Nathan

Nesya hanya mampu terperangah. Di dalam benaknya, dia sudah menyimpan begitu banyak model gaun yang selama ini tersimpan rapi di sudut angannya. Jika seorang Nathan yang selalu membeli gaun-gaun mahal itu benar- benar ingin baju buatannya, itu artinya karyanya memang layak untuk dijual. Dan itu sangat membuatnya gembira.

Begitulah akhirnya. Seiring dengan rasa percaya diri Nesya yang berkembang pesat, pada bulan ke enam kunjungan Nathan, gadis itu sudah berani memperlihatkan beberapa model gaun buatannya. Semuanya terdiri dari gaun pesta, gaun makan malam, dan beberapa model untuk pakaian santai. Semua itu dikerjakan oleh Nesya dengan semangat yang meluap-luap, hingga hasilnya menjadi luar biasa. Hm…luar biasa menurut pelanggan tetapnya, maksudnya.

“Luar biasa!” puji Nathan saat melihat gaun-gaun hasil desain Nesya yang semuanya tampak menakjubkan. “Kau memang berbakat. Aku mengambil semuanya.”

“A…apa?”

Nathan tersenyum. “Kau tidak percaya, ya?”

“Iya.”

“Percayalah. Dan aku ingin kau membuatnya lagi untuk bulan depan. Namun aku ingin kau membuat satu yang paling istimewa dari seluruh ciptaanmu,’ ucap Nathan tersenyum.

“Aku…” Nesya tampak senang namun ragu. “Aku tidak tahu apakah aku mampu.”

“Kau pasti mampu. Aku percaya itu.” Nathan menyentuh pundak Nesya, dan gadis itu bagai merasakan sebuah aliran hangat yang lasung masuk menembus kulitnya. Sungguh mengherankan. Itu adalah sentuhan pertama Nathan terhadap dirinya, setelah pertemuan pertama dahulu, ketika pria itu menangkap tubuhnya yang hampir roboh.

Nesya kini mendapati dirinya yang berbeda dari sebelumnya. Saat dia kembali mengayunkan pinsil di antara jari jemarinya di atas kertas, mencoba menciptakan sebuah model gaun pesta yang istimewa, dia merasakan sebuah sensasi yang aneh. Hatinya begitu gembira. Jiwanya terasa riang dan seluruhnya terlihat indah di matanya. Berkali-kali dia mencoba memikirkan hal lain, namun semakin dalam pula dia membayangkan wajah Nathan. Wajah yang sangat menarik. Dengan garis-garis wajah yang bagaikan diukir. Matanya yang tajam dan bersinar teduh. Hidungnya yang tinggi. Mulutya yang tampak selalu tersenum, membuat Nesya tak mampu menyingkirkannya dari ingatannya. Setiap saat, bayangan Nathan selalu menghampirinya, dan menguasai jiwanya.

“Kau sedang jatuh cinta, Nes?” tegur Hendro pada suatu saat. Dia sengaja datang untuk melihat keadaan gadis itu. Namun sepanjang dua puluh menit ini, Nesya selalu membicarakan seorang pelanggannya yang bernama Nathan.

“Apa? Aku jatuh cinta?” tanya Nesya kaget.

“Iya. Dari tadi kau hanya membicarakan laki-laki bernama Nathan. Yang telah menjadi pelanggan tetapmu. Kau tidak tertarik membicarakan hal lain lagi.”

Nesya tersenyum. “Aku hanya merasa belakangan ini seperti hidup kembali, bang. Berkat dia aku bisa membayar cicilan tokoku.”

“Hm! Matamu pasti tertutup oleh wajahnya yang tampan itu. Tetapi apa pernah terpikir olehmu kenapa dia selalu membeli gaun-gaunmu?” gerutu Hendro cemburu. Sebenarnya dia sudah lama menyukai Nesya, gadis berambut ikal yang selalu tampak manis walau dalam keadaan bagaimanapun. Makanya saat ini dia mulai gerah melihat Nesya mulai memperhatikan orang lain.

“Maksudnya?” tanya Nesya tak mengerti. “Apakah aku harus tahu untuk apa dia membeli semua gaun-gaunku? Apa aku harus menanyakannya? Sebenarnya aku ini apa? Si usil?”

Hendro menggeleng. “Maksudku bukan seperti itu. Setidaknya, kau berbasa-basi mempertanyakan untuk apa dia membeli begitu banyak gaun setiap bulannya. Dan semuanya berharga mahal. Apakah untuk dijualnya kembali? Atau untuk apa?”

Nesya menggeleng. “Maaf, bang. Aku tidak ingin tahu urusan pelangganku sendiri.”

“aku heran melihatmu, Nesya. Bukankah kau suka dengannya? Kenapa kau tidak penasaran?” gerutu Hendro menggeleng-gelengkan kepalanya. “Hati-hati saja, Nes. Aku takut pelangganmu yang tampan ini seorang yang…”

Nesya menatap Hendro dengan sorot mata mengancam, “Seorang yang apa?”

Hendro angkat bahu. Sambil berlalu dia menjawab seenaknya. “Sakit jiwa!”

Nesya mendengarnya dan merasa amat berang. Hendro sudah di anggapnya sebagai abangnya sendiri. dan dia tahu kalau sebenarnya Hendro ingin lebih dari itu. Makanya dia cemburu melihat Nesya memperhatikan pria lain dan bukan dirinya. Sampai-sampai Hendro mampu berpikir sejauh dan semiring itu terhadap Nathan.

“Sakit jiwa gimana?” runtuk Nesya kesal.

“Halo, Nesya!” tiba-tiba sebuah yang mulai dirindukannya, terdengar dari arah pintu tokonya. Nesya langsung tersenyum lebar, ketika Nathan masuk dan mulai memilih gaun-gaun yang ingin dibelinya.

Lalu entah kenapa, perkataan Hendro, samar-samar mulai mengganggu benaknya. Lama-kelamaan dia mulai mengakui kata-kata Hendro yang masuk akal. Selama ini tujuh bulan ini, Nathan selalu datang seorang diri, membeli gaun-gaun wanita, dan tidak pernah mengatakan alasannya. Hendro benar. Dia harus bertanya, walaupun tidak harus mendapatkan jawaban secara mendetail. Setidaknya, dia tahu sedikit saja alasan Nathan membeli pakaian-pakaiannya tersebut.

“Hm…Mas Nathan tidak berkeberatan kan kalau aku bertanya sesuatu?” tanya Nesya sedikit berdebar. Entah mengapa, jantungnya terasa aneh, saat keinginannya untuk bertanya semakin kuat.

“Tentu saja. Apa yang ingin kau ketahui?” sambut Nathan tenang.

Nesya menelan ludah, mencoba untuk tenang. “Hm… boleh aku tahu untuk siapa sebenarnya gaun-gaun yang Mas Nathan beli selama ini?”

Nathan tersenyum. “Akhirnya kau bertanya juga,” ucap Nathan ringan.

“Hah?” Nesya merasa heran dengan tanggapan Nathan terhadap pertanyaannya. Setengah mati dia berusaha menentramkan debaran jantungnya demi dapat bertanya dalam keadaan tenang. Namun ternyata Nathan hanya menjawab dengan amat ringan dan santai.

“Iya, Mas. Maaf bila aku terkesan usil. Aku hanya…hm, ingin tahu aja. Bukan bermaksud lain, kok.” Jelas Nesya cepat.

“Baiklah kalau kau ingin tahu. Gaun-gaun itu kubeli untuk istriku!” jawab Nathan.

Degh!

Rasanya bagai dipukul palu, jantung Nesya sempat berhenti berdegub, sesaat. Nathan membeli gaun-gaunnya untuk istrinya. Nathan ternyata sudah punya istri! Seketika, sedikit perasaan nyeri mengalir di aliran darah Nesya. Namun gadis itu segera menyingkirkan perasaan tak patut tersebut, dan mencoba tersenyum.

“Oh, begitu. Tetapi mengapa istri Mas Nathan tidak pernah ikut datang kemari untuk memilih sendiri gaunnya?” tanya Nesya berusaha tegar, berusaha berbesar hati, bahwa apapun yang dirasakannya saat ini adalah hal lumrah. Seorang gadis jatuh cinta pada seorang pria, itu adalah biasa. Dan tentunya apa bila pria itu sudah memiliki pasangan, si gadispun dengan rela memendam perasaannya, dan mundur tanpa harus diketahui oleh pria tersebut. Dan inilah yang sedang dilakukan oleh Nesya. Memendam perasaan dengan senyuman.

Nathan tersenyum tipis sambil menarik nafas berat. “Dia sakit.”

Dan Nesya tidak perlu bertanya lebih banyak lagi. Dari jawaban singkat itu saja, dia sudah bisa meyakinkan dirinya kalau istri Nathan pastilah sedang sakit parah sehingga tidak mampu untuk ikut membeli pakaiannya sendiri. Makanya Nesya tidak meneruskan pertanyaannya.

“Hm, aku minta maaf jika pertanyaanku…”

“Tidak apa-apa, Nesya. Kau pantas menanyakannya. Mengingat aku sudah tujuh bulan membeli begitu banyak gaun wanita, sendirian saja. Siapapun pasti akan penasaran. Dan setidaknya,pasti akan betanya apakah aku akan menjualnya kembali, atau untuk diberikan kepada seseorang. Aku malah heran, karena kau bisa bertahan selama ini tidak bertanya padaku. Ternyata kau bukan seorang yang gampang penasaran, ya?”

Terpopuler

Comments

Jenny Eka

Jenny Eka

minda terbaik👍🏻👍🏻

2020-09-20

0

WuLan DaRi

WuLan DaRi

mulai syukaa ma novelny😊

2020-04-22

1

Panda Kelana

Panda Kelana

lanjut kak

2019-12-16

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!