Aku baru selesai mandi dan kini sudah bersiap siap untuk merebahkan tubuhku. Tapi kakiku lebih memilih melangkah ke balkon. Sedari tadi fikiran ku tidak tenang, aku terus memikirkan Randu. Kami belum berkomunikasi sejak terakhir bertemu siang tadi. Dia bilang akan pulang ke apartemennya, tapi perasaanku benar benar tidak enak.
Aku masuk kembali dan merebahkan tubuhku. Aku mengambil ponselku dan mencoba menelponnya. Itu mungkin bisa menenangkan ku fikir ku. Cukup lama aku menunggu sampai akhirnya telponnya tersambung.
"kau kemana saja?" Tanyaku kesal.
"Halo ... Maaf saya menemukan ponsel ini dan pemiliknya di jalan. Ia dalam keadaan babak belur" jawab seseorang yang aku tau itu bukan Randu. Aku langsung terdiam. "Halo" ucap seseorang itu yang langsung menyadarkan ku.
"lalu sekarang dia ada dimana pak?" Tanyaku panik.
"saya membawanya kerumah sakit XX" jawab sang bapak. "saya mencoba menghubungi seseorang dengan ponselnya, tapi ponselnya memakai kata sandi" imbuhnya.
"Pak ... Tolong tunggu disana ya pak, saya segera kesana" ucapku. Tanpa berfikir panjang aku langsung mengambil dompet dan kunci mobil.
Aku melajukan mobilku dengan sangat kencang. Beruntung karena RS itu tidak terlalu jauh. Sepanjang perjalanan aku meremas stir mobilku dengan erat. Tadi dia bilang hanya ingin mampir sebentar kerumah Doni, teman sekolahnya. Tau begini aku tidak akan mengizinkannya, aku benar benar khawatir sekarang.
[Rumah sakit]
Aku langsung berlari menyusuri koridor setelah bertanya pada seorang resepsionis. Dan akhirnya aku sampai, aku bertemu dengan sang bapak yang langsung berdiri saat melihatku datang.
"apa yang terjadi pak?" Tanyaku yang masih ngos ngosan. Sang bapak pun menceritakan kronologi nya. beliau bilang dia melihat tiga orang dengan jas hitam masuk ke mobil dan langsung meninggalkan Randu sendiri. Aku langsung terdiam.
"Jas hitam?" Tanyaku. Sang bapak mengangguk. "Ciri cirinya pak?" Tanyaku lagi.
"Yang dua itu seperti seorang pengawal dengan seragam hitamnya. Sedangkan yang satu lagi memakai kaos putih dengan jas hitam" jawab sang bapak. Aku mengangguk anggukkan kepalaku, oke aku paham siapa dalangnya.
Aku masuk ke dalam dan sang bapak pergi setelah aku mengucapkan terima kasih sebanyak banyaknya. Aku mendekat, memandang wajahnya yang mirip seperti bayi itu.
"Randu" panggilku lembut. Perlahan matanya terbuka. Aku tidak sanggup menahan tangisanku saat melihat keadaannya.
"Kau disini? dengan siapa?" Tanyanya. Aku tidak bisa menjawab karena tangisanku menghalangiku. "Kau tau aku baik baik saja kan, kenapa menangis?" Tanyanya lagi.
Aku mengusap mataku pelan. "Kau tidak baik baik saja" jawabku yang kembali menangis, aku benar benar cengeng. "Aku minta maaf" ucapku dengar suara parau.
Randu mencoba untuk duduk dan aku langsung membantunya. "Kau tidak bersalah" ucapnya sambil tersenyum. Aku menggelengkan kepalaku kuat.
"Aku yang salah, aku tidak tau dia siapa sampai dia berani melukaimu seperti ini" ucapku sambil terisak. Randu mengelus rambutku pelan.
"Kau percaya, dia mungkin seseorang yang terobsesi padamu" ujarnya lalu tertawa. Aku yang kesal langsung mencubit pinggangnya.
"Aku serius" teriakku. "Yang mana yang sakit?" Tanyaku lembut. Randu sempat terdiam lalu mengambil tanganku dan mengarahkan ke dadanya.
"Hatiku yang sakit" ucapnya. Aku terdiam lalu menarik tanganku.
"Siapa yang menyakitimu?" Tanyaku. "Siapa yang berani menyakitimu hah?" Tanyaku yang sok berani.
"Orang yang juga mencintaimu" jawabnya.
"Apa maksudmu?" Tanyaku bingung.
"apa kau pernah mendengar bahwa saat kita mencintai seseorang kita bisa berubah menjadi egois?" Tanya Randu. Aku mengangguk.
"Apa aku harus egois juga untuk mencintaimu?" Tanyanya.
"Kau kenapa?" Tanyaku bingung. "Kau bicara apa?" Sumpah aku benar benar bingung. Bukannya menjawab, dia malah menarikku dan kemudian memelukku.
"Jangan pernah pergi lagi, eum?" Randu mengelus rambutku. "Kau tidak pernah tau bagaimana perasaanku untukmu" imbuhnya. Aku menggeleng.
"Aku tidak akan pergi lagi" jawabku. "Aku tidak tau sebesar apa cintamu ... Tapi aku bisa merasakan efeknya" aku mengeratkan pelukanku dan kemudian kami sama sama tersenyum.
[Rumah sakit; pagi hari]
Aku benar benar menemani Randu sampai pagi. Dia tidak mengizinkan aku untuk tidur di sofa, jadi kami berbagi tempat tidur. Sekarang waktunya aku untuk menyuapinya makan, dia persis seperti bayi.
"Buka mulutmu lebih lebar" ucapku.
"Kau tau kan aku ini terlalu mungil?" Tanyanya. Aku memandangnya sinis. "Aaa masukkan makanannya" ucapnya sambil membuka mulutnya lebar lebar.
"Iya ... Bayi mungilku" ucapku sambil mengacak rambutnya lalu memasukkan sesuap bubur di mulutnya.
"Apa aku terlihat seksi kalo rambutku berantakan begini?" Tanya Randu dengan percaya dirinya.
"Kau bukannya seksi, tapi lebih mirip pengamen" tukas ku lalu tertawa.
"Aku bingung kenapa aku masih mencintaimu bahkan saat kau sama sekali tidak memujiku" ucapnya penuh dengan sindiran.
"Aku juga tidak tau kenapa kau mencintaimu" ucapku sambil tertawa.
"karna kau cantik" ucapnya yang langsung membuat ku terdiam dan pipiku memerah. Melihat itu ia pun tertawa.
"Lucu, iya?" Tanyaku kesal. "Iya lucu? Menurutmu itu lucu?" Aku benar benar tidak tau kenapa aku bisa kenal dengan manusia satu ini. Bukannya menjawab, ia malah semakin tertawa sambil mencubit pipiku.
[Di perjalanan;kantor]
Aku sedang berada di perjalanan menuju kantor, aku akan bertanya pada om Haris tentang laki laki bajingan itu, om Haris pasti tau sesuatu. Sedari tadi aku tidak berhenti menggerutu karena terlalu kesal.
"Cihh ... Atas dasar apa dia berani berbuat seperti itu pada Randu?" Tanya ku pada diri sendiri. "Apa dia fikir dia jagoan? Aku benar benar ingin bertemu dengannya, agar aku bisa menonjok wajahnya itu" teriakku di dalam mobil.
Sesampainya di kantor, aku langsung menemui om Haris. Saat aku masuk ke dalam ruangannya, ia tampak terkejut kemudian tersenyum.
"Sofi boleh masuk?" Tanyaku. Om Haris sudah seperti ayahku sendiri, karena sedari kecil dia sering menggendong ku. Om Haris mengangguk dan aku langsung mengambil posisi aman.
"Ada apa Sof?" Tanya om Haris.
"Om ingat tidak laki laki berjas hitam yang datang ke pemakaman ayah?" Tanyaku to the point. Om Haris tampak berfikir.
"semua yang hadir disana memakai jas hitam Sofi" jawabnya sambil tertawa kecil. Dia masih saja menganggapku ini anak kecil.
"Yang datang paling akhir, apa om tidak ingat?" Tanyaku kesal. Om Haris menggeleng lalu kembali fokus pada laptopnya.
"Itu tidak penting, yang terpenting sekarang kau harus banyak belajar lagi" jawab om Haris. Aku langsung berdiri.
"Percuma saja aku disini" aku hendak pergi tapi suara om Haris menghentikanku.
"Kau mau kemana?" Tanyanya.
"Biar Sofi cari tau sendiri, om tau ... Laki laki itu sudah membuat Randu babak belur" jawabku kesal. Aku langsung pergi setelah mengucapkan itu.
Aku sudah berputar putar sampai akhirnya aku menghentikan mobilku. Aku menghela nafas kasar.
"bagaimana caraku menemukannya?" Tanyaku pada diri sendiri. Aku kemudian mengingat satu nama, ya Abian Saguna itu namanya. Aku langsung membuka kolom pencarian di akun sosmed ku. Banyak sekali tapi tidak ada yang mirip dengannya. Kecuali satu, sebuah halaman web. Aku langsung membukanya.
"Abian Saguna, pengusaha sukses sekaligus pewaris tunggal Saga korp" aku membacanya kemudian mengerutkan keningku. "Ini pasti bukan dia" imbuhku. Tapi aku tercengang karena foto yang muncul adalah fotonya. Mataku benar benar jahat karena sedikit mengkhianati hatiku.
"Lihat saja, aku pasti akan menghajarmu habis habisan" ucapku tegas. Oke, aku hanya perlu menemuinya di sana, fikirku.
Benar saja, aku pergi ke kantornya. Saat akan masuk ke dalam, aku melihat punggung kecilnya yang baru saja keluar dari kantornya. Aku langsung memanggilnya.
"Abian!" Panggilku. Dia menoleh, kemudian tersenyum. Seperti senyum kemenangan.
"Kau disini?" Tanya Abian. Aku bukannya menjawab, aku malah menampar pipinya kuat, cukup kuat. Ia sempat tercengang, tapi kemudian bersikap cool seperti tadi.
"Apa masalahmu? Kau mau menghancurkan hubungan kami?" Tanyaku kesal. "kau siapa? kenapa kau memukuli Randu?" tanyaku lagi.
"Karena dia sudah mengambil milikku" jawabnya dengan santai. Aku tertawa meremehkan.
"Apa yang dia ambil?" Tanyaku kesal.
"Cinta, keluarga" jawabnya. Aku mengerutkan keningku.
"Apa kau terlalu terobsesi sampai kau bertindak sejauh ini?" Tanyaku. "Apa kau ini orang yang begitu penting?" Tanyaku lagi.
"Aku pemegang saham terbesar di perusahaan mendiang ayahmu" jawabnya. "Apa itu belum cukup menjelaskan seberapa pentingnya aku?" Tanyanya.
"Apa aku bicara soal harta?" Tanyaku. "Jangan pernah mengganggu Randu lagi. aku benar benar membenci itu" setelah mengucapkan itu, aku langsung pergi. Itu berguna agar aku terlihat keren.
"Aku tidak akan menyerah" tukasnya. Aku spontan berhenti lalu berbalik. "Terima kasih pernah menjadi bagian dari hidupku" imbuhnya dan setelah itu pergi meninggalkanku yang masih terdiam.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments