tidak menanggapi ucapan Nia. wajahnya terlihat datar, tidak ada senyuman.
"Percaya satu hal Kar, bahwa restu orang tua adalah harga mati menuju sebuah kebahagiaan."
"Sok tua, cocok temenan sama bunda."
"Mungkin loe tidak bisa menerima keputusan ayah saat ini. Loe tuh masih kaget, kita lihat siang nanti. Apapun bisa terjadi."
"Iya ah bawel!"
“Kar, apapun yang terjadi berusahalah untuk melakukan yang terbaik."
"Sekar, dengan tulus guw mendukung apa pun yang akan loe lakukan, selama masih mrnggunakan akal sehat."
"Satu yang harus diingat, tidak ada orang tua yang mau ngejerumuskan anaknya.”
Sekar mengangguk, dan sekali lagi memandang dirinya di depan cermin seakan-akan tidak percaya akan apa yang sedang menimpanya saat ini.
“Kamu sudah siap sayang?” tanya bunda Rianti yang tiba-tiba masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
“Masa bunda tidak sadar sih, anaknya yang sedikit bawel itu sudah terlihat sangat cantik,” ucap Nia berusaha mencairkan suasana yang sedikit tegang antara ibu dan anak.
“Kamu juga cantik Nia, sudah semestinya menikah,” kata bunda.
“Belum saatnya bunda, Adit lagi nabung dulu. Kalau sudah terkumpul banyak baru nikah,” kata Nia.
Bunda doakan semoga tabungan kalian cepat terkumpul," ucapnya tulus.
"Aamiin, terima kasih bunda."
“Sekar ayo turun, mas kamu sudah datang,” perintah bunda sambil mengajak Nia.
“Sebentar lagi, Nia sama Sekar turun bunda,” jawab Nia.
“Bunda tunggu di bawah ya, jangan lama-lama loh. Kasian Danil.”
"Siap bunda,” jawab Nia.
“Kasian Danil, emang bunda enggak kasian sama gue yah?” tanya Sekar putus asa.
“Kar, siap?” tanya Nia, yang tidak peduli dengan omelan sahabatnya.
“Senyum dulu dong” katanya sambil membentuk bibir Sekar agar tersenyum.
“Perfect, cantik pake banget,” kata Nia.
“Ayo saatnya menemui pangeran,” ajak Nia.
Sekar mengangguk walaupun terlihat jelas anggukkan kepalanya terasa berat.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Tatik Sri Mulyani
makin penasaran teh 🥰
2020-08-03
2
@ SARINAH
semakin suka baca novel ini
2020-08-03
2
💋Dinda 💕
tulisan nya apik...aku suka ☺
2020-07-30
2