3. Namanya

Namanya

Andi mencari-cari siapa gerangan wanita itu. Mereka berempat cabut dari arena turnamen setelah diratakan oleh satu orang saja. Bangsatnya lagi, satu orang itu merupakan seorang wanita. Rasa penasaran Andi membawanya untuk melihat wanita itu. Alangkah terkejutnya abang terheran-heran ketika melihat cewek itu adalah cewek yang udah numpahin jus ke kepala Andi.

Muka Andi kecut melihat jari tengah wanita itu mengarah kepada Andi.

"Woi anjing lo!" teriak Andi kepada cewek itu. "Siapa nama si *** itu?"

Agus menempeleng kepala Andi karena udah frontal banget bilangin anjing di depan supporter yang sama-sama ngelihat dari jendela. "Lo bisa nyante dikit ga?"

"Iye ... maap. Lo ga liat apa dia ngeginiin gue tadi?" Andi memperagakan jari tengahnya kepada Agus.

"Kalau dari nickname gamenya, kayanya nama cewek itu adalah Naila," balas Felix sembari memperhatikan gerak jemari Naila yang lagi serius main game di sana.

Andi menoleh ke sampingnya. Ada adik kelas cewek yang lagi jinjit ngelihatin teman-temannya di dalam arena turnamen.

"Dek ... boleh nanya, ga?" tanya Andi sembari memasang muka cool.

"Maaf bang .... Gue udah punya pacar," balas adik kelas itu.

"Eh, kuah rendang, gue mau nanya cewek itu siapa namanya?" Andi menunjuk Naila. "Bukan ngajakin lo *****, anying"

"Muka abang udah kaya ngajakin gue pacarin, sih," balasnya lagi.

Andi menepuk jidat. "Siapa juga yang mau sama lo?"

"Banyak, bang. Liat aja tuh di belakang." Ia memonyongkan bibirnya untuk menunjuk Agus dan Nanang lagi 'dada-dadaan' kepada dirinya.

Wajah Andi memasang pose datarnya. Kadang dia mikir kenapa bisa temenan sama orang *** kaya mereka.

"Plis, deh ...," ujar Andi kepada Agus dan Nanang.

Agus dan Nanang mengerti dan agak mundur selangkah.

"Jadi, siapa nama cewek itu?" tanya Andi.

"Abang enggak tanya nama gue?" Ia melipat tangannya.

Lagi-lagi Andi menepuk jidatnya. Kenapa bisa dia ngomong sama orang absurd kaya dia.

Ni anak minum apa sebelum ke sekolah, yak? Antimo satu plastik?

"Ngapain juga gue nanyain nama lo, *** ...."

Alis adik kelas itu turun. Matanya melihat ke garis-garis lantai. "Kadang gue heran kenapa enggak ada abang kelas yang mau nanyain nama gue. Padahal gue pengen loh."

"Lah, lo bilang tadi udah punya pacar? Gimana, sih?" Andi mulai agak panas nih.

"Pacar gue itu kurang perhatian akhir-akhir ini. Katanya dia lagi fokus ngegedein otot dada."

"Dua tiga bola melesat, kaga peduli gue ***!" balas Andi.

Sebelum suasana makin memanas, alangkah sebaiknya Andi pergi dari sini. Andi menarik Agus dan Nanang yang mulai ngegodain adik kelas di sekitaran. Sementara itu, Felix agak kesal ditarik Andi karena lagi fokus ngelihat layar yang menayangkan live pertandingan.

"btw, nama gue jumin, bang," teriak adik kelas itu. "Telpon aja ke nomor gue kosong lapan tiga satu bla bla bla bla."

Andi ngos-ngosan lari dari cewek ga jelas yang baru aja dia temui. Teman-temannya juga ikut-ikutan lari ngelihat Andi yang kebirit-birit.

"***, lo ngapain lari?" tanya Agus yang juga ngos-ngosan.

"Gue baru ngelihat cewek yang lagi mabok selendang kuntilanak," jawab Andi.

"Ada-ada aja lo," balas Agus.

Nanang ngeluarin kotak rokoknya di kantung celana. "Kuy, ngerokok lagi."

"KUY!" ucap mereka sama-sama

Kejadian di sekolah masih menjadi dendam tersendiri bagi Andi. Ia ingin sekali membalas wanita itu jika diberi kesempatan untuk bertemu lagi. Baru kali ini ada yang berani melakukan hal itu padanya. Kevin saja yang termasuk orang dengan muka sangar bak anak semester akhir yang ga kelar-kelar skripsinya, tidak pernah melakukan itu. Bahkan, Kevin mungkin berpikir dua kali untuk itu.

"**!" ucap Andi ketika memarkirkan motor supra modifikasi di garasinya.

Andi ngegass anying ...

Artinya apaan Bang Jai?

Jangan dicari tahu, deh ...

"Samlekom ...," ucap Andi ketika memasuki rumah.

Hidung Andi mengendus-ngendus kaya **** ketika menyium sesuatu yang tidak asing lagi. Andi kan memang begitu, suka ngendus-ngendus bau yang enggak jelas. Di antara anggota Anak Amak, hanya Andi seorang yang memiliki keahlian pengendusan yang ampir sama dengan anjing brimob.

"Gue kenal baunya." Andi mengendus lagi menyelusuri tangga rumah. "Lah ... kok malah ke kamar gue, ya."

Ia mencari mamanya dengan melihat ke lantai satu, namun tidak ada tampak batang hidungnya. Pintu terbuka begitu saja, tidak biasanya mamanya keluar dengan keadaan pintu tidak terkunci. Kalau bisa, mamanya make laser yang bisa ngeluarin senjata kalau ada orang yang mengenainya.

Ketika ia memasuki kamar, terdengar suara gemericik air dari kamar mandi. Ia menebak-nebak siapa gerangan orang yang tengah memakai kamar mandinya. Ia teringat jika Mama meminta Andi untuk membersihkan kamar mandi. Udah dua bulan enggak dibersihin. Tahu sendiri gimana kotornya kamar mandi yang udah dua bulan enggak dibersihin. Apalagi banyak bekas-bekas colay yang ditumpahin di sana.

"Ma ... manga dibarasiahan? Lai kan Andi barasihannyo ...," ucap Andi dengan berbahasa Minang.

Ma .... Kenapa dibersihkan. Bakalan Andi bersihin, kok.

Udah sering begini. Jika Andi enggak juga ngebersihin kamar mandinya, mamanya sendiri yang bakalan ngebersihin. Setelah itu, Andi kena semprot dengan siraman hujatan yang mendidik dari mamanya sendiri. Tau sendiri orang Minang kalau udah marah, mulutnya pedih banget.

Tangan Andi membuka gagang pintu kamar mandi. Alangkah terkejut abang terheran-heran ketika Andi mendapati Tami sedang berdiri dengan dibalut handuk tipis berwarna putih.

"AAAAAA ....." Andi teriak kaya banci dikejar satpol PP. Ia langsung membanting pintu kamar mandi dan menjauh ke sudut kamar.

Tami keluar dengan santai tanpa rasa bersalah sedikit pun. Tami hanya berjalan santai sembari menatap Andi yang berdiri di sudut kamar.

"Air di rumah aku lagi rusak. Jadi aku mandi di sini." Tami membuka lemari Andi untuk mengambil pakaian milik Andi. "Oh, iya ... Mama kamu pergi wirid ibu-ibu PKK."

"Plis ... deh. Jangan sembarangan masuk ke kamar gue." Tangan Andi melemparkan selimut besarnya ke tubuh Tami. Dia udah enggak bisa ngelihat Tami dengan berbalutkan handuk tipis. Bisa-bisa nanti kelepasan. "Dan jangan mandi di kamar gue. Kan di bawah juga ada kamar mandi."

"Kalau aku sukanya mandi di kamar kamu, emangnya enggak boleh?" tanya Tami dengan polosnya.

"Yaa ... enggak gitu juga kali, Tam. Lo itu cewek, dan gue ini cowok. Bisa terjadi hal-hal yang diinginkan nanti!"

"Kan itu pemikiran kamu aja. Lagian, aku sering mandi di sini dulu. Malahan kita mandi bareng." Tami menunjukkan kaos yang ingin ia pinjam. "Aku pakai, ya?"

Andi menangguk. "Itu kan kita masih kecil. Sekarang lo udah gede, udah pake beha."

Tami tidak menjawab. Ia keluar dari kamar untuk memakai pakaian di kamar sebelah. Sementara itu, Andi masih deg-degan sembari menahan wajahnya yang kemerahan. Kadang, Tami masih terbawa kebiasaanya dulu sewaktu kecil. Hal itu acap kali membuat Andi kesal. Namun, hal itu juga yang membuat teman-teman Andi iri karena diginiin tiap hari.

"Andi, turun yuk. Gue udah buatin mie goreng." Tami membuka kembali pintu kamar. "Mie goreng dabel dengan sosis panggang dan telor setengah matang kesukaan Andi, yang dimasak seperti anak sendiri."

Dengan diiringi suara TV kartun spombob, Tami tertawa sendiri sembari menyendokkan mie goreng ke mulutnya. Andi tidak ingin terlalu berekspresi, ia masih canggung dengan kejadian tadi.

Ni anak cantik-cantik tapi mukanya tebel baget, ya. Kaya enggak ada yang terjadi, ucap Andi dalam hati.

Mata Tami mengarah ke sebuah foto keluarga yang terpampang di ruang keluarga. Terdapat foto Andi yang masih sangat belia berfoto tanpa sedikit pun berekspresi. Sementara kedua orang tuanya tersenyum lebar menyambut jeprean foto. Ia tersenyum ketika melihat seorang anak perempuan berumur dua tahun yang sedang digendong oleh mamanya Andi.

"Apa kabar Aisyah?" tanya Tami.

"Gue rasa baik-baik aja," jawab Andi dengan singkat

"Lo enggak rindu sama dia?" tanya Tami lagi.

Andi enggak menjawab.

Jadi, gini ... Andi itu punya satu saudara perempuan yang beda dua tahun lebih muda darinya. Andi dan Aisyah enggak terlalu dekat karena memang jarang ketemu. Bahkan, Andi enggak terlalu mengenal adiknya sendiri. Sekarang, Aisyah tengah mondok di pesantren yang berada di daerah Padang Panjang, Sumatera Barat. Bahkan, sejak dari SD adiknya itu sudah memilih bersekolah agama di salah satu yayasan pendidikan agama yang masih milik kerabat keluarga Andi.

Aisyah cuma ketemu sama Andi sekali setahun karena Aisyah baru akan pulang dari pesantren sewaktu Hari Raya Idul Fitri. Walaupun diizinkan pulang sebulan sekali, Aisyah hanya akan pulang ke rumah neneknya di daerah Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Kadang, Aisyah dijemput oleh Papa dan dibawa ke Padang, kota tempat papanya bekerja.

"Ya, rindulah. Namanya juga kan dia adik gue."

"Gimana ya wajahnya Aisyah sekarang. Gue penasaran banget. Pasti cantik mirip Tante," balas Tami.

"Kata Mama, Aisyah bakalan pindah ke sini semester ini. Tapi, enggak tahu kapan. Mama ngerasa kesepian karena kami cuma tinggal berdua di sini. Ditambah lagi Papa kerjanya jauh di Padang." Nada Andi terdengar merendah.

"Wah, ide bagus tuh."

"Yaa ... tapi kan masih wacana. Soalnya Aisyah itu kecil-kecil udah punya pendirian yang kuat. Bisa jadi dia nolak karena milih sekolah di pesantren."

Andi jadi teringat sedih karena Mama yang sering kesepian karena anak perempuannya itu terlalu jauh dari dirinya. Padahal, sebagai anak bungsu harusnya selalu berada di sisi seorang Ibu. Namun, Aisyah lebih memilih menjadi mandiri dengan bersekolah yang jauh dari orang tua, bahkan semenjak dari kecil.

Aisya, pulanglah ....

Tapi jangan sampe kenal sama temen-temen gue yang *** sekaleeeee ...

***

Terpopuler

Comments

Sindi Andriani

Sindi Andriani

thor, lo orang minang ya? pinter amat bhsa minang ny!

2019-12-12

2

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 66 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!