I Love You Mas Alfin!

I Love You Mas Alfin!

SATU

"Arghh!" Teriak Afifah disertai tangisannya yang histeris. "Afifah benci Davi."

Flashback

"Eumhh.. " Afifah terus memukuli dada Davi, ketika Davi melumat bibirnya dengan kasar.

Afifah mendorong kuat tubuh Davi.

"Jahat! Afifah mohon, jangan lakuin itu.. " Afifah terus berjalan mundur.

Sedangkan Davi terus berjalan menghimpit tubuh Afifah di dinding, tangannya bergerak membuka kaos yang melekat di tubuhnya.

"Lo cinta sama guekan?" Tanya Davi meracau, ia sedang berada dalam pengaruh alkohol.

"Lepasin Fifah, Davi!" Teriak Afifah sekali lagi, ketika tangannya di ikat menggunakan ikat pinggang Davi.

"Sutt! nikmatin aja, baby. " Ucap Davi menciumi leher jenjang milik Afifah.

Srek

Davi merobek piyama milik Afifah membuat Afifah semakin terisak.

"Udah gue duga, badan lo pasti sebagus ini. " Ucap Davi takjub lalu menggendong Afifah membawanya keranjang.

"Lepasin, dasar gila!"

"Jangan teriak! lo cukup ngedesah aja, oke." Ucap Davi kembali melumat bibir Afifah.

"Mphh ahhh.. "

"Mah, Pah, Maafin Afifah!" Batin Afifah.

Malam itu, adalah malam terburuk bagi Afifah. Mahkotanya sudah direnggut paksa oleh kekasih biadabnya.

Flashback end

"Afifah udah gak suci lagi hiks, hiks. Davi jahat banget sama Afifah, Afifah benci Davi." Lirih Afifah.

Drt Drt Drt

Nanda calling

Suara Nanda terdengar di sebrang sana, "Lo dimana Fah?"

"Fifah di rumah."

"Lo mau kuliah nggak? cepet anjir bentar lagi Pak dosen killer masuk!"

"Iyah, ini Fifah mau berangkat."

"Lo hati-hati kalo gitu."

Tut tut tut

Afifah menghela nafasnya gusar, "Fifah harus tetep pergi ke kampus." Ucapnya dengan penuh pertimbangan.

Afifah beranjak dari kasurnya, dengan hati-hati Afifah melangkahkan

kakinya masuk kedalam kamar mandi.

Dikampus

Tok tok

Atensi semua orang teralihkan pada seorang gadis dengan dres putih motif bunga-bunga dengan atasan di baluti cardigan berwarna Cream. Itu Afifah, ia terlambat beberapa menit.

"Maaf Pak, Afifah telat." Ucap Afifah menundukan kepalanya tidak berani menatap dosen muda yang tengah menatapnya datar itu.

"Kamu telat 20 menit Afifah, kemana saja kamu?" Tanya Alfin dosen yang sering dijuluki sebagai dosen killer.

"Taksi Afifah tadi mogok." Bohong Afifah, dalam hati meringis karena telah berbohong.

"Kali ini saya maafkan kamu, silahkan duduk." Suruh Alfin.

Afifah menganggukkan kepalanya, ia berjalan perlahan karena jujur saja area bawahnya terasa sangat perih.

"Jalan kamu kenapa seperti itu?" Tanya Alfin memperhatikan cara berjalan Afifah.

"Fifah tadi jatuh, Pak!" Jawab Afifah Bohong lagi. Alfin hanya mengangguk percaya.

Kelas telah usai

"Baiklah segitu saja materi hari ini, saya permisi, selamat siang." Ucap Alfin sebelum meninggalkan kelas.

Afifah diam termenung dengan wajah yang diletakkan di lipatan tangannya.

"Lo kenapa Fah?" Tanya Nanda

Afifah mendongak, menatap Nanda yang menatapnya serius. "Afifah gapapa ko." Jawab Afifah.

"Afifah kamu habis nangis yah?" Tanya Rasya melihat mata Afifah sembab.

Rasya dan Nanda adalah teman dekat Afifah, mereka sudah berteman sejak mereka masih menduduki bangku SMA.

"Nggak ko! semalem Afifah begadang baca wattpad yang sad ending." Jawab Afifah berbohong lagi, lagi dan lagi.

Nanda memicingkan matanya curiga

"Lo boong yah?" Tuduhnya membuat Afifah gelagapan.

"Afifah gak boong!"

"Yaudah kalo gitu kita ke kantin, yu!" Ajak Rasya.

"Ayoo!" Ucap Nanda semangat.

"Afifah disini aja."

"Loh kenapa?" tanya Rasya

"Afifah ngantuk, Sya.." Tolak Afifah merasa takut orang-orang akan memperhatikan cara berjalannya, yang sedikit mengangkang.

"Oh yaudah kalo gitu, gue beliin lo batagor aja yah? gue khawatir nanti lo kelaperan, apalagi kita masih ada kelas satu jam lagi." Tawar Nanda yang diangguki Afifah.

"Kita kekantin dulu yah, Fah. " Pamit Rasya melenggang pergi.

Ruangan itu mulai sepi, hanya ada Afifah di disana. Dia hanya terdiam, ingatannya ketika Davi mengambil mahkotanya secara paksa berputar kembali bagaikan kaset rusak di kepalanya.

"Afifah? " Panggil seseorang

"Ngapain kesini? pergi, Davi!" Usir Afifah.

"Afifah plis jangan kaya gini, oke? Gue minta maaf karna udah ngelakuin apa yang seharusnya nggak gua lakuin." Ucap Davi.

"Permintaan maaf Davi gak akan bisa balikin apa yang udah ilang dari, Fifah." Ujar Afifah meneteskan air matanya.

"Gue tau! makannya sebelum terjadi apa-apa gue mau lo minum obat ini." Ujar Davi menyerahkan beberapa saset obat tablet.

"Ini obat apa?" Tanya Afifah.

"Itu obat pencegah kehamilan. Lo harus minum obat itu, sebelum terjadi hal-hal yang gak diinginkan." Ucap Davi llu pergi meninggalkan kelas Afifah.

Afifah menatap kosong obat yang ada digenggamannya. "Fifah gak nyangka, ternyata Davi sega ini."

"Sedang apa kamu?" Tanya seseorang membuyarkan lamunan Afifah.

"Eh, Pak Alfin!" Afifah cepat-cepat

menghapus air matanya.

"Teman-teman kamu saya lihat pada ke kantin, kenapa kamu tidak?"

"Gapapa Pak, Fifah cuman agak mager hehehe" Jawab Afifah.

"Mager?"

"Males gerak Pak." Jawab Afifah yang langsung di angguki Alfin.

"Bapak ngapain kesini?"

"Memangnya saya tidak boleh kesini?"

"Gak gitu ko, Pak!" Ringis Afifah kebingungan.

"Menggemaskan" Batin Alfin melihat wajah kebingungan Afifah.

"Saya hanya ingin mengambil hp saya yang ketinggalan dimeja." Ucap Alfin berjalan ke meja, ia langsung mengambil hpnya. "Afifah, berapa umur kamu?"

Afifah mengeryit bingung, "20 tahun, Pak." Jawabnya membuat Alfin menganggukan kepalanya mengerti. "Kenapa Bapak tanya umur Fifah?"

"Hanya penasaran saja." Jawab Alfin, tetapi tidak membuat Afifah puas. "Yasudah saya pergi dulu."

"Iyah Pak, silahkan." Jawab Afifah.

Alfin tersenyum tipis sangat tipis, lalu pergi meninggalkan kelas.

Beberapa saat kemudian, Afifah dan kedua temannya sudah menyelesaikan kelas mereka hari ini.

"Kamu pulang sama siapa, Fah?" Tanya Rasya.

"Fifah udah pesen taksi, Sya."

"Lo gak pulang dianter Davi gitu?" Tanya Nanda, biasanya Davi selalu mengantarkan Afifah pulang. Mendengar nama Davi, hati Afifah mendadak terasa ngilu.

"Kalian berantem?" Tanya Rasya, tapi Afifah hanya terdiam.

"Lo diem berarti, iyah!"

"Fifah nggak tau! Fifah mau pulang duluan yah, Dah!" Afifah langsung bergegas pergi menaiki taksi yang dia pesan tadi.

"Ada yang aneh," Gumam Rasya

yang masih terdengar oleh Nanda.

"Iyaa si Afifah kayak nyembunyiin sesuatu."

Rumah Afifah

"Assalamualaikum.. " Ucap Afifah ketika memasuki Rumahnya. Salah satu kebiasaannya, walaupun tidak ada orang di rumah ia tetap harus mengucap salam.

"Waalaikum salam!" Balas seorang wanita paruh baya, yang masih terlihat sangat anggun. membuat Afifah tersentak kaget.

"Mamah?" Afifah membulatkan matanya ketika melihat mamahnya.

"Surprise! " Ucap Mamah Afifah memeluk sang putri. "Maafin mamah sama papah yah, akhir akhir ini kami sibuk bulak balik ke luar kota."

Afifah ingin sekali menceritakan apa yang baru saja terjadi kemarin malam kepara Mamahnya, tetapi entah kenapa lidahnya terasa kelu, dia hanya bisa menangis dipelukkan sang mamah.

"Eh, ko nangis sih?" Tanya sang mamah mengusap air mata Afifah.

"Gapapa Mah, Fifah cuman kangen sama Mamah."

Mira, adalah ibu dari Afifah.

Wanita paruh baya itu tertawa lucu, "Yaudah, sekarang kamu mandi yah! Mamah udah masak, makanan kesukaan kamu loh."

"Siap Bos!"

Kamar Afifah

"Afifah harus minum obat ini yah?" Afifah menatap obat yang ada dilacinya, "Kalo Afifah sampe hamil, apa Davi bakalan mau tanggung jawab?" Lirih Afifah.

Afifah menggelengkan kepalanya, kemudian mulai membuka obat tablet itu.

Dilain tempat

"Kapan mau nikah, Fin?"

"Alfin masih belum siap buat nikah, Bun." Jawab Alfin, ia menjawabnya dengan nada malas.

"Kamu udah mau 26 tahun Fin, sudah cukup untuk menikah!" Ujar sang ayah.

"Masih 26 kan? belum 30."

"Kamu ini yah! Bunda tuh suka iri sama temen-temen bunda yang udah pada punya cucu 2, bahkan sampe 3." Ucap Fitri-Bunda Alfin.

"Tau tuh, bawa pacar ke rumah aja gak pernah lo. Ucap seseorang menyambar.

"Davi, baru datang kerumah itu ucapin salam dulu." Tegur Bagas-sang Ayah.

"Iyah Ayah, Assalamualaikum!" Salam Davi.

Davi adalah anak bungsu dari  Bagas dan Fitri, Umur Davi dan Alfin selisih 4 tahun.

"Waalaikum salam."

"Ayo, sini makan."

~♡~

3 Minggu kemudian

"Dua garis merah.. " Gumam Afifah menggelengkan kepalanya resah, penampilanya begitu memilukan. Mata sembab, dan rambut yang acak acakan.

"Kenapa hasilnya positif? padahal Fifah selalu minum obat yang dikasih Davi."

~♡~

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!