Janji di Padang Ilalang & Ambisi Donner

Angin bertiup membawa bau ilalang. Kicau burung gelatik terdengar merdu di telinga Sura Mandala. Netranya memandang hamparan luas ilalang yang bergoyang-goyang tersapu angin. Sementara tangannya menggenggam tangan Rossea. Kali ini Sura Mandala sudah berhasil menghilangkan rasa canggungnya. Membawa kekasih menikmati senja.

Tak mau menyia-nyiakan udara segar ini, hidung Rossea tak berhenti menghirup. Menarik napas dalam-dalam lalu menghembus pelan. Tangan kirinya merentang. Rambut panjangnya bergerak-gerak tersapu angin. Betapa ia sangat bahagia hari ini. Untuk ketiga kalinya ia berjalan dengan Mandala.

“Mas Mandala, terimakasih,” ucap Rossea. Ia menengok pada Sura Mandala dan memberi senyum.

“Terimakasih untuk apa, Ros?”

“Terimakasih selama kau di sini, kau sudah selalu menemaniku menikmati senja di lembah ini,” jawab Rossea.

Sura Mandala mengangguk. “Graag gedaan.”

“Wah ... darimana kau belajar Bahasa Belanda?” tanya Rossea begitu tahu Mandala memakai Bahasa Belanda. Sungguh suatu kejutan bagi Rossea.

“Di Yogyakarta banyak orang yang bisa berbahasa Belanda. Lingkungan keraton juga banyak yang bisa berbahasa Belanda.”

“Oalah, ngono tow,” gumam Rossea.

Kini giliran Mandala yang terkejut. Ternyata Rossea bisa seperti orang jawa juga.

“Kenapa kau heran?” tanya Rossea lalu menyenggol lengan Mandala sehingga nyaris terdorong ke depan. “Jangan lupa bapakku orang Jawa dan aku juga dari lahir di tanah Jawa.”

“Oh ya yah.” Mandala berlagak lupa. Lalu diikuti gelak tawa mereka.

“Mas Mandala, asal kau tahu semenjak kehadiranmu, hari-hariku terasa berwarna,” sanjung Rossea setelah menghentikan tawanya.

Mendengar perkataan Rossea itu, hati Sura Mandala serasa berbunga. Pemandangan seolah makin indah ketika mentari mulai terbenam di balik Gunung Wilis.

“Rossea, apakah ada lelaki yang sekarang sedang mengisi ruang hatimu?” tanya Mandala tiba-tiba.

Pertanyaan Sura Mandala begitu mengejutkan Rossea. Bagai petir kecil menyambar otaknya. Tetapi, perasaan itu masih bisa Rossea sembunyikan dengan kembali tertawa.

“Mengapa kau tertawa?” tanya Sura Mandala sambil menautkan kedua alisnya. “Aku ini tanya serius, lho.”

“Kalau sudah kenapa?” Rossea sedikit menantang. Ia ingin memancing bagaimana reaksi Sura Mandala.

“Tidak apa-apa. Paling kalau aku kembali ke Yogyakarta, aku tidak akan kembali lagi ke Madiun,” jawab Mandala. Tak mau kalah. Walaupun menyukai Rossea, senopati muda itu harus pura-pura jual mahal.

“Hihihi ... halah mutung,” seringai Rossea, mendekatkan kepalanya persis pada telinga Mandala.

Mandala memutar kepalanya. Membelalakan mata.

“Kau ini suka meledekku ya.”

Rossea cekikikan. Menahan tawa dengan menutup mulutnya. Mandala kali ini benar-benar lucu.

“Nih biar kamu tahu. Seumur hidupku hanya ada satu laki-laki yang mengisi hatiku yaitu Romoku. Tidak ada pria lain selain Romoku,” terang Rossea setelah ia puas terbahak-bahak.

Mendengar ucapan Rossea, Mandala diam-diam menghela napas. Dalam hatinya bersorak.

“Rossea bolehkah aku mengatakan sesuatu?”

“Apa?” tanya Rossea lembut, wajahnya mendongak. Ia bersiap mendengar apa yang selanjutnya akan dikatakan Mandala.

“Kalau tugasku di Yogyakarta selesai, apa kau bersedia menikah denganku?”

“Apa kau yakin?” tanya Rossea sembari memicingkan sebelah matanya.

“Aku yakin,” jawab Mandala mantap.

Rossea dan Mandala kini berhadapan. Saling menatap. Tangan Mandala tegerak untuk meraih satu tangan Rossea lagi. Menggenggam penuh kelembutan. Ibu jarinya mengelus lembut punggung tangan Rossea yang halus.

“Ik hou van je,” ucap Rossea.

“Ya, aku juga mencintaimu,” jawab Mandala lalu disambut dengan senyuman mereka. Sungguh ini saat yang diinginkan setiap pasangan. Alam semesta sepertinya merestui hubungan mereka. Seakan diwakili angin yang bertiup semilir, mewarnai keromantisan mereka.

Namun setelah beberapa lama, entah mengapa raut wajah Rossea mendadak berubah.

“Tapi ...,” ucap Rossea. Ia melepaskan pegangan kedua tangannya perlahan.

“Tapi kenapa, Ros?” tanya Mandala heran. Dahinya mengerut. Ia berjalan menghampiri Rossea yang lebih dulu berjalan ke tengah padang ilalang. “Apa ada yang dikhawatirkanmu?”

Rossea menunduk. Memandang kakinya yang menginjak rerumputan.

“Apa yang kamu khawatirkan?” Rasa penasaran kini menyelimuti hati Mandala

“Aku khawatir kalau kau menikahiku, kau akan diburu oleh Belanda seperti halnya Romoku,” jawab Rossea. Matanya terpejam melukiskan perih hatinya. Bagaimanapun Rossea tidak mau kehilangan orang-orang yang dicintainya. Romonya adalah orang yang telah lama bermusuhan dengan Belanda. Bukan mustahil kalau suatu saat nanti Belanda akan menyerang dan membunuh mereka.

“Aku tidak takut seperti itu, Ros,” tandas Mandala. Tangannya menepuk pundak kekasihnya. “Jujur saja telah lama aku juga membenci Belanda. Semenjak mereka memperlakukan semena-mena rakyat Mataram sampai sekarang. Apalagi ketika mereka berhasil memecah belah Mataram.”

Ada pendar cerah di wajah Rossea setelah mendengar jawaban kekasihnya. Dia berbalik ke arah Mandala. Gairah kebanggaan membuatnya spontan mendekap calon suaminya.

“Aku mau menikah denganmu, Mas. Nikahilah aku secepatnya. Sebelum Belanda meluluhlantakkan Kadipaten Madiun.”

Mandala membalas dekapan mesra. Telapak tangannya mengusap punggung Rossea. Dihirupnya udara dalam-dalam sebagai suatu kelegaan di lubuk hatinya.

“Aku bersedia melindungimu dan seluruh rakyatmu dari pasukan Belanda," janji Mandala.

...*****...

Sehari setelah Sura Mandala kembali ke Yogyakarta, Rossea merasa kesepian. Duduk melamun di bingkai jendela. Ada rasa khawatir kalau kekasihnya tak menepati janji. Tapi Rossea berusaha menepis semua itu. Ia harus percaya bahwa kekasihnya akan kembali.

Lamunan Rossea kemudian berhenti oleh suara kereta kuda yang masuk ke halaman rumahnya. Siapa gerangan? Pertanyaan itu muncul di benak Rossea.

Rasa penasaran Rossea sekejap terjawab. Dari atas Rossea melihat seorang pria muda Belanda berbusana putih dan rapi ala bangsawan turun dari kereta itu sambil membawa bunga.

Rossea bergegas untuk mengabarkan ayahnya ketika pria itu berjalan menuju teras rumah.

“Romo, ada tamu,” bisik Rossea lirih pada romonya yang tengah khidmat berzikir.

“Ya, Romo sudah tahu. Aku sudah menduganya dia akan ke sini, dugaanku benar-benar jadi kenyataan,” gumam Raden Bayu, dengan tidak merubah posisinya. Tetap khusyuk menghadap kiblat.

Namun, Rossea heran apa maksud perkataan romonya tadi? Apa yang sudah diketahui romo pada tamu itu? Bukankah dia baru bertandang ke sini? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul begitu saja di kepala Rossea.

“Sudah, kamu tak perlu tahu. Kamu lebih baik kembali ke kamar. Jangan keluar! Biar Romo yang menemui orang itu.”

“Njih, Romo,” Rossea menurut. Biar bagaimanapun, romonya lebih tahu siapa tamu itu dan tujuannya datang kemari. Gadis itu memutuskan kembali ke kamar.

Sedang ketukan pintu telah menggema. Ada Bi Yati membukakan pintu.

“Selamat pagi, apa benar ini rumah Tuan Adipati Raden Bayu?” ucap pria Belanda. Pria itu belum fasih benar berbahasa Indonesia.

“Ya benar, anda siapa ya?” tanya Bi Yati. Matanya menyoroti pria asing itu dari ujung kaki sampai ujung kepala.

“Nama saya Donner. Saya bertandang ke sini, ingin bertemu dengan Nona Rossea. Apakah Rossea ada?”

Bi Yati gelagapan. Dia bingung mau jawab apa. Khawatir pria Belanda di hadapannya adalah mata-mata. Beruntung, Raden Bayu segera muncul dari belakang pria yang bernama Donner itu.

“Selamat pagi juga, Mas Donner. Maaf Rossea tidak ada di rumah. Dia sedang berkunjung ke rumah calon mertuanya,” cetus Raden Bayu secara tiba-tiba.

Kemunculan sang adipati yang tiba-tiba di belakang, membuat pria Belanda itu kaget bukan kepalang. Dalam hatinya berucap darimana datangnya orang ini? Perasaan tadi tidak ada orang ini.

Raden Bayu menampakkan wajah ketidaksukaannya pada kedatangan Donner. Sebenarnya kalau dicermati, perkataan Raden Bayu tadi mengisyaratkan kalau beliau tahu maksud dan tujuan Donner. Ucapan ketusnya itu sebagai cara menangkal niat Donner yang sesungguhnya.

“Halo, Tuan Adipati,” sapa Donner ramah. “Perkenalkan saya Donner. Saya datang ke sini untuk menjalin hubungan baik dengan Tuan Adipati. Saya ingin berkenalan dengan anak Tuan. Bolehkah saya masuk?”

“Silahkan,” jawab Raden Bayu berusaha menguasai keadaan.

Donner duduk di kursi tamu sedangkan Raden Bayu duduk di hadapannya.

“Permisi, Tuan Adipati. Anda tadi mengatakan kalau Rossea tadi sedang ke rumah calon mertuanya. Berarti anak Tuan sudah punya calon suami?” Tanya Donner.

“Ya,” jawab Raden Bayu singkat. Sambil duduk, dia menyidekapkan tangan depan dada.

Sikap Raden Bayu membuat Donner tak nyaman. Nyalinya dibuat ciut. Ya, memang itulah tujuan Raden Bayu agar pria itu tak berani mendekati Rossea.

Sikap Raden Bayu memantik api kemarahan Donner. Tapi Donner berusaha menekan emosinya agar beliau mau menerimanya sebagai menantu.

“Oya ini ada bunga dan cokelat terenak di dunia yang saya bawa langsung dari Swiss khusus untuk Rossea. Sudilah Tuan menerima hadiah saya ini,” ucap Donner berusaha meluluhkan hati.

“Mohon maaf, Mas Donner. Saya tidak mau menerima hadiah dari anda. Lebih baik bawa saja untuk wanita lain,” tegas Raden Bayu.

Penolakan beliau benar-benar membuat Donner merasa terhina seketika. Dia terdiam. Suasana menjadi hening, Donner tidak mampu lagi berbicara satu kata pun. Duduknya pun merasa tak nyaman.

Tak ada pilihan lain, sikap dingin Raden Bayu membuat Donner memilih pamit.

“Tuan Adipati, berhubung Rossea tak ada, saya pamit pulang dulu,” katanya.

Ada kekecewaan dan kemarahan terpancar dari kilatan mata Donner. Rasa itu benar-benar ia tahan karena baru pertama kali ke rumah sang adipati. Tujuannya pun belum tercapai. Donner tak mau gegabah.

Sebelum meninggalkan rumah Raden Bayu, Donner mengajak sang adipati berjabat tangan tapi ditolak. Malah tangan adipati mempersilahkan Donner untuk segera keluar.

“Kalau begitu silahkan,” tukas Raden Bayu.

Ditarik tangan Donner dengan rasa malu yang luar biasa. Menggenggam, bergerak turun secara perlahan.

“Baik. Saya permisi, Tuan.”

Donner berlalu. Adipati Raden Bayu tak mengantarkan ia sampai ke depan rumah. Pria Belanda itu benar-benar merasa terhina. Sewaktu dalam perjalanan, di atas kereta kudanya Donner berjanji akan buat perhitungan, untuk membalas sakit hatinya ini. Dan tentunya tak akan mundur sampai bisa menikahi Rossea

“Baru kali ini ada orang yang berani menghinaku. Lihat pembalasan sakit hatiku ini suatu saat nanti, Raden Bayu,” geram Donner. Tangannya mengepal dan menghantamkan ke pangkuannya. “Aku tidak peduli Rossea sudah punya calon suami atau tidak. Akan aku rebut. Karena tidak ada satupun yang berhak menghalangi keinginanku.”

Terpopuler

Comments

Nany Manessa

Nany Manessa

koreksi dikit thor di awal part c donner kan dateng pke kereta kuda pas plng msa pke mobil😁😁 trus pas donner neken bel kyanya kurang pas deh thor emng zaman dlu udh ada bel ya,, maaf ya thor tolong di koreksi lg🙏🙏

2021-01-16

1

Calvien Arby

Calvien Arby

wowww

2020-09-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!