Di Ujung Senja Kita Bertemu

Di Ujung Senja Kita Bertemu

Tersulutnya Api Dendam Mariana

Sehelai daun lepas dari rantingnya, terbang bebas melayang terombang-ambing angin hingga pada akhirnya menyentuh tanah.

Pandangan wanita tua bermula dari daun tersebut lalu menyusur ke dinding kokoh berwarna putih, merambat naik melewati jendela pertama dan kedua yang tertutup. Kemudian netranya beralih ke jendela paling atas. Jendela lantai tiga benteng tempatnya bekerja. Di sana, Mariana terbiasa berdiri melihat cahaya mentari pagi di balik bukit.

Wanita tua itu melambaikan tangannya ke atas pada anak majikannya.

“Pagi, Non Ana.”

Mariana menekuk pandangannya, turun ke bawah melihat pengasuhnya. Di tangannya nampak menenteng keranjang kecil yang terbuat dari rotan. Gadis itu tersenyum. Lalu lenyap dari bingkai jendela.

Tak beberapa lama, pintu di hadapannya terbuka.

“Yati, je bent tien minuten te laat.”

(Yati, kau terlambat sepuluh menit)

Suara berat penjaga Belanda menyambut kedatangan Yati. Wajah penjaga itu begitu tidak mengenakan jika terlalu lama dipandang. Sehingga perempuan tua itu tak pernah mau melihat serdadu-serdadu itu.

“Sorry, ik moest voor mijn zoon zorgen die ziek was.” (Maaf, tadi aku harus mengurus anakku yang sedang sakit).

Yati kemudian berlalu. Berjalan menaiki tangga menuju kamar anak asuhnya. Pelan-pelan kaki tuanya menapaki satu persatu anak tangga.

“Bu Yati, panjenengan sampun dahar?”

(Bu Yati, kau sudah makan?)

Wanita Belanda yang sedang menyantap sarapan bersama suaminya menyapa. Dialah ibu dari Non Ana. Satu lagi Wong Londo yang baik hati. Selain itu, ia juga bisa berbahasa jawa dan sangat menghormati orang pribumi.

“Sampun. Kulo badhe teng kamaripun Non Mariana.”

(Sudah. Saya hendak ke kamarnya Non Mariana).

Majikannya itupun mengangguk. Ia tahu anak dan pengasuhnya punya ikatan batin melebihi dirinya sebagai ibu. Sehingga setiap pagi ketika Yati baru datang dan sebelum memulai pekerjaan, ia pasti memeluk Mariana dulu. Betapa sayang Yati pada anak yang sudah diasuhnya dari kecil. Diam-diam wanita Belanda itu terharu dalam hatinya.

“Jangan terlalu baik dengan pribumi, Ross,” kata suami Rossea yang berkumis tebal dan melengkung. Pria yang bulu-bulu di kepalanya semuanya berwarna pirang itu ialah Residen Madiun.

Seantero Madiun siapa yang tak kenal nama J.J. Donner. Residen yang sangat keras dalam memerintah. Namun, dibalik sikap kerasnya, ia punya tiga perempuan yang bijak di kehidupannya supaya tidak semena-mena dengan orang-orang pribumi.

“Jangan begitu, Bu Yati sudah aku anggap sebagai ibuku. Beliau juga sudah merawat Maria dari kecil ‘kan?” jawab Rossea sembari memotong daging dengan pisau dan garpu.

Donner belum menyahut sebab mulutnya tengah mengunyah makanan sampai habis tertelan. Hanya mengangguk dulu. Setelah meneguk air putih, dia langsung menjawab perkataan istrinya itu.

“Mengapa kau begitu baik dengan orang-orang pribumi?” Donner menatap tajam Rossea setelah meletakkan gelas.

“Karena setengah darahku adalah darah pribumi,” sahut Rossea. Ia menghentikan tangannya mengiris daging stik, tatapannya menyambut tatapan suami.

Donner tertawa jengah. Seakan meremehkan jawaban istri. Ia bangkit lalu meraih jas putih yang menyampir di sudut kamarnya.

Setelah jas itu dikenakan, Donner menghampiri istri. Ia tepuk pundak istri lalu berbisik, “Kau bangga dengan darah campuran orang-orang pribumi?”

Seketika Rossea marah. Nafasnya mendadak sesak. Otaknya dengan cepat mendidih. Tangannya benar-benar ingin menampar suami.

“Jangan pernah menghina orang lain,” geram Rossea. Tangannya mengepal dan menghantamkannya ke meja makan. Gelas dan piring di atasnya ikut bergetar dan menimbulkan kegaduhan.

Donner tak peduli dengan kemarahan Rossea. Ia pergi begitu saja. Wanita itu beranjak dari duduknya dengan diliputi rasa jengkel. Lelaki itu sama sekali tak punya perasaan, malah dengan cepat ia menuruni anak tangga meninggalkan istri. Sehingga Rossea berteriak agar suami mempertanggungjawabkan perkataannya. Perkataan Donner belum ia jawab.

“Donner, waar ga je heen?”

(Donner, kau mau pergi kemana?)

“Sudah, Mamah! Biarkan ayah pergi!” Suara lembut lalu terdengar dari belakang mencegah amarah Rossea. “Ayah memang begitu orangnya.”

“Hiks ... hiks ....”

Rossea menangis. Tak kuasa ia berdiri. Ingin roboh. Namun, satu tangannya dengan kokoh bertumpu ke dinding pembatas tangga untuk menahan tubuhnya. Satu tangannya lagi menutupi hidung dan bibir, menangis pilu atas hinaan suami.

Gadis berambut pirang yang tadi mencegah lalu menghampiri ibunda. Langkahnya menggerayang. Walaupun sesekali menabrak kursi meja makan. Tapi dia tetap ingin mendekat. Untuk sekedar menenangkan.

Tangan lembutnya meniti tepian tembok sampai membentur pembatas lantai dua. Ia tahu sebentar lagi ia sampai pada posisi ibundanya.

Rossea dengan segera meraih tangan putrinya yang tengah berjuang menggapainya. Gadis itu tersenyum dan langsung memeluk ibunya.

“Mamah yang sabar ya.”

“Sofia, kapan papahmu sadar dan tidak ikut-ikutan membenci orang-orang pribumi, Nak?”

“Sabar, Mah. Sofia yakin pasti suatu saat papah akan mencintai negeri ini karena walaupun papah itu tidak punya darah campuran pribumi tapi dia lahir di negeri ini,” kata Sofia dan melepaskan pelukannya. Netranya yang buta membuat wajahnya menghadap tidak ke arah ibunya.

Sofia adalah kakak kandung Mariana. Dari kecil ia sudah terlahir buta. Pada mulanya kelahiran Sofia sangat diharapkan oleh Donner. Namun begitu dokter memvonis kalau Sofia buta permanen, kebahagiaan Donner sekejap berubah menjadi kekecewaan yang luar biasa. Hal itulah yang membuat Donner selalu meluapkan amarahnya pada orang-orang pribumi.

...*****...

Yati melihat kamar Ana terbuka. Dilihat anak asuhnya itu sedang duduk di depan cermin sambil menyisir rambut merahnya yang alami.

“Pagi, Non Ana,” sapa Yati dari luar kamar. Dia tidak berani masuk sebelum anak majikannya mempersilahkan masuk.

“Pagi juga, Bibi.” Mariana menoleh. Tangannya masih terus menyisir rambutnya. “Silahkan masuk.”

“Non, apakah pagi ini saya boleh ....”

Belum selesai ucapan Yati, Mariana langsung lari dan memeluk orang yang telah lama mengasuhnya. Ia sudah menganggap wanita pribumi itu adalah ibu kandungnya.

“Aku tahu setiap pagi, Bibi ingin memelukku ‘kan, sekarang aku yang peluk Bibi,” bisik Mariana dalam dekapannya.

Bi Yati menitikkan air mata. Tangannya mendekap erat anak asuhnya. Tangannya mengusap lembut punggung Mariana.

“Bibi sayang sekali sama Non Ana.”

“Ana juga, Bi.”

Cukup lama mereka berpelukan. Seakan mereka adalah sepasang kekasih yang telah lama tak bertemu.

Namun, peristiwa mengharu biru itu sekejap menjadi kelabu. Mariana dikagetkan dengan suara tembakan. Sebuah peluru dengan cepat menembus punggung Bi Yati. Mulut sang bibi menyemburkan darah segar mengenai gaun anak asuhnya. Pelukan erat tangannya kini terlepas. Bi Yati mati seketika, terkulai dipelukan Mariana.

Mata Ana kemudian langsung menjurus pada seorang serdadu penembak Bi Yati. Dengan tatapan penuh amarah. Setelah Bi Yati diletakkan di tempat tidurnya, anak Residen Madiun itu berlari dan merebut dengan kasar laras senjata. Serdadu itu ambruk ke lantai. Tanpa berlama-lama kemudian Mariana menembaki serdadu beberapa kali hingga mati.

Mendengar suara tembakan, seisi bangunan itu langsung menuju sumber suara. Depan kamar Ana langsung ramai. Tampak wajah-wajah penasaran melongok dalam kamar. Seorang pekerja perempuan berteriak.

“Astaghfirullah.”

Pekerja perempuan itu langsung menutup matanya. Seorang perempuan memang tidak pernah tega melihat peristiwa tragis di depan matanya.

Dari ruang makan, Rossea juga mendengar suara tembakan itu. Membuatnya berlari menaiki tangga dan merangsek masuk. Serdadu dan beberapa pekerja pribumi memberi jalan tuannya lewat. Semua kepala tertunduk atas kedatangannya.

“Ada apa ini?”

Semua serdadu terdiam. Hanya tukang kebun tua mengacungkan jempolnya menunjuk ke dalam kamar Mariana.

Begitu melongok ke arah dalam, betapa terkejut Rossea, melihat gaun Mariana berlumuran darah. Di tangannya memegang senapan. Tampak di sana satu serdadu mati. Sang ibunda pun menutup wajahnya seraya tak percaya Bi Yati juga mati.

“Ada apa ini, Ana? Apa kamu membunuh mereka semua?”

Mariana menggeleng. Ia nampak berantakan. Pandangannya kosong seperti orang sedang kerasukan. Ia bersimpuh dekat serdadu yang telah ditembaknya.

Rossea dengan langkah gemetar mendekati. Berusaha menguasai rasa takut. Sebagai ibu, ia percaya putrinya tak melakukan pembunuhan itu.

Rossea mendekat, ikut bersimpuh, lalu merangkul putrinya.

“Apa kau yang membunuh mereka semua?” Rossea berbisik pelan. Mencoba meyakinkan dirinya. Berusaha cari tahu tentang yang sebenarnya terjadi.

“Bukan. Serdadu ini yang membunuh bibi,” kata Mariana menunjuk jengah mayat serdadu. “Brengsek!”

Amarah masih menguasai jiwanya. Lalu Mariana bangkit. Ia menenteng kembali senapan dan kembali menembaki beberapa serdadu yang sedang menyaksikan dekat bingkai pintu. Aksi Mariana itu membuat semuanya lari ketakutan. Keterampilannya menembak, berhasil melumpuhkan dua serdadu.

“Mariana jangan! Hentikan Mariana! Jangan lakukan itu!” Rossea berusaha mencegah putrinya yang kesetanan terus memburu dan menembaki para serdadu.

Akhirnya, langkah Mariana pun terhenti ketika peluru senapannya habis. Tapi dalam hatinya merasa puas telah berhasil menembak punggung satu lagi serdadu sebelum peluru habis. Dari belakang sang ibunda merangkul kuat putrinya. Mariana pun lemas. Menangis meratap kehilangan wanita yang sangat menyayanginya. Seorang pengasuh pribumi bernama Bi Yati. Dari peristiwa ini cerita bermula. Menyulut api dendam di hati Mariana pada bangsanya yang suka semena-mena terhadap pribumi.

Terpopuler

Comments

Green Garden

Green Garden

Permisi author dan segenap pembaca setia noveltoon.
Mampir juga yuk ke novel aku yang judulnya counting of love
Ditunggu komentar dan juga votenya ya...🥰😉

2021-03-18

0

Hallo Pitta

Hallo Pitta

parah sob, pikiran gw bisa berbaur dengan apa yanh dituliskan oleh sang penulis

2021-02-12

0

Nany Manessa

Nany Manessa

keren iihhh baru nemu ni novel langsung suka 😍😍😍

2021-01-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!