A Little Desire Of Anti-Hero
Terdengar suara napas mendesak nan tersengal.
“IBU!” teriakan penuh kesedihan dilayangkan seorang anak kecil yang terduduk lemah. Air mata terlihat mengalir di wajah polosnya, bersama debu dan jelaga yang mengotori.
Api berkobar terang di sana-sini, membumi hanguskan apa yang dilalapnya. Tak menyisakan apa pun kecuali abu yang segera menghilang setelah tertutup angin.
Ledakan demi ledakan terjadi, menyebabkan tanah berguncang, termasuk tempat Rion, anak itu berada saat ini. Tepatnya di jalur bawah tanah yang telah digunakan anak-anak lain yang telah lebih dulu melarikan diri.
Siapa sangka, pada hari yang berjalan normal seperti biasa, bencana ini hadir. Dari celah kecil yang tercipta di antara puing-puing bangunan, Rion melihat bagaimana ibunya sedang menghadapi orang-orang yang menyebabkan desanya luluh lantak.
Desa yang selama ini berjalan damai dengan cepat rata dengan tanah, bersama banyaknya orang yang telah tewas. Bahkan jika selama ini Rion dijauhi penduduk desa yang lain, entah kenapa dia tetap tak rela akan bagaimana desanya dihancurkan.
Dengan baju besi kokoh yang berpasangan dengan pedang, tombak , busur, ataupun tongkat sihir di tangan, pasukan manusia itu terus memaksakan jalan. Menegakkan bendera merah yang disulam dengan benang emas dengan lambang singa yang mereka bawa, lambang keagungan yang mereka banggakan.
Kemilau cahaya sihir ungu muda terlihat terbentuk di tangan ibu Rion, kemilau indah tapi menghancurkan bagi musuhnya. Bersama dengan angin yang membuat rambutnya tersapu, menjadikannya sosok kudus yang menahan laju para manusia itu.
“I-Ibu!” Rion kembali berusaha memanggil ibunya, meski tenggorokannya kering hingga menyebabkan rasa sakit yang menyertai saat dia bersuara, hal itu tak menghalangi Rion untuk terus memanggil ibunya.
Asap yang terus dihirup Rion menyebabkan dadanya terasa sesak. Namun, rasa sakit yang menjalar di tubuhnya tidak Rion ketahui penyebabnya, entah itu dikarenakan paru-parunya yang sudah tak sanggup menahan tebalnya asap, atau karena hati Rion yang terasa sakit akan situasinya saat ini.
Rion mencoba mengulurkan tangannya, mencoba meraih tangan ibunya. Namun, usaha itu percuma dengan tangan Rion yang serasa tertolak oleh kekuatan lain, yaitu kemampuan khusus ibunya yang telah terlebih dahulu dipasangkan demi menjaga bahwa pasukan manusia itu tak akan dapat mengejar orang-orang yang telah melarikan diri.
Kemampuan khusus bernama [Force Field], yaitu kemampuan khusus yang dapat memanipulasi medan gaya khusus, baik itu energi maupun benda fisik.
Rion menggedor-gedor penghalang medan gaya yang menghalangi, berusaha menghancurkannya meski tahu itu percuma... dengan kekuatan lemahnya... semua usahanya itu, percuma. Air mata berlinang, napas yang terisak, hingga setitik air matanya jatuh, tetapi tak meninggalkan bekas apa pun dengan tanah yang lembab.
Rion berusaha menjaga kepalanya tetap tegak, meski tubuhnya sudah terasa lemah letih akibat bencana ini, dia tetap berada di tempat ini. Dengan secercah cahaya harapan bahwa dirinya dapat menyelamatkan diri bersama sang ibu, dia akan terus menantikan saat di mana ibunya berhasil melepaskan diri dari jeratan orang-orang yang mengepungnya.
Lintasan energi terlihat menyapu sekitar, berasal dari teknik pedang, tombak, busur, maupun sihir yang dilepaskan demi menahan ibu Rion. Tanah tidaklah rata lagi, tanah tempat berpijak kini menjadi terangkat dan tenggelam tak menentu, akibat penggunaan kemampuan medan gaya milik ibu Rion, kemampuan khusus yang membuatnya berhasil bertahan dari gempuran serangan-serangan yang diarahkan padanya selama ini.
Ibu Rion menggigit bibirnya, dengan situasinya saat ini dia tak kan dapat bertahan lebih jauh lagi. Meski dia membunuh lagi dan lagi musuh yang ada di depannya terus berdatangan bagai gelombang tanpa henti, seolah hanya ingin menguras stamina miliknya.
Napasnya mulai terengah-engah, keringat dingin yang membasahi tubuh serta rasa pusing yang menyertai. Menandakan bahwa di tubuhnya tak ada lagi mana yang tersisa, bahkan jika dia meminjam mana dari sekitarnya, dia harus memaksa tubuh yang hampir mencapai batasnya.
Suara teriakan parau terdengar lirih sampai ke telinganya yang memiliki tingkat kepekaan suara melebihi para manusia yang menjadi musuhnya, suara yang sangat dia ketahui. Memanfaatkan hindaran yang dilakukannya, ibu Rion melirik ke arah jalur pelarian yang digunakan, berharap dugaannya itu salah.
Namun, naas, kemungkinan terburuk yang ada dalam kepalanya lah yang terjadi. Anak yang sangat dia sayangi, Rion masih berada di tempat itu, dengan wajah penuh kotoran dan air mata berlinang, membuat hatinya terasa disayat oleh rasa pilu yang menggerayangi.
Dia memahami betul apa yang diinginkan oleh anaknya ini, bahkan jika suara lemah itu telah tertimbun suara kerasnya pertempuran di sekitarnya, dia paham apa yang diinginkan oleh anaknya.
‘Dasar anak manja ...,’ batinnya tak mampu menahan keluh, meski sebuah senyum terbentuk di bibirnya. Namun, bahkan jika dia juga ingin hal itu terjadi, dia tidak bisa. ‘Maaf Rion.’
Cahaya energi mulai terkumpul di telapak tangannya, cahaya ungu muda kemampuan khusus [Force Field] dan cahaya biru muda dari sihir elemen air yang dia kuasai.
Kedua cahaya itu saling berpadu, mendukung sifat satu sama lain. Meskipun sifat sihir elemen air sebenarnya bukanlah tipe ofensif, tapi dengan dukungan kemampuan [Force Field] yang menyokongnya, penggunaan untuk tujuan serangan dengan kekuatan mumpuni menjadi mungkin.
Butiran-butiran air mengambang di sekitar ibu Rion, sebelum berubah menjadi bilah-bilah air tajam berkompresi tinggi. Tidak ada satu pun rapalkan mantra yang terdengar, hal yang biasa dilakukan sebelum penggunaan sihir, teknik pertempuran, penggunaan kemampuan khusus, maupun kekuatan spiritual, menandakan tingginya tingkat penguasaan ibu Rion.
Bilah air melaju, memotong dan menangkis serangan yang dilancarkan. Dengan indah menari-nari di medan pertempuran, memotong, berbelok, kemudian kembali ke sisi ibu Rion, tak menghilang sebagaimana mestinya. Bersama percikan darah merah menodai tanah, aroma amis darah terbawa, semerbak di udara.
Gelombang air pasang dari [Water Magic: Great Wave], menerjang pasukan manusia itu, menghalangi mereka membuat formasi demi melawan balik ibu Rion.
Pasukan kehilangan formasi yang diusung demi menyelamatkan diri, membuat ibu Rion memiliki ruang bernapas sejenak.
Namun, itu tak berlangsung lama, suara langkah kuda terdengar, bersama seorang ksatria yang menampakkan diri dengan aura kebanggaan yang terpancar darinya. Dengan wajah rupawan, rambut pirangnya yang terpapar oleh matahari, serta pandangan mata biru yang tajam, membuat orang-orang yang tak dapat memalingkan perhatian mereka darinya.
“Tidak kusangka di Desa kecil semacam ini ada seorang kuat yang bersembunyi,” ucapnya setelah menyapu pandangan ke sekeliling, melihat pemandangan akan tumpukan mayat prajurit yang tewas berjatuhan.
Orang itu turun dari kuda yang dinaikinya. Saat dia turun pun, postur yang dia ambil tak memberi celah bagi lawan untuk menyerang. Dia mengeluarkan pedang dari sarungnya, pedang dengan kilau tajam, bersama energi yang memancarkan cahaya keemasan yang indah.
Ksatria itu mengatur napasnya sejenak. Mata yang setajam elang mulai diperlihatkan, bersamaan dengan keseriusan yang ditunjukkannya, aura yang berat nan menekan mulai dirasakan oleh orang-orang yang berada di sekitarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Niisha Vanasha Khasunny
Pertama, dialognya jangan terlalu banyak tanda serunya. Cukup satu aja.
Kedua, ada yang terlewat dari kata ‘di’
Di sana-sini ✔
Ketiga, tetap semangat, Thor! 😁
2019-12-15
4
Agis
awal yang bagus
2024-09-09
0
Ananda Harahap
sedih
2024-09-06
0