Aku masih terdiam di depan komputer ku. Semenjak pertemuan terakhirku dengan Abian, aku jadi sering melamun. Nama itu benar benar tidak asing di telingaku, tapi aku jugak tidak bisa menolak kenyataan bahwa aku masih memikirkan Randu. Dia meneleponku berkali kali tapi aku sama sekali tidak berniat untuk mengangkat telponnya. Aku yakin kabar meninggalnya ayahku pasti sudah sampai di telinganya. Aku juga belum pernah kembali ke apartemen semenjak meninggalnya ayah. Aku jarang dirumah karena harus ikut om Haris untuk belajar mengurus bisnis ayah. Aku menghela nafas, aku kemudian melihat jam yang ada di komputer. Tiba tiba HP ku berdering lagi. Kali ini aku mengangkatnya.
"Sofi"
"Eung" jawabku. Suara Randu terdengar lirih.
"Aku minta maaf"
"Untuk apa?" Tanyaku.
"Aku tidak berniat menyakitimu, aku dan Ji Han tidak ada hubungan apa apa ... Aku sudah mencarimu, tapi kamu entah kemana perginya"
"Begitu?" Tanyaku. Tiba tiba air mataku turun perlahan. Aku terisak kecil.
"Jangan menangis ... Aku minta maaf"
"Apa kau sudah selesai? Aku ingin tidur sekarang" aku menghapus jejak air mataku.
"Aku akan menjemputmu"
"Untuk apa lagi?" Tanyaku panik.
"Kau tau aku sama sekali tidak ingin berpisah denganmu"
Sambungan langsung terputus saat aku ingin menolak. Aku menghela nafas, ini pasti menjadi sangat sulit.
Setelah hampir setengah jam, Randu benar benar menjemput ku. Seperti biasa, dia selalu keliatan tampan. Kami sama sama canggung, bahkan saat di dalam mobil. Kami makan di restoran yang biasa kami datangi. Aku tidak bertanya apapun, sedari tadi cuma dia yang bicara panjang lebar. Dia bahkan dengan mudah melupakan pertengkaran kemarin.
Aku menoleh keluar, seketika tubuhku menegang kala menyadari sedari tadi Abian terus memandangiku dari luar. Padahal dia bukan siapa siapa tapi tatapannya seperti hendak membunuh. Aku tersentak saat Randu mengambil tanganku. Aku memberanikan diri menatapnya.
"Ayo berbaikan, aku minta maaf" ucapnya.
"Kau fikir dengan meminta maaf semuanya kembali seperti semula?" Tanyaku.
"Biarkan aku yang berusaha mengembalikannya seperti semula" ucap Randu.
"Termasuk kepergian ayahku?" Tanyaku lagi. Randu terdiam dan menatapku sendu.
"Kau ingin aku menggantikan ayahmu?" Tanya Randu. "Akan kulakukan jika itu maumu, aku tau rasanya berada diposisi mu sekarang ini. Aku tau sampai kapanpun aku tidak akan bisa mengembalikan ayahmu, tapi biarkan aku tetap bersamamu menggantikan tugas ayahmu" tambahnya. Aku memandangnya lekat. Aku tau dia tidak berbohong dengan ucapannya, aku bisa melihat itu di matanya. Tiba tiba aku menangis dan Randu langsung memelukku. Aku merasa aku yang paling bersalah disini, aku bahkan tidak membiarkan ia menjelaskan apapun. Aku meremas bajunya erat dan membiarkan sesak di hatiku berangsur menghilang.
Setelah cukup lama aku merasa baik baik saja. Kami pun sudah mulai seperti biasanya. Aku tidak mau bersikap munafik, aku benar benar mencintainya. Saat kami sedang bercanda, om Haris tiba tiba meneleponku.
"Halo om?" Sapaku.
"Halo Sofi ... Kau dimana?"
"Aku sedang makan diluar ... Ada apa om?" Tanyaku.
"Nanti akan ada yang jemputmu disana"
Aku mengerutkan keningku. "Siapa? Mau kemana om?" Tanya ku bingung.
"Tunggu saja, sebentar lagi dia akan sampai"
"Tapi om ..." Sial, sambungan terputus. dengan kesal aku meletakkan ponselku.
"Ada apa?" Tanya Randu bingung.
"Bukan apa apa ... Sepertinya kau pulang sendiri saja ya ... Suruhan om Haris akan menjemputku" jawabku. Aku sudah yakin Randu pasti akan kebingungan.
"Mau kemana?" Tanyanya heran.
"Tidak tau ... Mungkin ada undangan bisnis" jawabku asal. Randu mengangguk mencoba mengerti. "Tidak apa apa kan?" Tanyaku.
"Tidak apa apa kok" jawabnya sambil tersenyum. "Susah ya jadi orang sibuk" ucapnya sambil tertawa. Aku mencubit lengannya sehingga membuatnya mengaduh.
"Aku pasti sering sering datang ke kantormu" ujarku sumringah. "Sekarang ayo keluar" ucapku.
Aku dan Randu keluar dengan bergandengan tangan. Aku memeluk lengannya, aku rindu parfumnya. Randu yang gemas hanya mengacak rambutku. Tiba tiba langkah kami terhenti, aku terkejut saat tau bahwa Abian masih menunggu diluar. Tiba tiba dia melangkah menghampiriku.
"Ayo naik" ajak Abian. Aku mengerutkan keningku. "Bukannya om Haris sudah menelepon mu?" Tanyanya. Aku kembali di buat bingung. Tapi akhirnya aku ikut dengan Abian setelah berpamitan dengan Randu.
Di dalam mobil aku hanya terdiam, antara kesal dan heran. Bagaimana bisa om Haris mengirimkan pria itu untukku.
"Jangan terlalu memikirkanku" celetuk Abian yang langsung membuat ku melirik kesal.
"Terlalu percaya diri itu tidak baik untuk kesehatan mental" ucapku ketus.
"Memang kenyataannya kau sedang memikirkanku kan?" Tanya Bian. Aku tertawa sinis.
"Kau bukan sesuatu yang penting ... Untuk apa aku memikirkanmu" jawabku masih ketus. Bian malah tertawa kecil.
"Apa dia pacarmu? Yang bersamamu tadi?" Tanyanya.
"Itu bukan urusanmu" jawabku singkat.
"Jangan dekat dengannya lagi" aku langsung menoleh saat mendengar ucapannya.
"Kau siapa? Kau bukan siapa siapa!" Aku benar benar dibuat kesal setengah mati.
"Aku tidak menyukainya" Jawab Bian. Astaga, aku benar benar akan meledakkan emosiku di wajahnya.
"Berhenti ... Aku bilang berhenti!" Teriakku kesal. Benar saja mobil langsung berhenti.
"Sudah ... Kau mau apa?" Tanya Bian.
"Pergilah, jangan pernah muncul lagi" ucapku ketus. Aku hendak membuka pintu.
"Jika aku tidak muncul lagi, laki laki itu juga tidak akan pernah muncul lagi" ucapnya dengan tenang. aku menoleh dengan ekspresi terkejut dan marah.
"Jangan macam macam" ucapku. "Kau bukan siapa siapa, kau tidak berhak atas hidupku!" Aku kembali berteriak. Aku terkejut saat ia menghubungi seseorang.
"Hancurkan mobil dengan plat DC 231 ..." Aku langsung menutup mulutnya sebelum dia selesai bicara.
"Apa kau sudah gila?" Tanyaku marah.
"Aku sudah memberi peringatan untukmu" jawabnya santai tapi tatapannya tajam. "Aku bisa habisi dia sekarang juga" imbuhnya.
"Kau ini apa apaan?" Tanyaku kesal.
"sudah sekarang ayo kita pulang" bukannya menjawab, dia malah melajukan mobilnya. Sumpah demi apapun aku sangat membencinya.
Setelah sampai di rumah, aku langsung masuk tanpa mengucapkan apapun. Aku langsung masuk ke kamar dan merebahkan tubuhku.
"Dia fikir dia siapa? gila" Aku mengumpat di kamarku. "Dasar laki laki gila!!" Aku menjerit kesal. Aku ingin cepat cepat istirahat dan melupakan laki laki gila itu.
[Kantor ayah]
Hari ini lagi lagi aku harus ke kantor. Oh iya, ngomong ngomong aku sudah resign dari tempat kerjaku yang lama dan sekarang aku harus fokus pada perusahaan milik ayahku. aku mengikuti kemanapun om Haris pergi, rasanya melelahkan tapi semua demi ayah.
Aku sedang duduk di restoran yang ada di depan kantor ayah tepatnya sekarang adalah kantor ku. Aku sedang enak enaknya menikmati ice coffee kesukaanku. Tapi tiba tiba mood ku hancur seketika saat aku melihat Abian duduk di kursi yang ada di depanku. Aku sempat melayangkan tatapan tidak suka, tapi sepertinya dia bukan makhluk yang peka.
"Kenapa duduk disini?" Tanyaku kesal.
"Kenapa tanya begitu?" Oh tuhan, dia bertanya balik. Aku hendak menyuruhnya pergi, tapi ponsel ku lebih dulu berbunyi. Randu, aku cepat cepat mengangkatnya.
"Halo sayang" sapaku dengan suara lantang, untung saja restoran ini sedang sepi.
"kenapa kau memanggilku begitu?" Tanya Randu heran lalu tertawa kecil.
"tidak apa apa, hanya ingin saja" jawabku sambil tertawa.
"Kau dimana?" Tanya Randu. "Aku di depan kantormu sekarang" ucapnya. Aku langsung menoleh ke luar dan benar dia baru keluar dari mobil.
"Oke ... Tunggu disitu, aku keluar" aku langsung mengambil tas ku dan cepat cepat pergi. Aku melirik ke Abian sebentar, Aku sempat melihat raut wajah kesalnya, tapi apa peduliku.
Aku melambaikan tanganku dan berteriak memanggil namanya. Randu sontak menoleh dan tersenyum sampai matanya tidak kelihatan. Dia merenggangkan tangannya dan aku langsung masuk dalam pelukannya.
"Kau disini?" Tanyaku manja.
"Aku mengambil cuti" jawabnya sambil mengacak rambutku. "Ayo kita jalan jalan" ajaknya. Aku dan dia masuk ke dalam mobil.
Di dalam mobil, kami hanya bercanda dan bernyanyi sembarangan.
"Yang menjemput mu kemarin siapa?" Tanya Randu.
"Itu ... Suruhan om Haris" jawabku gugup.
"benarkah? aku lihat tatapan berbeda padamu" ucap Randu.
"berbeda?" Tanyaku. "itu hanya perasaanmu saja" imbuhku.
"eum, mungkin" jawabnya sambil mengacak rambutku lagi. Aku memandangi wajahnya, sekeras apapun aku berusaha aku tetap ingin terus mencintainya.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments