Bab 4

Tak terasa malam sudah berganti pagi, Naura sudah bangun dan sudah bersiap-siap untuk berangkat kesekolah. Sebelum berangkat, Naura sarapan terlebih dulu, hanya ada nasi putih dan sambal ikan teri di campur kacang tanah yang di bawakan oleh ibunya saat Naura akan berangkat ke Jakarta.

"Alhamdullilah..., nasi udah mateng! untung kemaren bu Rina belikan aku mejikom kecil dan peralatan masak, jadi aku bisa berhemat untuk kebutuhan makan setiap harinya dengan cara memasak sendiri." Ujar Naura merasa bersyukur.

Semua biaya kepindahan Naura, dari sekolah lamanya sampai ke sekolah barunya yang ada di Kota. Memang di tanggung oleh pihak yang memberi beasiswa, gadis itu juga mendapat uang saku sekitar dua juta rupiah. Dan untuk sewa kost selama sebulan ke depan, serta membeli bahan pokok untuk kebutuhan Naura, seperti peralatan masak dan bahan makanan, itu hasil sumbangan dari para guru dan siswa lainnya di sekolah lamanya. Mereka sengaja iuran seikhlasnya untuk membantu Naura.

Naura sudah selesai sarapan, ia langsung berangkat kesekolahnya dengan berjalan kaki. Jarak tempat kostnya kesekolah hanya sekitar tiga ratus meter. Sesampainya di sekolah barunya, Naura menuju ke ruang guru untuk menunggu bel masuk. Ia belum tau di mana letak kelasnya, nanti wali kelas yang akan membawa Naura ke dalam kelas barunya.

"Kamu siswa baru ya?" Tanya seorang guru yang terlihat masih muda, penampilanya sangat cantik dan modis. Dia melihat penampilan Naura dari atas sampai bawah, sangat biasa dan tidak tersentuh barang-barang mahal sedikit pun seperti siswa-siswa yang lain.

"I_iya bu, saya murid beasiswa." Jawab Naura dengan ramah.

"Ooo...! Pantas," Ujar guru tersebut yang menganggap remeh penampilan Naura, tanpa bertanya lagi, guru tersebut meninggalkan Naura yang berdiri di depan pintu ruang guru tanpa mempersilahkan Naura sebagai siswa baru untuk masuk dan menunggu di dalam.

Naura menghela napasnya, merasa atmosfer di sekitarnya mencekam. Respon yang terkesan dingin dari guru itu, membuat Naura semakin tidak percaya diri. "Huh..., berbeda banget ya guru di kota sama guru di Desa. Di Desa guru pada ramah-ramah dan baik, sedangkan di kota lebih terkesan cuek dan jutek!"

Bel tanda masuk berbunyi, salah satu guru langsung menghampiri Naura. "Kamu Naura ya, murid beasiswa dari sekolah SMA Budhi Bhakti?"

"Iya bu, saya murid beasiswa dari SMA Budhi Bhakti" Jawab Naura dengan suara bergetar, lagi-lagi respon para guru di sekolah barunya tidak ramah.

"Baik lah, ayo ikut ibu ke dalam kelas kamu!" Ujar guru tersebut yang melangkah lebih dulu menuju ke kelas, di ikuti olah Naura yang berjalan gontai di belakangnya.

"Selamat pagi anak-anak...!" Sapa guru tersebut saat masuk kedalam kelas, terlihat lebih ramah di banding saat berbicara dengan Naura.

"Selamat pagi bu...," Jawab para siswa serentak.

"Baiklah, hari ini kita kedatangan siswa baru, pindahan dari SMA Budhi Bhakti yang letaknya ada di sebuah pelosok Desa, dia murid beasiswa di sekolah ini." Seru guru tersebut memperkenalkan Naura pada siswa lainya, "Naura..., silahkan kamu memperkenalkan diri kamu lebih detail lagi." perintah bu guru pada Naura.

"Terimakasih bu," jawab Naura. Ia melihat ke arah siswa yang lain, terlihat wajah mereka sangat serius dan tidak ada ramah-ramahnya. Lagi-lagi sangat berbeda dengan sekolahnya yang ada di Desa, biasanya Naura dan teman sekelasnya menyambut ramah saat ada siswa baru di sekolahnya.

"Assalamualaikum...! Perkenalkan nama saya Naura Larasati, saya pindahan dari SMA Budhi Bhakti yang letaknya ada di sebuah Desa yang ada di dekat gurung Merapi." Seru Naura dengan ramah, namun respon teman sekelasnya hanya diam dan menatapnya sinis.

"Kalau ada yang ingin di tanyakan pada Naura, silahkan." Ujar wali kelas itu pada siswanya.

Salah satu siswa mengangkat tanganya ingin bertanya. "Orang tua lo punya perusahaan apa?" Tanyanya pada Naura.

"Maaf, orang tua aku bukan pengusaha. Ibu aku hanya bekerja membuat krupuk di rumah, kadang juga sebagai buruh tani di kebun milik orang." Jawab Naura jujur, dia tidak malu dan selalu bangga dengan pekerjaan ibunya. Menurutnya, ibunya adalah wanita hebat dan pekerja keras yang menghidupi dirinya seorang diri.

"Pantas penampilan lo buluk," Ujar salah satu siswa lainnya, semua siswa yang ada di kelas langsung menertawakan Naura, termasuk wali kelasnya.

"Lo tadi mandi nggak waktu mau berangkat sekolah?"

"Bu, kenapa ada upik abu sih di sekolah kita? padahal sekolah ini kan sekolah elite, masa menerima murid beasiswa sih bu? Merusak pemandangan banget nggak sih?" begitulah cibiran dari para siswa yang ada di kelas baru Naura. Mereka tidak menyambut baik kehadiran Naura sebagai teman baru, mereka malah menganggap Naura sebagai sampah yang merusak pemandangan sekolah.

"Sudah cukup anak-anak," ucap wali kelas yang bernama Sinta. "Naura, silahkan kamu duduk dan cari bangku yang masih kosong.

"Terimaksih bu," jawab Naura sambil membungkukkan sedikit tubuhnya sebagai tanda bahwa dia sangat menghormati guru dan orang yang lebih tua darinya. Ya, begitulah cara orang Desa mendidik anak-anaknya untuk bersikap sopan santun, sangat bertolak belakang dengan cara mendidik orang yang hidup di kota.

Naura berjalan menuju satu meja kosong yang letaknya ada di bagian pojok belakang, dan saat Naura melewati para teman sekelasnya mereka pada memandang jijik dan menutup hidungnya, seolah-olah Naura itu adalah seonggok sampah yang sangat bau busuk.

Di perlakukan seperti itu oleh teman baru sekelasnya, tentu saja Naura menjadi berkecil hati. Harapanya di sekolah barunya ini banyak mendapat teman, pupus sudah.

"Baiklah anak-anak, untuk pelajaran hari kita akan mengerjakan ulangan Matematika. Linda, silahkan kamu bagikan soalnya," ujar bu Sinta pada salah satu siswanya.

"Baik bu," jawab gadis yang bernama Linda. dian maju ke depan mengambil lembaran soal dan membagikannya pada semua teman sekelasnya, pada saat memberi lembaran soal pada Naura, Linda melemparnya dengan sembarang hingga lembaran soal itu jatuh ke lantai.

"Astagfirullah, kenapa nggak baik-baik sih ngasih soalnya sama aku?" Ujar Naura dalam hati, gadis tersebut benar-benar merasa tersisih dan terasingkan berada di sini.

"Silahkan kalian kerjakan semua soal itu, ibu kasih waktu sampai jam istirahat harus sudah selesai dan di kumpul semua di meja ibu."

"Baik bu...!" Jawab serempak semua siswa.

Guru tersebut yang merupakan wali kelas, kemudian keluar dari dalam kelas. Seketika kelas menjadi bising karna mereka mengerjakan tugasnya sambil bercerita dan diskusi.

"Gini ya kelakuan siswa dan guru di sekolah yang katanya bertaraf internasional," ujar Naura dengan sangat lirih.

Naura fokus mengerjakan soal-soal di tanganya, dia tidak ingin nilainya turun karna tidak fokus mengerjakan tugasnya di sebabkan faktor lingkungannya yang sangat bising.

"Heh lo bocah beasiswa, kerjakan soal-soal ulangan gue! Buruan..., awas aja kalau salah." Seru tiga cewek dengan penampilanya yang sangat modis. Penampilan mereka saat ini, rambut dan kukunya di warnai, memakai make up dan asesoris yang pastinya mahal. Seragam sekolah mereka juga cukup pendek, roknya di atas lutut, sedangkan bajunya ukuranya pas di tubuh sehingga memperlihatkan lekuk tubuh langsingnya. Sangat berbeda dengan Naura yang bajunya berukuran besar dengan rok yang panjangnya di bawah lutut, Naura masih memakai seragam dari sekolah lamanya. Ia belum mendapat seragam dari sekolah barunya, makanya penampilanya sangat mencolok di sekolah ini di bandingkan siswa lainya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!