Sebulan lebih telah berlalu sejak hancurnya kampung halaman Rion.
Sebuah gubuk sederhana berdinding ranting dan dahan pohon dengan atap dedaunan kering adalah apa yang kini menjadi tempat tinggal Rion.
Rion sempat berpikir mencari gua untuk tempatnya tinggal, tapi dengan hamparan hutan yang landai. Serta Rion yang lebih memilih menjauh dari gua tempatnya datang kemari sebab ada kemungkinan dia bertemu kembali dengan pasukan manusia yang menghancurkan desanya, dia menyerah akan ide itu.
Jika saja Rion dapat menggunakan sihir angin atau kayu, mungkin dia telah membuat rumah yang mirip seperti apa yang ditempatinya dulu. Rumah dari pohon dengan ruangan luas yang terbentuk di dalamnya, lebih kurang seperti rumah burung. Namun, karena dia tidak bisa menggunakan sihir selain sihir penyembuhan yang bahkan tidak dia kuasai dengan baik, hal itu hannyalah angan.
"Aku pulang."
Kesunyian menyesakkan menyambut Rion, meski dia tahu tak ada yang akan menjawabnya, kebiasaan ini masihlah sulit untuk dilepaskan. Rion merasa akan ada bayangan ibunya yang menyambut dia kembali saat mengatakan ini.
Seekor rubah putih terlihat tertidur malas di salah satu sudut gubuk, rubah itu membuka sedikit matanya untuk melihat siapa yang datang sebelum menutupnya kembali begitu tahu itu adalah Rion.
Walau saat ditemukan rubah itu terus memberontak hingga melukai Rion dengan cakaran serta gigitan yang dia lakukan, setelah dia memberinya sihir penyembuhan rubah itu tenang seolah memahami apa yang coba Rion lakukan.
Sihir penyembuhan Rion tergolong lemah, sangat lemah, dan karenanya dia harus terus memberikan penyembuhan kepada rubah itu terus menerus seperti orang gila selama lebih dari tiga minggu. Meski begitu Rion tak keberatan, dengan kehadiran rubah ini dia tak terlalu kesepian seperti sebelumnya.
Meletakkan buah di salah satu sudut, Rion menyodorkan ikan yang berhasil ditangkapnya ke rubah itu.
"Makan yang banyak, ya. Rubah Kecil," pinta Rion pada rubah itu.
Selesai berkata demikian Rion memilih berjalan keluar sebelum duduk di tempat yang selalu sama, yaitu di bawah pohon yang paling rindang di antara, dia memandangi langit yang kini akan segera gelap.
Meski sudah sebulan berlalu sejak bencana itu, Rion masih tak dapat beranjak dari suasana hati yang kusut. Dalam waktu ini dia jarang memakan sesuatu selain beberapa buah yang jumlahnya tak lebih dari lima, jauh dari porsi makannya sebelum bencana itu terjadi.
Cahaya kini telah menghilang dari langit, digantikan dengan gelapnya malam. Namun, suasana ini lebih baik bagi Rion.
"Fou," suara yang tak asing lagi terdengar tepat di samping Rion. Terlihat Rubah Kecil sedang membawa buah di mulutnya untuk diberikan pada Rion.
Rion mengelus kepala Rubah Kecil, dengan sebuah senyum. Dia berucap, "Terima kasih Rubah Kecil. Jika kau tidak ada mungkin aku akan merasa lebih kesepian lagi."
"Fou, Fou!" sahut rubah itu yang seolah memahami maksud Rion. Namun, pandangan Rubah Kecil segera berubah mendung, sebuah pandangan yang mencemaskan sesuatu.
Bangkit dari duduknya, Rion menggendong Rubah Kecil di pangkuannya.
"Ayo kita kembali. Langit mendung, aku juga mulai mengantuk," ucap Rion dengan beberapa kebohongan.
Faktanya semenjak kejadian itu dia tak dapat tertidur nyenyak, membuatnya tak menghiraukan perasaan kantuk yang menerpa. Sebab setiap kali Rion menutup mata, pemandangan yang sama selalu diputar ulang di hadapannya. Pemandangan di mana desanya hancur, pemandangan di mana ibunya tewas, pemandangan akan betapa lemahnya dia....
Membaringkan tubuhnya, Rion memeluk Rubah Kecil lebih erat. Menuruti rasa kantuknya, menyiapkan diri akan pemandangan neraka.
Rion mulai tertidur, raut wajahnya menunjukkan rasa sakit yang teramat sementara keringat dingin mulai membasahi tubuhnya.
Rubah Kecil mengamati semua itu dalam diam. Rubah itu sendiri baru menemukan Rion tertidur tak lebih dari enam kali dan selalu berakhir dengan kondisi semacam ini, membuatnya sedikit kebingungan.
Mata Rubah Kecil tiba-tiba berubah tajam. Melepaskan diri dari pelukan Rion dengan mudah, rubah itu memandang ke suatu arah, tempat di mana asal perubahan sikap Rubah Kecil.
Menoleh untuk melihat Rion yang seperti tengah menahan rasa sakit, Rubah Kecil menggantungkan kepalanya tanpa daya. Sebelum segera berlari ke arah yang dimaksud.
***
Pagi datang, bersama dengan matahari yang mulai meninggi.
Rion yang telah terbangun sejak sebelum pagi datang terlihat mondar-mandir di sekitar gubuk. "Ke mana perginya Rubah Kecil, ya?"
Saat Rion terbangun, dia menemukan bahwa Rubah Kecil telah tidak ada di sampingnya. Meski selama dua minggu terakhir sejak rubah itu dapat bergerak dia sesekali menghilang, tapi rubah itu tidak pernah menghilang saat malam, karenanya Rion sedikit khawatir.
'Mungkin Rubah Kecil kembali bersama keluarganya,' pikir Rion menenangkan dirinya.
Kabut aneh tiba-tiba muncul, saat Rion menghirup kabut tersebut, dia mulai merasa pusing. Menyadari ada yang aneh dengan kabut ini, Rion berusaha menahan nafas.
Tak lama, terlihat dua orang berjalan dengan cepat ke arah Rion.
"Hahahaha. Kita beruntung mendapat mangsa empuk hari ini, walau hanya half-elf tapi masih cukup mahal di pasar budak! Apalagi sepertinya yang satu ini masih anak dan tampaknya terlihat cukup langka!"
"Benar! Dewi keberuntungan sedang berpihak pada kita!"
Rion mencoba menjaga pandangannya tetap terjaga, saat mendengar percakapan yang dilakukan dua orang itu.
'Jika aku tertangkap di sini usaha ibu akan percuma!' pikir Rion.
Dia mencoba menetralkan efek racun pada tubuhnya dengan sihir penyembuhannya. Walaupun percuma karena efek sihir Rion sangat lemah, tapi dia terus berusaha menjaga kesadarannya agar tidak tertangkap.
Rion melemparkan sebuah batu guna mengalihkan perhatian orang di depannya. Merasa perhatian padanya sedikit teralihkan, Rion segera kabur.
"Hah! Apa dia berpikir kita akan tertipu dengan tipuan murahan semacam itu! Bram tangkap dia sebelum kabur jauh."
"Hahahaha. Tenang saja Alam, bahkan jika dia kabur aku tidak akan melepaskannya!" teriak Bram orang yang berpakaian penyihir.
"Ice Splash."
Beberapa kristal es seukuran kelereng terbentuk, kristal itu menyebar bersama hawa dingin yang mulai merambat ke arah yang ditunjuk oleh Bram.
Langkah kali Rion terasa berat, ditambah efek racun dalam kabut yang masih ada padanya, membuat tubuh Rion semakin lambat.
"Alan! Sekarang tangkap makhluk tersebut!"
"Huh! Ini pekerjaan mudah!"
Alan mulai berlari dengan mengacungkan pedangnya pada Rion, dengan tujuan memberikan perasaan penindasan padanya.
Rion yang hampir pada batas kesadarannya berusaha, menghindari pedang yang diarahkan pada bagian belakang kepalanya. Dengan keadaannya saat ini walau hanya bagian tumpul pedang, tapi jika dia akan kehilangan kesadaran mengingat kondisinya saat ini.
Merasa geram karena tebasannya dapat dihindari Rion dengan kondisi yang sebenarnya mustahil bagi orang dengan kondisi serupa, Alan melepaskan sebuah tekniknya.
"Split Slash."
Sebuah tebasan kuat mengenai punggung Rion, membuatnya pingsan dengan luka sayatan lebar pada punggung.
"Ah, Alan kalau keadaannya seperti ini, kita tidak akan untung banyak!"
Alan mendengus pada Bram, lalu menjawab, "Tinggal beri makhluk ini sihir penyembuhan saja supaya tidak parah. Masalahnya kan selesai."
"Bukan seperti itu, sihir penyembuhan memakan banyak mana tahu."
Alan menatap Bram tajam, seolah akan mengirisnya kapan saja jika mencoba berucap sekali lagi.
Bram menggaruk kepalanya, ingin menggoda Alan lebih jauh tapi melihat tatapan Alan, dia sedikit gentar. Walau jika bertarung secara kasar dapat dipastikan Bram menang. Namun dengan jarak sedekat ini jika Alan memang ingin menebasnya, maka Bram dipastikan tewas.
Melihat kondisi Rion yang kulitnya semakin pucat dengan darah yang terus keluar dari lukanya, Bram segera memberi sihir penyembuhan pada Rion.
Menggotong Rion di pundaknya, Alan berteriak lantang, "Dengan begini kita akan minum sepuasnya malam ini."
"Hahahaha," Sebuah tawa keluar dari mulut keduanya.
Mereka meninggalkan tempat tersebut, berniat minum sepuasnya setelah kembali ke kota dengan uang yang akan mereka dapatkan tanpa tahu bahaya yang mereka bawa.
Saat tirai malam turun, Rubah Kecil kembali ke gubuk tempatnya biasa tinggal sebulan ini dengan keadaan penuh luka. Jika Rion melihat keadaan Rubah Kecil sekarang, mungkin ia akan melakukan sihir penyembuhan secara gila seperti sebelumnya.
Rubah Kecil mematung, melihat tempat tersebut kini porak-poranda, dengan bekas pertarungan yang terlihat sepihak tanpa perlawanan.
Melihat darah tercecer tidak jauh dari tempatnya berada, suhu di sekitarnya mulai mendingin dengan cepat, membentuk embun es di dekatnya.
Berjalan mendekat, Rubah Kecil mengendus bau di sekitarnya. mengetahui dua orang asing yang kemungkinan menculik Rion, Rubah Kecil memandangi arah jalan yang diambil orang-orang itu.
Rubah Kecil berjalan menyusuri jalan tersebut, meninggalkan jejak es sepanjang jalan yang dilewatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Frando Wijaya
rion adalah half elf?!
2025-02-15
0
Doni AS (ig: blackjack_dnb)
lanjuuttt
2020-01-26
1
Shina kawai >¥<
╔════════════════╗
║ Tulis pesan kamu sendiri ║
╚════════════════╝
2020-01-26
0