Stevi melihat Kevin tengah membolak-balik daftar presensi kelas seolah-olah sedang mencari sebuah nama. Tidak lama kemudian dilihatnya sang kekasih kembali membubuhkan tanda tangannya. "Vin, kok kamu tanda tangan dua kali?" bisiknya heran.
"Eh iya aku bantuin Jeany, tadi dia titip tanda tangan." Kevin menjawab sambil berbisik juga karena takut ketahuan oleh Pak Darma yang sedang menjelaskan rangkuman soal UAS.
Stevi semakin heran. Pasalnya ia tidak pernah melihat Kevin akrab dengan Jeany. "Kok kamu bisa—"
"Mas sama Mbaknya kalau mau pacaran saya persilakan keluar!"
Belum sempat Stevi menyelesaikan pertanyaannya, suara menggelegar sang dosen terdengar memenuhi ruang kelas. Seisi ruangan menoleh pada mereka.
"Maaf, Pak." Kevin dan Stevi hanya bisa meminta maaf. Sang dosen yang bernama Pak Darma itu melanjutkan kembali penjelasannya.
Satu jam berlalu. Para mahasiswa sedang mencatat materi yang diberikan oleh dosen yang terkenal galak tersebut. Mungkin karena suasana hatinya sedang kurang baik, dosen tersebut mulai memanggil nama-nama di daftar presensi secara acak, membuat Kevin berkeringat dingin di tempat duduknya.
Sama seperti Jeany, Kevin juga bukan tipe mahasiswa yang suka melanggar aturan. Dalam hati ia berdoa agar dosennya itu tidak memanggil nama Jeany. Akan tetapi, sepertinya kali ini Tuhan belum berkenan mengabulkan doanya.
"Jeany Valencia Suwito." Terdengar nama Jeany dipanggil.
DEG!
Kevin hanya bisa mematung dengan wajah tegang. Melihat sang pacar gelisah, Stevi berinisiatif membantu. Ia tidak tega melihat pacarnya kesulitan. Ia pun mengacungkan jarinya. Beruntung setelah itu Pak Darma hanya memanggil beberapa nama lain lalu menyudahi inspeksi dadakannya itu.
Kevin bernapas lega. "Makasih," bisiknya pada Stevi.
Sang pacar hanya mengangguk sambil tersenyum, kemudian melanjutkan mencatat. Usai jam kuliah, Kevin mengajak Stevi ke tempat fotokopi yang berada di lantai bawah gedung fakultas mereka.
"Gak terasa ya, Vin, udah mau UAS aja. Ngomong-ngomong kamu fotokopi apa?" tanya Stevi sembari menunggu abang fotokopi memfotokopi satu bendel kertas milik Kevin.
"Oh ini aku fotokopiin buat Jeany, kan dia gak masuk kelas tadi," jawab Kevin terus terang.
Stevi mengernyit mendengarnya. Ia sudah tidak dapat menutupi rasa ingin tahunya lagi. Walaupun belum lama berpacaran dengan Kevin, ia merasa berhak tahu lebih jauh mengenai hubungan Kevin dengan Jeany.
"Sejak kapan kamu berteman dekat sama dia, Vin? Seingatku dulu di SMA kalian gak pernah main bareng. Di kampus juga aku gak pernah lihat kalian saling menyapa."
Kevin yang ditanya jadi gelagapan. Untungnya ia masih bisa memikirkan jawaban yang masuk akal. "Sejak kelas Manajemen Keuangan. Kan aku satu kelompok tugas sama dia. Mungkin karena udah kenal dari SMA jadinya cepat akrab," jawabnya sambil tersenyum.
Stevi ikut tersenyum mendengarnya. Pacarnya memang baik kepada siapa saja. Sifat itu pula yang membuatnya jatuh cinta. Tiga bulan lebih lamanya Kevin melakukan pendekatan hingga akhirnya diterima menjadi pacar Stevi.
Sebenarnya Stevi juga sudah menyukai Kevin sejak awal, hanya saja ia sengaja bersikap jual mahal dengan tujuan membuat Kevin semakin penasaran dan tergila-gila padanya. Sepertinya taktiknya berhasil karena hingga hari ini Kevin memperlakukannya dengan sangat baik.
Selesai fotokopi, Kevin mengantar Stevi pulang ke rumahnya.
"Gak mampir dulu?" Gadis itu mengajak kekasihnya untuk masuk.
"Lain kali aku pasti mampir. Sekarang masih ada urusan. Kamu masuk gih," ujar Kevin.
Stevi berjinjit untuk mengecup pipi Kevin lalu cepat-cepat masuk ke rumahnya. Kevin terdiam sejenak sambil mengelus pipi yang baru saja dikecup oleh Stevi. Ada perasaan bahagia di hatinya karena hubungannya dengan Stevi telah selangkah lebih maju. Stevi sudah berani menciumnya walaupun masih di pipi.
Namun tebersit pula perasaan bersalah manakala ia teringat Jeany. Ia tidak mungkin berpura-pura tidak ada hal yang terjadi antara dirinya dengan gadis itu. Walaupun tidak mencintainya, setidaknya ia harus bertanggung jawab dengan menjaga gadis itu sebagai seorang sahabat. Ya, seorang sahabat. Kevin pun melangkah sambil memantapkan hatinya.
Pemuda itu mengendarai mobilnya hingga berhenti di depan sebuah rumah megah dua lantai. Ia memencet bel. Tidak lama kemudian seorang laki-laki seumuran dirinya keluar dengan wajah terkejut.
"Hai, Bro, ada angin apa nih tiba-tiba muncul di sini? Lo harus ceritain—"
Kalimatnya dipotong oleh Kevin yang langsung masuk ke dalam rumah tanpa dipersilakan. Kevin tidak menjaga sikap karena tahu tidak ada orang selain mereka berdua di rumah itu. Sahabatnya itu tinggal seorang diri di Jakarta, di rumah yang memang dibelikan orang tuanya khusus untuk putra kesayangan mereka.
"Lo kasih minum apa kemarin ke gue, Ran?" Kevin mulai menginterogasi sahabatnya.
"Hah? Mocktail lah sesuai permintaan lo gak mau alkohol. Emang kenapa? Lagian lo kemarin main ngilang aja, gue telpon telpon gak diangkat. Untung ada yang liat lo naik taksi bareng Jeany. Jangan bilang lo semalam ngelepas keperjakaan lo ya?" Randy menyeringai licik di akhir kalimatnya. Ia ingin sekali melihat sahabat alimnya itu menelan ludahnya sendiri.
Selama ini Kevin selalu mengejeknya sebagai laki-laki tidak benar karena doyan ke kelab malam dan bergonta-ganti perempuan, berbanding terbalik dengan Kevin yang bahkan belum pernah berciuman. Apa jadinya bila Kevin yang hidupnya lurus-lurus saja itu melakukan cinta satu malam?
"Gimana rasanya? Enak gak?" tanyanya lagi disertai cengiran lebar. Ia dapat melihat wajah Kevin yang memerah, entah karena malu atau marah.
"Lo ngomong apa sih? Gue gak ngapa-ngapain tadi malam," jawab Kevin berbohong.
Padahal tujuan awalnya datang ke rumah Randy memang ingin menceritakan kejadian yang dialaminya. Namun setelah melihat wajah menyebalkan sahabatnya itu, ia mengurungkan niatnya. Terlebih lagi Randy juga mengenal Jeany karena mereka satu SMA dan satu kampus.
Kevin tidak ingin kejadian antara dirinya dan Jeany tersebar. Bisa saja suatu saat Randy kelepasan bicara. Cukup ia dan Jeany yang mengetahui kejadian malam itu dan menyimpannya rapat-rapat.
"Serius lo gak ngapa-ngapain? Jeany lo anggurin?" Randy seperti tak percaya.
"Gue cuma nolongin dia soalnya kemarin gue lihat dia hampir dilecehin om om, trus gue anterin dia pulang soalnya dia mabuk." Kevin menceritakan separuh kebenaran. Hanya separuh karena ia tidak mengantar Jeany pulang melainkan membawanya ke apartemen miliknya.
"Wah nekat lo, Vin! Kalo itu om cari masalah gimana?" Randy mulai bersikap serius karena ia tahu banyak orang penting yang menjadi pelanggan di kelab malam elite tersebut.
"Mudah-mudahan engga. Kemarin gue langsung lari. Kayaknya dia belum sempat lihat muka gue," jawab Kevin.
"Tenang aja ntar gue bantuin kalo sampe ada masalah. Ngomong-ngomong lo gak kaget cewek alim kayak Jeany bisa kerja di club malam?"
Kevin yang tidak suka mendengar Jeany dibicarakan seperti itu spontan membelanya. "Lo gak boleh menghakimi Jeany. Dia kan cuma waitress. Dia kerja di situ juga karena butuh uang."
"Duh geli gue kalo lo mulai sok bijaksana gini." Sebenarnya Randy tidak bersungguh-sungguh dengan kalimatnya. Ia sangat paham sifat sahabatnya yang tidak pernah membeda-bedakan siapa pun. Mungkin karena itu pulalah Kevin masih mau bersahabat dengan orang bejat seperti dirinya. "Trus lo ke sini ngapain? Jangan bilang cuma mo tanya minuman yang kemarin lo minum. Emang kenapa tuh minuman?"
"Gapapa cuma enak aja jadi penasaran hehe ...." Kalau sudah menjawab sambil terkekeh begini tandanya Kevin sedang menutupi sesuatu. Biarlah penyebab ia lepas kendali menjadi misteri untuk sementara waktu. Ia tidak ingin mengambil risiko ketahuan oleh Randy.
Randy menatap Kevin dengan pandangan menyelidik, mengetahui sahabatnya itu sedang berbohong.
Jaga kesehatan ya, Teman-teman. Jangan baca novel sampai begadang atau sampai lalai pada pekerjaan ya. Novel ini gak ke mana-mana kok, bisa dilanjut bacanya setelah ada kelonggaran waktu 😊😊😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
ken darsihk
Syukak sama pesan nya author bijak bngtt 😍😍
2025-02-09
0
Youen Olivear
ko tau
2023-09-27
0
Youen Olivear
kasian jeany
2023-09-27
0