Keesokan harinya, Jeany belum juga masuk kuliah. Kevin yang sedari awal perkuliahan mencari-cari tanda keberadaan Jeany harus menanggung kecewa. Namun ia masih sempat membubuhkan tanda tangan di samping nama Jeany pada daftar presensi kelas. Walaupun tidak diminta, ia tetap melakukannya sekadar berjaga-jaga agar jumlah kehadiran Jeany tetap memenuhi syarat untuk mengikuti ujian akhir semester.
Kali ini dosen yang mengajar tidak memeriksa lagi satu per satu kehadiran murid yang mengikuti kuliahnya, mungkin karena kelas kali ini merupakan kelas gabungan dengan jumlah mahasiswa di atas seratus orang.
Kevin bernapas lega karena dosen menyudahi kelas setelah sembilan puluh menit berlalu. Ia memang selalu tidak bisa berkonsentrasi mengikuti kuliah di kelas besar seperti ini. Apalagi saat di kelas pikirannya selalu tertuju pada Jeany. Ia khawatir terjadi sesuatu pada gadis itu, karena ketika meninggalkan apartemennya, Jeany tidak terlihat baik-baik saja.
Lalu dilihatnya Shella, teman satu kelompok tugas mata kuliah Manajemen Keuangan. Ia mencegat Shella dan menanyakan nomor ponsel Jeany. Ya, ia tidak berbohong pada Stevi karena faktanya ia memang satu kelompok dengan Jeany ketika itu. Hanya saja mereka tidak berteman dekat, dan tentu saja tidak bertukar nomor ponsel. Shella yang membagi tugas anggota kelompok sekaligus menyusunnya menjadi makalah, sehingga kemungkinan besar ia menyimpan nomor ponsel semua anggota kelompok.
"Yah, kayaknya kehapus nomornya pas gue ganti handphone," jawab Shella setelah melihat-lihat daftar kontak di ponselnya. Wajar saja karena sudah tiga semester berlalu.
"Oh gitu ya." Terlihat jelas raut kecewa di wajah Kevin.
"Kenapa gak samperin aja ke kosnya kalo penting?"
Seketika wajah Kevin berubah semringah. "Lo tau di mana kosnya?"
"Di AJ-10, masuk dari samping minimarket, gang kedua belok kiri," jelas Shella yang sangat hafal daerah kos di sekitar kampus karena dia juga anak kos.
"Ok thanks banget ya!" Kevin segera berlari setelah berterima kasih pada Shella.
Setelah mengikuti petunjuk Shella, kini Kevin telah berdiri di depan sebuah bangunan tua yang menjadi tempat kos Jeany. Ia masih berdiri di luar pagar, ragu apakah dirinya boleh langsung masuk karena ia tidak pernah mengunjungi kos perempuan sebelumnya.
Tidak lama kemudian sebuah motor juga berhenti di depan pagar kos tersebut. Kevin mengenalinya sebagai ojek online karena pengendara motor tersebut mengenakan helm dan jaket berwarna hijau dengan lambang khusus.
"Atas nama Serly kan?!" teriak seorang perempuan yang baru keluar dari pintu depan kepada pengendara motor itu.
Setelah pengendara motor tersebut mengiakan, perempuan itu berjalan menuju motor dengan langkah cepat. Langkahnya terhenti karena melihat Kevin yang sedang berdiri diam di tempat. "Cari siapa?" tanyanya.
"Jeany ada, Kak?" Kevin bertanya penuh harap.
Perempuan itu mengamati Kevin dari atas ke bawah. "Jadi lo yang bikin Jeany ngurung diri seharian di kamar? Lo tau perasaan Jeany itu sangat halus. Harusnya lo mengalah!" semburnya pada Kevin.
Tanpa bertanya terlebih dahulu, ia langsung memberi nasihat panjang lebar pada Kevin yang dikiranya pacar Jeany. Ia menyuruh Kevin duduk di kursi tamu yang disediakan di teras rumah kos, lalu masuk untuk memanggil Jeany. Tidak lupa ia meminta abang ojek online untuk menunggunya.
Kevin tidak diberinya kesempatan untuk berbicara satu patah kata pun. Kelak Kevin akhirnya tahu bahwa kakak kos bernama Serly itu memang ceriwis dan suka blakblakan bila berbicara, tetapi ia sangat sayang pada Jeany.
Setelah tiba di depan kamar Jeany, Serly langsung menggedor pintu sambil berteriak, "Jean, buruan keluar, ada cowok lo di depan!"
Jeany yang sedang berbaring seketika beranjak bangun dan membuka pintu kamarnya. "Kenapa, Kak?" tanyanya pada Serly.
"Buruan keluar, kasian cowok lo dah nunggu dari tadi," jawab Serly sambil menarik tangan Jeany. Ia beranggapan kehadiran Kevin yang dikiranya pacar Jeany itu akan memperbaiki suasana hati Jeany yang buruk sejak kemarin sore.
"Salah orang kayaknya. Aku belum punya pacar," kata Jeany apa adanya.
"Ck, lo mau sampe kapan kayak gini? Siapa lagi di sini yang punya nama Jeany? Hargai dong cowok lo udah bela-belain datang kemari. Ayo dah!"
Tanpa basa-basi lagi Serly langsung menarik Jeany. Ia baru melepas tangannya setelah hampir tiba di pintu depan. "Ingat, kalo ada masalah selesaiin baik-baik. Jangan menghindar terus," pesannya pada Jeany sebelum ia mendahului keluar.
Ketika melewati Kevin, ia berkata, "Bentar lagi Jeany keluar. Good luck yah! Kalo udah baikan jangan bikin dia sedih lagi."
"Saya bukan—"
Belum sempat Kevin menyelesaikan kalimatnya, kakak kos Jeany itu sudah berlari ke luar pagar dan mendudukkan diri di boncengan ojek online yang tengah menunggunya. Mereka langsung pergi meninggalkan kos-kosan. Kevin hanya bisa melongo dibuatnya.
"Kevin? Lo ngapain kemari?"
Jeany sangat terkejut begitu mengetahui ternyata Kevin yang sedang mencarinya. Ia belum siap bertemu dengan pemuda itu. Terlebih lagi ia sadar wajahnya pasti terlihat sangat menyedihkan dengan mata sembap dan tanpa polesan bedak sedikit pun.
"Jean, lo gapapa? Kenapa gak masuk kuliah?" Kevin malah balik bertanya. Ia semakin khawatir setelah melihat mata Jeany yang bengkak. Pasti gadis itu banyak menangis.
Jeany memalingkan wajahnya, berharap Kevin tidak mengamatinya lagi. "Gue gapapa. Harusnya lo gak usah repot-repot kemari."
"Gak repot kok, kan gue langsung dari kampus. Apartemen gue juga deket dari sini."
Jeany tertawa getir dalam hati. Tentu saja ia tahu jarak apartemen Kevin dengan rumah kosnya. Baru saja kemarin ia berjalan kaki pulang dari apartemen laki-laki itu karena tidak mengantongi uang sepeser pun. Hampir tiga puluh menit lamanya ia berjalan.
"Sekalian gue mau kasih ini," sambung Kevin sambil memberikan fotokopi materi kuliah yang telah ia siapkan untuk Jeany.
"Makasih." Jeany menerima bendelan kertas dari Kevin.
"Gak perlu sungkan. Kita kan sahabat."
Kata-kata Kevin sontak membuat Jeany mengernyit. "Sahabat?"
Kali ini mimik wajah Kevin berubah menjadi sangat serius. "Jean, gue minta maaf karena gak bisa mempertanggungjawabkan perbuatan gue. Tapi gue udah janji bakal jagain lo. Karena itu tolong terima gue jadi sahabat lo ya?" pintanya pada Jeany.
Jeany terdiam sejenak. Baru kali ini ada orang yang memohon untuk menjadi sahabatnya. "Entahlah, Vin, sebenernya gue gak pernah menyalahkan lo."
Gadis itu menengokkan kepalanya untuk memastikan tidak ada orang di sekitar mereka, lalu menceritakan pertemuannya dengan Rika.
"Jadi lo gak perlu merasa bersalah. Justru lo udah menyelamatkan gue," ucapnya mengakhiri cerita.
Mana ada penyelamat melakukan dosa yang sama dengan pelaku kejahatan, batin Kevin. Cerita dari Jeany membuatnya semakin merasa bersalah.
"Pokoknya mulai sekarang kita sahabat. Kalo ada apa-apa jangan sungkan minta bantuan gue oke?" katanya mantap pada Jeany.
Ia tidak ingin mendengar penolakan. Setidaknya dengan menjadi sahabat Jeany dan membantunya di kala gadis tersebut membutuhkan pertolongan, perasaan bersalahnya akan perlahan berkurang. Begitulah yang dipikirkannya.
"Oya, kemarin Randy tahu kita pulang bareng naik taksi. Kalo dia tanya, bilang aja gue cuma antar lo pulang karena lo mabuk. Tuh anak suka rese soalnya." Kevin memberi tahu Jeany. Tidak ada salahnya berjaga-jaga dari segala kemungkinan, pikirnya.
"Iya gue mengerti," jawab Jeany lirih. Ada perasaan cemas karena ternyata bukan hanya Rika yang melihat ia dan Kevin pulang bersama malam itu.
"Kalo gitu gimana kalo sekarang kita makan? Gue yang traktir untuk merayakan awal persahabatan kita. Kebetulan gue belum makan." Kevin tidak berbohong. Ia memang belum makan karena langsung pergi menemui Jeany selepas kuliah tadi.
Jeany yang juga merasa lapar dan sedang sempit keuangan tidak menolak tawaran Kevin. Ia pamit ke kamarnya untuk berganti pakaian, lalu mereka berdua pergi makan di kafe yang terletak tidak jauh dari kos-kosan gadis itu. Kevin memanfaatkan momen itu untuk bertukar nomor ponsel dengan Jeany.
Suasana makan terasa kaku karena mereka tidak banyak berbicara, hanya sibuk menyantap makanan dan tenggelam dalam pikiran masing-masing. Kevin memakluminya. Mereka memang tidak pernah akrab sebelumnya. Rasa canggung akibat kesalahan satu malam juga masih menyelimuti mereka.
Namun, Kevin yakin dengan berjalannya waktu, mereka akan dapat melupakan kejadian malam itu dan dapat melanjutkan hubungan sebagai sahabat baik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Suherni Erni
crta yg menarik alurnya santai dan nyaman saat dibaca,udah berkali2 bcanya suka sm crtanya
2024-06-13
1
Youen Olivear
kasian, tanggung jwb donk kevin
2023-09-27
0
Tulip
tanggung jawab dong vin, lo yg merengut kesucian jenny
2022-07-20
0