Georjio My Posesif Bad Boy

Georjio My Posesif Bad Boy

Bab 1

Naura Larasati, gadis cantik berusia 17 yg tinggal di Desa terpencil dengan perekonimian yang sulit, akhirnya berhasil mendapat beasiswa di sekolah elite bertaraf internasional di Jakarta. Ia sangat bahagia sekali, tak sabar ingin segera menyampaikan kabar gembira ini pada sang ibu.

"Ibu, aku ada kejutan untuk ibu!" Seru gadis tersebut, ia baru saja pulang dari sekolah dan langsung mencari keberadaan sang ibu.

"Kejutan apa Nau, kok kayaknya kamu gembira seķali?" Tanya ibunya yang sedang membuat krupuk nasi.

"Ini buk," Naura memberikan secarik ketas dari pihak sekolah pada ibunya untuk di baca.

"Kamu bacakan Nau, ibu kan tidak bisa baca tulis, ibu ini orang bodoh, tidak berpendidikan karna dari kecil dulu nggak pernah merasakan yang namanya sekolah."

Naura mengambil napas dalam-dalam, menenangkan hatinya yang berdebar kencang. Dengan suara yang bergetar karena terlalu bahagia, ia membacakan isi surat tersebut.

"Ibu, ini adalah surat penerimaan beasiswa dari sekolah internasional yang aku ajukan beberapa waktu lalu. Aku di terima, Bu!" Mata Naura bersinar-sinar menatap ibunya yang terlihat bingung namun penuh harap. Ibu Naura, meski tidak mengerti huruf, bisa merasakan kegembiraan yang meluap dari suara putrinya.

"Benarkah itu, Nau? Kamu akan sekolah di tempat yang bagus?" tanyanya, suaranya serak karena terharu.

Naura mengangguk semangat, tangannya gemetar memegang surat itu. Di tengah kesederhanaan rumah mereka yang hanya berdindingkan bambu dan berlantai tanah, Naura memeluk ibunya erat-erat. Air mata kebahagiaan mengalir di pipi keduanya. Ibu Naura mengusap air mata dengan ujung hijabnya,

"Terima kasih Tuhan, telah memberikan kesempatan untuk anakku." Ucap sang ibu penuh rasa syukur.

Namun, kebahagiaan itu juga menyisakan kekhawatiran di hati Naura. "Tapi Bu, aku harus tinggal di kota Jakarta. Itu sangat jauh dari sini," ungkap Naura dengan nada sedikit gugup.

Ibu Naura menghela napas, memandang Naura dengan tatapan yang penuh dukungan. "Ini untuk masa depanmu, Nau. Ibu akan selalu mendukung kamu, jangan khawatir tentang ibu. Ibu akan baik-baik saja di sini." ujar ibu tak ingin putrinya mengkhawatirkannya, demi melihat putri semata wayangnya hidup sukses kelak, ibu harus rela menanggung resikonya jauh dari Naura.

Naura mengangguk, menghapus air matanya. "Ibu, aku berjanji akan belajar dengan baik. Aku akan membuat Ibu bangga," ucapnya, suaranya penuh tekad. Ibu Naura hanya mengangguk, matanya berkaca-kaca menahan air mata. Di hati kecilnya, ia berdoa semoga keputusan ini akan membawa kebaikan untuk masa depan Naura, gadis kecilnya yang kini telah tumbuh menjadi gadis remaja yang penuh mimpi.

*****

Naura Larasati hanya hidup berdua dengan ibunya, ayahnya sudah lama meninggal semenjak Naura berusia dua tahun. Mereka tinggal di kaki gunung Merapi, pekerjaan ibunya membuat krupuk nasi untuk di jual ke pengepul, kadang juga bekerja sebagai buruh tani jika musim tanam dan musim panen.

"Bu, aku berangkat ke kota dulu ya bu? Ibu baik-baik di rumah ya, jaga kesehatan." pamit Naura yang hendak berangkat.

"Iya Nau, kamu nggak perlu mengkhawatirkan keadaan ibu, ibu tinggal di kampung yang penduduknya baik-baik semua. Justru ibu khawatir dengan kamu yang akan tinggal di kota." Ujar ibu pada putrinya.

Hari ini Naura akan berangkat ke kota untuk melanjutkan pendidikanya, ia di antar oleh perwakilan dari pihak sekolah sebelumnya. Naura mengangkat ranselnya yang sudah di penuhi dengan pakaian dan keperluan lainnya. Ibunya tersenyum sambil mengusap-usap kepala Naura dengan penuh kasih sayang. "Jaga diri baik-baik di kota, Nau. Jangan lupa kasih kabar ke Ibu ya." Naura mengangguk, matanya berkaca-kaca karena harus berpisah dengan ibunya.

"Ibu juga harus jaga diri di sini. Aku janji, akan belajar dengan baik agar bisa menjadi orang sukses kelak, bisa membahagiakan ibu dan memberi kehidupan yang lebih layak untuk ibu." Ucap Naura dengan sungguh-sungguh, ia ingin mengangkat derajat kehidupanya dan membawa sang ibu untuk hidup lebih layak dari yang sekarang.

Sang ibu mengangguk, "Ibu akan baik-baik saja, Nak. Ibu sudah biasa hidup di sini. Semoga di kota kamu bisa mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan mengubah nasib kita." Dengan perasaan berat, Naura memeluk ibunya erat-erat sebelum mereka benar-benar berpisah. Udara segar dari kaki gunung Merapi memberikan kesan melankolis pada perpisahan mereka. Setelah itu, Naura berjalan menuju stasiun bus yang akan membawanya ke ibu kota, meninggalkan ibunya yang masih berdiri di depan rumah, melambaikan tangan sambil menitikkan air mata.

Keberangkatan Naura ke kota tidak sendiri, ia di antar dan di biayai pihak sekolah sampai ke Jakarta. Setelah mulai sekolah di sana, barulah Nora menanggung biaya hidupnya sendiri.

Saat ini Naura berada di dalam bus, ini pertama kalinya bagi Naura keluar dari Desanya dan pertama kalinya ia naik kendaraan umum.

"Aduh pusing banget sih kepalaku, mual juga rasanya." Keluh Naura yang ternyata mengalami mabuk kendaraan.

Melihat wajah Naura berubah pucat dan berkeringat, guru yang mengantar Noura ke sekolah barunya pun bertanya. "Ada apa Naura? Kok kamu kelihatan kaya gelisah begitu?"

"Kepala saya pusing sekali bu, perut saya juga merasa mual!" jawab Naura dengan siara lirih.

Guru itu langsung memberi Naura plastik untuk menampung muntahnya. "Kamu mabuk kendaraan Naura, ini plastik untuk nampung muntah kamu kalau udah nggak tahan."

Naura menerima plastik pemberian dari gurunya, "terimakasih bu, bu..., kapan kita sampainya ya, masih jauh tidak bu? Saya sudah nggak tahan naik bus, buat kepala saya pusing dan mual." keluhnya.

"Sabar Naura, perjalanan kita masih jauh! Lebih baik kamu bawa tidur aja biar nggak pusing," ujar bu guru menyarankan.

Naura memejamkan matanya, berusaha keras mengatasi gelombang mual yang terus menerus menghantui perutnya. Wajahnya pucat pasi, bibirnya bergetar tipis saat menahan rasa ingin muntah. Dengan lemah, dia memegang kursi di depannya, mencoba mencari sedikit kenyamanan dalam guncangan yang tak henti-hentinya dari bus yang melaju kencang.

Sang guru yang duduk di sampingnya, Ibu Sari, memperhatikan dengan ekspresi khawatir. "Naura, coba tarik napas dalam-dalam, dan keluarkan perlahan," saran Ibu Sari sambil menepuk-nepuk punggung Naura perlahan.

Naura tak bisa menahan mual di perutnya lagi, gadis tersebut mengambil plastik dan akhirnya muntah. setelah muntah, Naura merasa lebih baik dari sebelumnya.

"Ini minum air putih dulu Nau, setelah itu kamu langsung bawa istirahat saja supaya tidak terasa nanti, tau-tau kita sudah sampai di tujuan."

"Iya bu, makasih ya bu, air mineralnya." Ucap Nora pada gurunya. ibu Sari pun mengangguk.

Setelah minum air yang di beri bu Sari, Naura langsung menyenderkan kepalanya pada sandaran kursi dan menutup matanya, berharap setelah bangun dari tidurnya, mereka sudah sampai di tujuan.

tak hanya Naura, bu Sari dan para penumpang yang lain pun memilih untuk tidur, berharap mereka segera sampai di Kota tujuan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!