Part 4 Terjebak makin dalam

"Masak apa kita malam ini, Mba?" tanya Angga sambil menelusuri tiap sudut kulkas. Ia jongkok di depan lemari bersuhu dingin itu. Netranya tajam, mengintai tiap benda di dalamnya.

Aku hanya duduk di kursi meja makan, menatapnya jengah. "Maunya apa? Kemarin, kan, udah beli sayuran. Tinggal pilih tuh," tunjukku ke beberapa kantung plastik di dalam kotak sayuran paling bawah.

"Ya udah. Ayam goreng aja, Mba."

Angga mengeluarkan sebungkus paha ayam lalu memberikan padaku. Ia letakan di meja.

"Jung! Buruan dimasak. Gue laper," suruhnya dengan ekspresi memelas. Aku menyipitkan mata, meraih plastik ayam, menuju wastafel. Untuk mulai mencucinya. Karena sebetulnya, perutku pun sudah beberapa kali berbunyi.

Selama memasak ia terus ada di dekatku. Entah memainkan game di ponselnya, atau sekedar memutar-mutar sendok di atas meja makan. Terkadang dia juga menanyakan apa saja yang akan kulakukan untuk memasak ayam goreng ini.

"Bantuin potong bawang, deh!" pintaku sedikit memaksa.

"Mager, ah!"

"Bantuiin, Angga!" Aku merengek sambil mengerak-gerakan tubuh mirip anak kecil.

"Ya ampun. Masa nggak bisa?"

"Bukan nggak bisa. Tapi biar cepet kelar. Laper ...," balasku dengan wajah memelas, memegang perut.

"****!"

Kami memasak bersama hingga ayam goreng pun matang. Selama memasak Angga kerap menjahiliku. Entah melemparku dengan bawang atau memberikan noda kunyit pada ujung hidungku. Dan entah sudah berapa kali juga aku berteriak karena ulahnya.

"Ngga?"

"Hmm?"

"Kenapa nggak ikut makan bareng yang lain?" tanyaku saat kami menyantap makan malam yang sudah lewat dari yang seharusnya.

Ia berhenti menyuap nasi, meraih gelas berisi air putih dan meneguknya.

"Males gue ikutan acara gituan."

"Kenapa?" Aku penasaran. Sampai-sampai ikut menghentikan makanku.

"Males ah, Mba. Udah gitu aja."

Piring Angga sudah bersih dari nasi dan lauk. Ia kemudian melirik padaku. Menatap ayam dipiringku dengan begitu mengerikan.

"Ngapa dah?!" Kujauhkan piring darinya.

"Masih ada. Nggak dimakan? Ih buruan atuh dihabisin. Makan kok lelet banget."

"Kebanyakan nasinya. Nggak kuat deh kayaknya."

"Gue bantuin, ya." Tanpa disuruh, ia berjalan mendekat. Duduk di sampingku dan mulai menyuap nasi beserta ayam yang tersisa.

"Kenapa bengong? Makan dong! Apa perlu gue suapin?" tanya Angga, langsung mengumpulkan nasi beserta daging ayam di ujung jarinya, dan menyuapiku langsung dari tangannya. Dan anehnya aku mau saja disuapi.

"Itu buat aku deh! Kamu udah makan banyak, Ngga," rengekku sebal. Melihat kulit ayam goreng terakhir dipiring.

"Ih nggak bisa. Ini buat aku. Salah siapa nggak makan sendiri? Nih." Saat ia akan menyantap kulit ayam ditangannya, aku mendekat lalu mengambil kulit ayam itu dengan mulutku. Alhasil jari Angga terkena gigitanku sedikit.

"Aduh! ****! Digigit!" teriaknya kesal, mengibas-ngibaskan tangannya lalu melihat jari telunjuknya dari jarak dekat.

"Nggak berdarah kok. Santai aja. Kegigit dikit doang juga," elakku, mengunyah kulit perebutan kami dengan bangga. "Save the last for the best," kataku dengan bangga.

"Hm. Baiklah. Dih, kenapa sih gue ngalah! Sialan!" Angga kesal namun tidak bisa berbuat apa-apa. Aku pun tertawa puas melihatnya.

_____

Hujan baru saja mengguyur kota ini. Bahkan cukup deras disertai petir dan kilat yang beberapa kali mengagetkan. Sambil menunggu hujan, kami putuskan menonton film. Aku membuat dua cangkir kopi dengan beberapa cemilan di meja.

"Lama redanya ini hujan. Ck."

Angga terlihat sedikit frustasi. Beberapa kali ia melirik gawai di tangannya. Gusar.

"Naik taksi online aja. Biar motornya di sini dulu," sergahku ikut melihat layar ponselnya. Ia terlihat tengah mengirim pesan ke beberapa orang.

"Nggak bisa. Repot besok berangkat kerjanya. Ngojek bakal lama dapet drivernya. Lagian kalau gue pergi, elu emangnya nggak apa-apa sendirian? Mba Nova belum balik juga, loh. Nanti kalau tu cowok nyamperin ke sini gimana?"

Bener juga, ya.

"Terus? Gimana dong."

"Gampanglah nanti. Kalau mau tidur, sana deh. Nanti gue balik kalau Mba Nova udah pulang. Itupun kalau hujannya udah reda. Minimal gerimis juga nggak apa-apa."

Pria di sampingku ini terus menatap keluar jendela. Mengamati rintik hujan yang masih deras sejak awal mereka turun ke bumi. Ia lantas menyandarkan punggungnya di sofa. Melipat kedua tangan di depan, fokus kembali pada layar datar di depan kami. Walau berkali-kali aku menonton film ini, rasanya tidak ada bosannya. Valak.

"Mba ... elu nggak takut nonton film ginian?" tanya Angga, ikut mengambil snack yang ada dipangkuanku.

"Takut."

"Lah ... terus ngapain ditonton? Cari film lain aja napa?!"

"Kan ada elu. Jadi ada temen nonton. Kalau sendirian mah ogah."

"Oh. Dasar, ya. Eh ... siniin itu jajannya. Dimakan sendiri ih. Gue susah ngambilnya," tunjuknya pada snack yang sedang kumakan. Aku pun ikut bersandar sepertinya. Snack kuletakan diantara kami. Lalu aku bersandar dilengan Angga. Ia tidak menolak, tidak pula mengiyakan.

Sampai film selesai diputar, kami tidak mengobrol sama sekali. Aku sibuk menonton film, sementara Angga sibuk memainkan game di gawainya.

Layar tv kumatikan. Angga menoleh. "Udah abis?" tanyanya dengan wajah datar.

"Udah. Hehe." Aku terkekeh dengan puas. "Kamu kenapa, sih?"

"Nggak apa-apa."

"Keren ya filmnya. Harusnya tayangnya film ini dulu, ya. Sebelum film conjuring."

"Mana gue tau," sahutnya ketus.

"Kok nggak tau. Kan tadi ikut nonton."

"Kagak. Ngapain juga nonton film horor. Cuma dapat jumpscare nya aja."

"Tapi bagus."

"Tapi gue nggak suka."

"Oh ... kamu nggak suka?" tanyaku dengan polosnya.

"Nih hape dari tadi bunyi. Sampai nggak sadar!" Angga mengulurkan gawaiku.

"Cha, maaf ya. Gue nggak bisa balik ini sekarang. Jalan utama ditutup. Ada pohon tumbang. Nggak ada akses balik. Sorry banget, ya. Elu nggak apa-apa di rumah sendiri?"

"Ya udah, Nov. Nggak apa-apa. Take care, ya."

Gawai kembali kuletakan di meja. Melirik ke arah jendela. Angin serta hujan petir masih terlihat sama. Belum berhenti bahkan berkurang. Jam dinding adalah hal kedua yang menarik perhatianku. Sudah cukup malam. Angga sudah beberapa kali menguap. Terlihat air mukanya sudah tidak segar lagi. Pasti dia sudah mengantuk.

"Ngga ...."

"Hm?"

"Nova nggak bisa balik. Ada pohon tumbang di kota. Jalanan ditutup."

"Gue udah tau."

"Hah? Udah tau? Terus gimana?"

"Ya gue tidur sini lah. Yuk!" ajaknya lalu menarik tanganku. "Bentar," kata Angga lalu berjalan ke pintu. Dikunci. Ia memeriksa jendela dan menutup korden. Lampu dimatikan. Begitu juga ruang tengah. Ia kembali menggandengku masuk ke kamar.

"Eh?" pekikku kaget.

"Kenapa?"

"Mau ngapain?"

"Tidur lah. Gue udah ngantuk!"

Sampai di ranjang, ia merebahkan tubuhnya. Lalu menepuk kasur samping. "Mau tidur nggak? Awas loh, kalau tidur di sofa ada yang nemenin. Hiii ... serem. Valak tuh nanti keluar dari dalam TV. Mau?" Ancamnya dengan pertanyaan yang membuatku langsung ikut masuk ke dalam selimut, bersamanya. Namun, ia kembali beranjak dan mematikan lampu kamar.

Gelap.

Ranjang terasa bergerak. Menandakan Angga sudah naik kembali ke atas kasur.

"Udah tidur. Besok kerja."

"Iya."

Aku mencoba memejamkan mata. Tidur seperti apa yang ia suruh. Hanya saja, aku makin tidam ingin tidur. Beberapa kali kubetulkan letak selimut dan bantal. Sengaja aku tidur memunggungi Angga karena aku merasa aneh satu ranjang dengannya. Walau sebenarnya ini  bukan pertama kalinya.

Sebelum bertemu di sini, kami sudah cukup dekat. Beberapa kali, kami bertukar pesan dan saling menghubungi via telepon. Dan, pernah suatu ketika, saat aku sedang dirudung masalah pelik, Angga menenangkanku dengan cara ... astaga! Apa ini?!

Sebuah tangan menelusup dari belakang ke perutku. Ia menarikku ke dalam pelukannya. Berbisik lembut dengan suara berat. "Buru. Tidur."

Ia juga membelai kepalaku dengan tangan kirinya. "Kalau gini bisa tidur, kan?"

Aku mengangguk.

______

Cinta? Bahkan aku lupa bagaimana merasakannya. Hal yang tidak ingin aku rasakan lagi, justru kini mulai menggelitik hati. Ia datang tanpa kuminta. Dan mulai masuk ke sanubari. Meski aku menyangkalnya, tapi ... aku nyaman berada dipeluknya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!