If Only

If Only

permulaan

Hai semua! Aku Sofia Hanlim. Biasa aku di panggil Sofia. Aku tinggal di sebuah apartemen milik ayahku, sedangkan beliau memilih tinggal sendiri dengan beberapa pelayan dirumah. Ibuku sudah meninggal sekitar setahun yang lalu. Aku sempat terpuruk dan jatuh sakit, lalu aku menyadari ini bukan akhir dari segalanya. Aku mulai bangkit dengan bantuan orang orang di sekitarku. Aku berfikir aku pasti bisa hidup dengan baik tanpa harus menghapusnya. Aku punya pacar bernama Randu Winaja. Kami sudah menjalin hubungan sejak lulus SMA sampai kami sama sama menyelesaikan kuliah dan akhirnya bekerja. Meskipun terkadang sibuk, tapi kami selalu meluangkan waktu untuk sama sama melepas rindu.

Malam ini cuaca cukup bagus. Aku duduk di balkon yang kebetulan langsung menghadap ke pemandangan kota. Aku tersenyum saat melihat lampu yang berkedip-kedip di atas salah satu gedung apartemen. Di sana lah Randu tinggal, meskipun jauh aku bisa tau letak gedungnya bahkan saat malam hari. Tiba tiba ponselku berdering. Dia meneleponku.

"Halo"

"Kau pasti sedang duduk di balkon"

"Jangan sok tau"

"Wah, apa kali ini tebakanku salah?"

"Tidak. Kau tidak pernah salah"

"Masuklah sebentar lagi, kau bisa masuk angin nanti"

"Eung. Kau dimana?"

"Sedang di ruang kerja. Pekerjaanku menumpuk dan sepertinya aku harus lembur"

"Tidak apa apa. Kau selesaikan dulu pekerjaanmu"

"Kau tidak merindukan ku?"

"Tidak ... Sudah sana"

"Aku di usir?"

"Aku mengantuk kau tau"

"Baiklah. Sekarang pergi tidur atau aku yang akan menidurimu"

"Aisssh ... Dasar otak mesum!"

"Tidak ada yang mempermasalahkan hal itu. Sekarang pergilah tidur"

"Oke ... Selamat malam"

Aku langsung mematikan teleponnya karena kalau dibiarkan malah semakin panjang dan pekerjaannya akan terabaikan. Aku menghela nafas, aku benar benar bahagia bisa memilikinya. Dia yang tak pernah tampak lemah di hadapanku dan berusaha menjadi penguatku.

Aku merebahkan tubuhku. Mulai menghitung hari karena seminggu lagi aku dan Randu akan bertemu dan kami sudah berencana untuk pergi berlibur ke suatu pulau yang katanya cantik seperti aku. Aku selalu ingin tertawa ketika dia bicara seperti itu. Aku memejamkan mataku yang sudah cukup lelah dan mengistirahatkan tubuhku.

__________________________________________

Aku tidak tahu, tapi waktu sepertinya begitu cepat berputar. Aku sudah bangun sejak pagi tadi dan sudah bersiap siap sejak beberapa jam yang lalu. Aku tidak ingin menunggu karena aku tau Randu pasti akan terlambat.

Setelah hampir satu jam menunggu, pintu apartemen ku berbunyi menandakan ada seseorang yang berhasil membukanya dan itu adalah Randu. Aku langsung berdiri dan memeluknya.

"Aku rindu" ucapku.

"Baru juga sebulan yang lalu bertemu" Randu mengelus rambutku.

"Sebulan kau bilang, kau tak mengerti bagaimana rasanya menahan rindu" ucap ku kesal. aku melepaskan pelukannya lalu berjalan mengambil tas ransel yang berisi beberapa pasang baju dan make up. Setelah berdebat cukup lama kami turun menuju basemant dan langsung melaju dengan mobil kesayangannya.

Sepanjang jalan aku hanya bernyanyi dengan suara yang bisa merusak gendang telinga. Namun Randu malah terlihat menikmati dengan kepala yang bergerak kesana kemari.

"Suaraku bagus kan?" Tanyaku dengan percaya diri.

"Bagus sekali" jawabnya sambil mengacak rambutku. "Dimana kau les menyanyi?" Tanyanya.

"Di kamar mandi" jawabku sambil tertawa.

"Oh pantas saja waktu itu shower di kamar mandimu rusak. Rupanya karena mendengar suaramu yang bagus ini" ucapnya.

"Kau mengejekku" aku mencubit pipinya dan membuatnya mengaduh kesakitan.

"Sakit ... Aku akan menciummu lihat saja nanti" celetuknya kesal. Aku hanya tertawa karena ekspresi nya yang begitu manis. Aku memeluk lengannya dan menyandarkan kepalaku di pundaknya. Setiap hari aku hanya semakin menyayanginya. Bukan apa apa, dia menjadi salah satu alasan aku masih bertahan sampai saat ini.

"Aku sayang padamu, sangat" ucapku.

"Aku juga sangat sangat menyayangimu" Randu mencium pucuk kepalaku. Aku semakin memeluk lengannya erat. "Apa kau sudah memberi kabar pada ayahmu?" Tanyanya.

"Sudah. Ayah juga pergi kemarin ... Aku baru tau" jawabku.

"Pergi kemana?" Tanya Randu.

"Biasa ... Pergi memancing ke laut bersama teman temannya" jawabku singkat. Aku dan ayah memang jarang berkomunikasi.

"Kenapa kau tidak ikut dengan ayahmu saja?" Tanyanya. Aku melepas pelukanku.

"Aku tidak suka memancing ikan ... Aku lebih suka memancing keributan denganmu" jawabku sambil tertawa.

"Kalau begitu ayo membuat keributan" ucapnya yang kemudian ikut tertawa.

Setelah beberapa jam, akhirnya kami sampai di sebuah pulau yang luar biasa cantiknya. Kami berjalan bergandengan tangan, angin yang nakal merubah tatanan rambutnya. Sial, membuatnya semakin seksi.

"Jangan melihatku begitu" tukas Randu. Aku yang terciduk langsung pura pura batuk.

"Siapa juga yang melihatmu" ucapku mengelak.

"Sudah ketahuan tapi tidak mau mengaku" ujarnya sewot. Aku hanya tertawa lalu kami kembali berjalan jalan menikmati pantai.

____________________________________

Aku baru keluar dari kamar mandi. Randu yang sedari tadi hanya bermain dengan ponsel langsung meletakkannya dan bergegas masuk ke kamar mandi. Aku melangkah ke atas tempat tidur lalu meraih tas ku untuk mengambil make up. Tiba tiba ponsel Randu berdering, aku hendak mengangkatnya tapi telponnya sudah mati. Aku kembali meletakkan ponselnya, tapi tidak jadi karena ada sebuah notifikasi pesan. Tanpa pikir panjang aku langsung membukanya. Aku mengerutkan keningku.

"Ji Han?" Aku langsung mengenali seseorang yang mengirimi pesan kepada Randu. "Untuk apa dia mengirim pesan pada Randu?" Tanyaku dalam hati. Aku langsung membaca pesannya dari awal.

"Kau sedang di pulau XX ?"

"Darimana kau tau?"

"Kebetulan aku juga berada disini karena ada urusan bisnis"

"Oh ya? Kebetulan sekali"

"Ayo bertemu"

"Untuk apa?"

"Aku tidak bisa. Maaf"

"kenapa?"

"Sekali saja"

"Aku besok sudah kembali ke rumah"

"Baiklah"

"Sebentar saja"

"Oke"

"Aku tunggu di restoran XX"

"Oke"

Aku mengeratkan genggamanku pada ponsel milik Randu. Tiba tiba emosiku ingin meledak. Aku tidak pernah mencurigainya. Aku selalu percaya, dan bodohnya detik ini juga aku masih percaya. Aku langsung meletakkan ponselnya saat kulihat pintu terbuka. Randu keluar dengan celana jeans hitam dan kaos putih. Dia berjalan ke arah cermin.

"Aku akan keluar untuk membeli makanan" ucap Randu. "Apa kau mau ikut?" Tanyanya. Aku sedikit mempertimbangkan.

"Bisa bisanya dia beralasan ingin membeli makanan" ucapku dalam hati.

"Ikut tidak?" Tanyanya lagi. Aku menggeleng.

"Aku disini saja. Cepatlah kembali" ujarku. Tiba tiba keinginanku untuk mengikutinya sedikit menghilang. Aku seperti merasa bersalah untuk tidak percaya dengan manusia polos seperti Randu.

"Iya. Sebentar saja" Randu mengambil dompet, jaket dan ponselnya. Randu mencium keningku tiga kali dan setelahnya pergi. Aku menghela nafas.

"Semoga aku tidak salah mempercayainya" gumamku. Aku merebahkan tubuhku, rasanya aku sedikit tak enak badan. Maka dari itu aku mengurungkan niatku untuk mengikuti Randu.

[23:05]

Aku tiba tiba terbangun dari tidurku. Aku langsung mengecek jam.

"Randu belum pulang juga?" Tanyaku pada diri sendiri. "Apa ini yang dia maksud sebentar?" aku sudah berfikir buruk. Aku langsung turun dari kasur dan langsung berganti baju. Aku memakai jaket couple yang dibelikan Randu bulan lalu. Rencana kami akan memakainya saat bertemu lagi. Tapi malam ini dia benar benar asik sendiri. Aku langsung memanggil taksi dan pergi ke restoran XX.

Sesampainya disana, aku tak menemukan Randu maupun Ji Han. Aku malah bertemu kak Zoya dan suaminya kak Raksa. Mereka berdua adalah kakak kelasku dulu yang memutuskan untuk menikah muda.

"Sofia!" Panggil kak Zoya. Aku langsung menoleh. "Kau mau kemana? Mencari siapa?" Tanyanya.

"Kak Zoya ... Tidak aku tidak mencari siapa siapa" jawabku gugup. "Kalian berdua saja?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Iya ... Ibu mertua ku terus menyuruh kami berbulan madu" jawabnya dengan sedikit kesal.

"Kenapa kau kesal begitu? Kalau kau tidak mau ya tinggal bilang saja" celetuk kak Raksa.

"Aku kan menantu yang baik" ucap kak Zoya. Aku hanya memutar bola mataku malas.

"Oh iya ... Bukannya tadi kau di pantai bersama Randu?" Tanyanya lalu menunjuk ke pantai. Aku mengerutkan keningku.

"Pantai?" Tanyaku. "Ah iya tadi aku ke toilet sebentar" aku mencoba untuk tetap tenang.

"Oh gitu" kak Zoya mengangguk-anggukan kepalanya. "Kalau begitu kami pergi duluan ya" kak Zoya dan kak Raksa pun berlalu pergi. Aku menghela nafas. Aku langsung berlari ke tempat yang di tunjuk kak Zoya tadi. Firasat ku buruk. Benar saja, aku melihat sesuatu yang tidak mengenakkan mata. Aku langsung berlari mendekat.

"RANDU!!"

BERSAMBUNG......

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!