NovelToon NovelToon

I Love You Mas Alfin!

SATU

"Arghh!" Teriak Afifah disertai tangisannya yang histeris. "Afifah benci Davi."

Flashback

"Eumhh.. " Afifah terus memukuli dada Davi, ketika Davi melumat bibirnya dengan kasar.

Afifah mendorong kuat tubuh Davi.

"Jahat! Afifah mohon, jangan lakuin itu.. " Afifah terus berjalan mundur.

Sedangkan Davi terus berjalan menghimpit tubuh Afifah di dinding, tangannya bergerak membuka kaos yang melekat di tubuhnya.

"Lo cinta sama guekan?" Tanya Davi meracau, ia sedang berada dalam pengaruh alkohol.

"Lepasin Fifah, Davi!" Teriak Afifah sekali lagi, ketika tangannya di ikat menggunakan ikat pinggang Davi.

"Sutt! nikmatin aja, baby. " Ucap Davi menciumi leher jenjang milik Afifah.

Srek

Davi merobek piyama milik Afifah membuat Afifah semakin terisak.

"Udah gue duga, badan lo pasti sebagus ini. " Ucap Davi takjub lalu menggendong Afifah membawanya keranjang.

"Lepasin, dasar gila!"

"Jangan teriak! lo cukup ngedesah aja, oke." Ucap Davi kembali melumat bibir Afifah.

"Mphh ahhh.. "

"Mah, Pah, Maafin Afifah!" Batin Afifah.

Malam itu, adalah malam terburuk bagi Afifah. Mahkotanya sudah direnggut paksa oleh kekasih biadabnya.

Flashback end

"Afifah udah gak suci lagi hiks, hiks. Davi jahat banget sama Afifah, Afifah benci Davi." Lirih Afifah.

Drt Drt Drt

Nanda calling

Suara Nanda terdengar di sebrang sana, "Lo dimana Fah?"

"Fifah di rumah."

"Lo mau kuliah nggak? cepet anjir bentar lagi Pak dosen killer masuk!"

"Iyah, ini Fifah mau berangkat."

"Lo hati-hati kalo gitu."

Tut tut tut

Afifah menghela nafasnya gusar, "Fifah harus tetep pergi ke kampus." Ucapnya dengan penuh pertimbangan.

Afifah beranjak dari kasurnya, dengan hati-hati Afifah melangkahkan

kakinya masuk kedalam kamar mandi.

Dikampus

Tok tok

Atensi semua orang teralihkan pada seorang gadis dengan dres putih motif bunga-bunga dengan atasan di baluti cardigan berwarna Cream. Itu Afifah, ia terlambat beberapa menit.

"Maaf Pak, Afifah telat." Ucap Afifah menundukan kepalanya tidak berani menatap dosen muda yang tengah menatapnya datar itu.

"Kamu telat 20 menit Afifah, kemana saja kamu?" Tanya Alfin dosen yang sering dijuluki sebagai dosen killer.

"Taksi Afifah tadi mogok." Bohong Afifah, dalam hati meringis karena telah berbohong.

"Kali ini saya maafkan kamu, silahkan duduk." Suruh Alfin.

Afifah menganggukkan kepalanya, ia berjalan perlahan karena jujur saja area bawahnya terasa sangat perih.

"Jalan kamu kenapa seperti itu?" Tanya Alfin memperhatikan cara berjalan Afifah.

"Fifah tadi jatuh, Pak!" Jawab Afifah Bohong lagi. Alfin hanya mengangguk percaya.

Kelas telah usai

"Baiklah segitu saja materi hari ini, saya permisi, selamat siang." Ucap Alfin sebelum meninggalkan kelas.

Afifah diam termenung dengan wajah yang diletakkan di lipatan tangannya.

"Lo kenapa Fah?" Tanya Nanda

Afifah mendongak, menatap Nanda yang menatapnya serius. "Afifah gapapa ko." Jawab Afifah.

"Afifah kamu habis nangis yah?" Tanya Rasya melihat mata Afifah sembab.

Rasya dan Nanda adalah teman dekat Afifah, mereka sudah berteman sejak mereka masih menduduki bangku SMA.

"Nggak ko! semalem Afifah begadang baca wattpad yang sad ending." Jawab Afifah berbohong lagi, lagi dan lagi.

Nanda memicingkan matanya curiga

"Lo boong yah?" Tuduhnya membuat Afifah gelagapan.

"Afifah gak boong!"

"Yaudah kalo gitu kita ke kantin, yu!" Ajak Rasya.

"Ayoo!" Ucap Nanda semangat.

"Afifah disini aja."

"Loh kenapa?" tanya Rasya

"Afifah ngantuk, Sya.." Tolak Afifah merasa takut orang-orang akan memperhatikan cara berjalannya, yang sedikit mengangkang.

"Oh yaudah kalo gitu, gue beliin lo batagor aja yah? gue khawatir nanti lo kelaperan, apalagi kita masih ada kelas satu jam lagi." Tawar Nanda yang diangguki Afifah.

"Kita kekantin dulu yah, Fah. " Pamit Rasya melenggang pergi.

Ruangan itu mulai sepi, hanya ada Afifah di disana. Dia hanya terdiam, ingatannya ketika Davi mengambil mahkotanya secara paksa berputar kembali bagaikan kaset rusak di kepalanya.

"Afifah? " Panggil seseorang

"Ngapain kesini? pergi, Davi!" Usir Afifah.

"Afifah plis jangan kaya gini, oke? Gue minta maaf karna udah ngelakuin apa yang seharusnya nggak gua lakuin." Ucap Davi.

"Permintaan maaf Davi gak akan bisa balikin apa yang udah ilang dari, Fifah." Ujar Afifah meneteskan air matanya.

"Gue tau! makannya sebelum terjadi apa-apa gue mau lo minum obat ini." Ujar Davi menyerahkan beberapa saset obat tablet.

"Ini obat apa?" Tanya Afifah.

"Itu obat pencegah kehamilan. Lo harus minum obat itu, sebelum terjadi hal-hal yang gak diinginkan." Ucap Davi llu pergi meninggalkan kelas Afifah.

Afifah menatap kosong obat yang ada digenggamannya. "Fifah gak nyangka, ternyata Davi sega ini."

"Sedang apa kamu?" Tanya seseorang membuyarkan lamunan Afifah.

"Eh, Pak Alfin!" Afifah cepat-cepat

menghapus air matanya.

"Teman-teman kamu saya lihat pada ke kantin, kenapa kamu tidak?"

"Gapapa Pak, Fifah cuman agak mager hehehe" Jawab Afifah.

"Mager?"

"Males gerak Pak." Jawab Afifah yang langsung di angguki Alfin.

"Bapak ngapain kesini?"

"Memangnya saya tidak boleh kesini?"

"Gak gitu ko, Pak!" Ringis Afifah kebingungan.

"Menggemaskan" Batin Alfin melihat wajah kebingungan Afifah.

"Saya hanya ingin mengambil hp saya yang ketinggalan dimeja." Ucap Alfin berjalan ke meja, ia langsung mengambil hpnya. "Afifah, berapa umur kamu?"

Afifah mengeryit bingung, "20 tahun, Pak." Jawabnya membuat Alfin menganggukan kepalanya mengerti. "Kenapa Bapak tanya umur Fifah?"

"Hanya penasaran saja." Jawab Alfin, tetapi tidak membuat Afifah puas. "Yasudah saya pergi dulu."

"Iyah Pak, silahkan." Jawab Afifah.

Alfin tersenyum tipis sangat tipis, lalu pergi meninggalkan kelas.

Beberapa saat kemudian, Afifah dan kedua temannya sudah menyelesaikan kelas mereka hari ini.

"Kamu pulang sama siapa, Fah?" Tanya Rasya.

"Fifah udah pesen taksi, Sya."

"Lo gak pulang dianter Davi gitu?" Tanya Nanda, biasanya Davi selalu mengantarkan Afifah pulang. Mendengar nama Davi, hati Afifah mendadak terasa ngilu.

"Kalian berantem?" Tanya Rasya, tapi Afifah hanya terdiam.

"Lo diem berarti, iyah!"

"Fifah nggak tau! Fifah mau pulang duluan yah, Dah!" Afifah langsung bergegas pergi menaiki taksi yang dia pesan tadi.

"Ada yang aneh," Gumam Rasya

yang masih terdengar oleh Nanda.

"Iyaa si Afifah kayak nyembunyiin sesuatu."

Rumah Afifah

"Assalamualaikum.. " Ucap Afifah ketika memasuki Rumahnya. Salah satu kebiasaannya, walaupun tidak ada orang di rumah ia tetap harus mengucap salam.

"Waalaikum salam!" Balas seorang wanita paruh baya, yang masih terlihat sangat anggun. membuat Afifah tersentak kaget.

"Mamah?" Afifah membulatkan matanya ketika melihat mamahnya.

"Surprise! " Ucap Mamah Afifah memeluk sang putri. "Maafin mamah sama papah yah, akhir akhir ini kami sibuk bulak balik ke luar kota."

Afifah ingin sekali menceritakan apa yang baru saja terjadi kemarin malam kepara Mamahnya, tetapi entah kenapa lidahnya terasa kelu, dia hanya bisa menangis dipelukkan sang mamah.

"Eh, ko nangis sih?" Tanya sang mamah mengusap air mata Afifah.

"Gapapa Mah, Fifah cuman kangen sama Mamah."

Mira, adalah ibu dari Afifah.

Wanita paruh baya itu tertawa lucu, "Yaudah, sekarang kamu mandi yah! Mamah udah masak, makanan kesukaan kamu loh."

"Siap Bos!"

Kamar Afifah

"Afifah harus minum obat ini yah?" Afifah menatap obat yang ada dilacinya, "Kalo Afifah sampe hamil, apa Davi bakalan mau tanggung jawab?" Lirih Afifah.

Afifah menggelengkan kepalanya, kemudian mulai membuka obat tablet itu.

Dilain tempat

"Kapan mau nikah, Fin?"

"Alfin masih belum siap buat nikah, Bun." Jawab Alfin, ia menjawabnya dengan nada malas.

"Kamu udah mau 26 tahun Fin, sudah cukup untuk menikah!" Ujar sang ayah.

"Masih 26 kan? belum 30."

"Kamu ini yah! Bunda tuh suka iri sama temen-temen bunda yang udah pada punya cucu 2, bahkan sampe 3." Ucap Fitri-Bunda Alfin.

"Tau tuh, bawa pacar ke rumah aja gak pernah lo. Ucap seseorang menyambar.

"Davi, baru datang kerumah itu ucapin salam dulu." Tegur Bagas-sang Ayah.

"Iyah Ayah, Assalamualaikum!" Salam Davi.

Davi adalah anak bungsu dari  Bagas dan Fitri, Umur Davi dan Alfin selisih 4 tahun.

"Waalaikum salam."

"Ayo, sini makan."

~♡~

3 Minggu kemudian

"Dua garis merah.. " Gumam Afifah menggelengkan kepalanya resah, penampilanya begitu memilukan. Mata sembab, dan rambut yang acak acakan.

"Kenapa hasilnya positif? padahal Fifah selalu minum obat yang dikasih Davi."

~♡~

DUA

~♡~

"Maap, kalian liat Davi gak?" Tanya Afifah kepada salah satu teman Davi. Sedari tadi, Afifah mencari-cari keberadaan lelaki itu, tetapi, ia tak kunjung menemukan lelaki itu.

Rencananya, ia akan memberitahu Davi tentang kehamilannya.

"Davi bilang dia mau ke ruangan musik, coba lo cari disana."

"Ohh iyah, makasih yah." Ucap Afifah sebelum melenggang pergi

Davi tengah asyik menghisap rokoknya, mata tajamnya menatap lurus kedepan. Ia begitu menikmati ruangan musik, karena ada Ac di sana.

"Davi!" Panggil Afifah memasuki ruang musik, untungnya ruang musik sedang sepi.

"Ngapain lo?"

"Afifah daritadi nyari-nyari Davi, ternyata Davi ada disini."

"Mau apa lo nyari gue?" Tanya Davi dengan wajah yang tidak bersahabat.

"Fifah hamil, Davi! " Pengakuan Afifah sukses membuat Davi terkejut.

"Lo gimana sih! lo minum obat yang gue kasih nggak?" Bentak Davi.

"Obat itu, Fifah udah minum ko!" Cicit Afifah tersendat karena tangisnya.

"Arghhh!" Teriak Davi Mengacak rambutnya frustasi.

"Gugurin bayi itu." Titah Davi.

"Nggak mau! Fifah gak mau bunuh bayi ini, dia gak salah apa-apa."

"Ya terus lo mau apa, hah?" Tanya Davi membentak Afifah, membuat badan Afifah bergetar.

"Davi harus tanggung jawab."

"Lo gila, Fah?" Bentak Davi.

"Fifah gak gila! Fifah cuman minta pertanggung jawabannya Davi."

"Jangan mimpi lo! sampai kapan pun gue gak akan mau tanggung jawab atau sampe!" Ucap Davi penuh penekanan.

"Tapi kenap-?"

"Karena dari awal, gue gak punya perasaan apa-apa sama lo." Ujar Davi dingin.

"Terus, kenapa Davi nembak Fifah waktu itu?" Tanya Afifah lirih.

"Gue terpaksa, gue taruhan sama anak-anak."

"Setelah apa yang Davi lakuin ke Fifah, dengan tanpa dosanya Davi mau ninggalin kewajiban Davi, iyah?" Teriak Afifah dengan matanya yang memerah.

"Gue ngelakuin itu sama lo cuman sekali yah, ya mungkin aja setelah lo main sama gue malam itu, lo juga main sama cowok lain!" Tuduh Davi.

Plak

"Davi jangan nuduh Fifah yang nggak nggak yah, Fifah nggak kaya gitu!"

Davi memegang pipinya yang terasa kebas, "Sialan!" Davi mencengkeram kuat kedua bahu Afifah, "Dengerin gue baik-baik yah jalang kecil! sampai kapanpun, gue gak akan pernah mau tanggung jawab. Itu terserah lo, kalo lo mau hidup dengan aman, berarti Lo harus gugurin bayi haram itu." Ucap Davi kemudian pergi meninggalkan Rooftop.

Tubuh Afifah meluruh di lantai, "Jahat banget.." Untuk beberapa saat, Afifah menangis terisak.

Seseorang memegang bahu Afifah, membuat Afifah mendongak menatap orang itu. matanya membola ketika mengetahui siapa orang itu.

Lidahnya terasa kelu. "Pak Alfin?"

"Ayo bangun, Fah!" Titah Alfin lembut, ia membantu Afifah berdiri lalu mendudukkannya di kursi yang ada disana.

"Pak Alfin, sejak kapan disini?

"Sedari tadi saya disini," Jawab Alfin membuat Afifah mematung.

"Jadi, Pak Alfin deng--"

"Hm."

Flashback

Alfin berjalan santai dengan satu tangan yamg ia simpan di saku celana satin hitamnya, matanya menangkap jelas seorang wanita yang beberapa hari ini ada di pikirannya tengah berjalan tergesa-gesa menuju ruang musik.

tap tap tap

Alfin yang penasaran segera berhalan ke arah ruang musik, ia mengintip dari celah pintu.

"Fifah hamil, Davi! " Pengakuan Afifah sukses membuat Davi terkejut.

"Lo gimana sih! lo minum obat yang gue kasih nggak?" Bentak Davi.

"Obat itu, Fifah udah minum ko!" Cicit Afifah tersendat karena tangisnya.

"Arghhh!" Teriak Davi Mengacak rambutnya frustasi.

"Gugurin bayi itu." Titah Davi.

"Nggak mau! Fifah gak mau bunuh bayi ini, dia gak salah apa-apa."

"Ya terus lo mau apa, hah?" Tanya Davi membentak Afifah, membuat badan Afifah bergetar.

"Davi harus tanggung jawab."

"Lo gila, Fah?" Bentak Davi.

"Fifah gak gila! Fifah cuman minta pertanggung jawabannya Davi."

"Jangan mimpi lo! sampai kapan pun gue gak akan mau tanggung jawab atau sampe!" Ucap Davi penuh penekanan.

"Tapi kenap-?"

"Karena dari awal, gue gak punya perasaan apa-apa sama lo." Ujar Davi dingin.

"Terus, kenapa Davi nembak Fifah waktu itu?" Tanya Afifah lirih.

"Gue terpaksa, gue taruhan sama anak-anak."

"Setelah apa yang Davi lakuin ke Fifah, dengan tanpa dosanya Davi mau ninggalin kewajiban Davi, iyah?" Teriak Afifah dengan matanya yang memerah.

"Gue ngelakuin itu sama lo cuman sekali yah, ya mungkin aja setelah lo main sama gue malam itu, lo juga main sama cowok lain!" Tuduh Davi.

Plak

"Brengsek." Tangan Alfi mengepal kuat, adiknya ternyata sangat jahat.

Flashback end

"Davi, dia adalah adik saya."

"Hah?"

"Saya sudah mendengar semuanya, kamu tenang saja saya yang akan bertanggung jawab atas bayi ini. Dan, saya akan segera menikahi kamu." Alfin menarik Afifah ke dalam dekapannya.

"Kenapa bapak mau nikahin Fifah? apa karna bapak kasian sama Fifah?" Tanya Afifah mendongak menatap mata Alfin.

Alfin menggelengkan kepalanya lalu mengusap air mata Afifah, "Tentu saja bukan, saya memang sudah mencintai kamu sejak lama." Ucap Alfin jujur.

"Bapak cinta sama Fifah?" Tanya Afifah mengerjapkan matanya lucu.

"Heum."

"Kenapa bapak bisa cinta sama Fifah?"

Alfin mengelus rambut Afifah, "Kita tidak membutuhkan alasan apapun untuk mencintai seseorang Afifah." Ucap Alfin membuat Afifah tertegun.

"Tapi Fifah ga mau bapak jadi terbebani gara-gara Fifah sama bayi ini." Afifah kembali menangis.

"Sttt! saya tidak akan pernah merasa terbebani, sudah yah? jangan menangis lagi!" Titah Alfin mengusap pipi Afifah yang basah karena air mata yang tidak kunjung berhenti.

"Saya antar kamu pulang." Alfin beranjak dari duduknya, lalu mengulurkan tangannya kepada Afifah. Dengan senang hati, Afifah menerima uluran tangan Alfin.

Beruntungnya hari ini, Afifah tidak ada kelas. Tapi tidak tahu kalo Alfin?

Komflek Rumah Afifah

"Makasih udah anterin Fifah pulang." Ucap Afifah tersenyum menatap Alfin.

Alfin berdehem singkat, "Nanti malam saya akan datang kerumah kamu."

"Ngapain Pak?"

"Saya mau nikahin kamu kalo kamu lupa, malam ini saya akan membawa kedua orang tua saya untuk menemui kedua orangtua kamu, Afifah. "

"Secepat ini?" Tanya Afifah, jujur ia belum siap jika harus mengatakan semuanya kepada kedua orangtuanya.

"Memangnya mau kapan lagi? kamu mau menunggu sampai perutmu itu membesar, heum?" Mendengar itu, Afifah langsung menggeleng lucu.

"Tapi orang tua Fifah pasti bakalan marah banget sama Bapak, Fifah gak mau nantinya Bapak disalahin padahal Bapak gak ngelakuin apa apa."

Afifah yakin kalo sampai orangtuanya tau, dapat ia pastikan Papahnya akan sangat murka kepadanya dan Alfin tentunya.

"Apapun itu, saya akan menerima konsekuensinya. Saya sungguh akan menikahi kamu Afifah, saya akan bertanggung jawab atas bayi yang ada didalam kandungan kamu." Alfin menatap perut Afifah.

Afifah tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca, "Makasih pak."

"Masuk gih! langsung bersih-bersih, oke? Dan juga, jangan lupa makan." Ujar Alfin mengingatkan, ia mengusap lembut rambut Afifah.

"Yaudah, Fifah masuk dulu. "

Setelah memastikan Afifah benar benar memasuki rumahnya, Alfin segera menancap gas mobilnya.

Di kediaman Bagaskara

Setelah memarkirkan mobilnya, Alfin berjalan tergesa-gesa masuk kedalam rumahnya.

"Assalamualaikum.. " Ucapnya

"Waalaikum salam, eh Alfin? mau makan dulu nak?" Tanya Fitri.

Alfin menyalami dan mengecup  tangan Fitri, "Alfin belum laper Bun, dimana Davi?" Tanya Alfin.

"Davi belum pulang, ada apa sama Davi? apa dia berulah lagi?" Tanya Fitri.

"Bunda pasti sedih kalo tau Davi udah ngehamilin Afifah" Batin Alfin.

"Ko bengong Fin?" Tanya Fitri membuyarkan lamunan Alfin.

"Nggak ko Bun. Oh iyah, ada hal penting yang mau Alfin bicarain ke Bunda sama Ayah." Ujar Alfin.

Mendengar Alfin, kening Fitri menjadi berkerut. "Kayanya serius banget."

Alfin mengangguk, "Kita tunggu ayah sama Davi pulang, Alfin mau mandi dulu." Pamit Alfin.

Ruang tamu

"Jadi hal penting apa yang ingin kamu bicarakan Alfin?" Tanya Bagas.

"Iya, kayaknya serius banget lo bang" Ucap Davi penasaran.

Alfin memejamkan matanya sejenak, menarik nafas dalam-dalam

"Alfin-"

"Kamu kenapa?" Tanya Fitri.

Alfin membuang nafas panjang, "Alfin ngehamilin anak orang." Ujar Alfin.

Deg

Mendengar kata menghamili, wajah Davi mendadak menjadi pucat. "Serius lo bang?"

"Alfin, jangan bercanda kamu!?" Tanya Bagas tak kalah terkejutnya.

"Alfin gak bercanda, Yah."

"Kamu serius Fin?" Tanya Fitri antusias.

"Bunda ko kaya seneng gitu sih? bukannya was-was denger Alfin baru aja ngehamilin anak orang." Ucap Bagas menatap jengah istrinya.

"Iyalah! Bunda seneng banget, karna bentar lagi bunda punya cucu." Ucap Fitri dengan senyum yang merekah.

Bagas dibuat geleng-geleng kepala melihat tingkah istrinya, "Berani melakukan, berarti kamu harus berani bertanggung jawab, Alfin." Ujarnya mengingatkan Alfin.

"Rencanya, Alfin mau ngajakin Bunda sama ayah kerumahnya malam ini." ucap Alfin

"Lo ngehamilin siapa, Bang?" Tanya Davi.

"Iyah, siapa calon menantu Bunda itu?" Fitri ikut bertanya.

"Dia salah satu mahasiswi Alfin," Jawab Alfin.

"Maksud lo, dia satu kampus sama gue?" Tanya Davi lagi, Alfin hanya bergumam tak jelas.

"Siapa namanya?" Tanya Bagas.

"Afifah." Jawab Alfin menatap wajah Davi yang kembali memucat.

"Afifah?" Davi gelagapan.

Fitri bertepuk tangan senang, "Namanya aja cantik, apalagi orangnya." Heboh Fitri.

"Kalo begitu sekarang kita bersiap, malam ini kita akan datang menemui orang tuanya."

~♡~

TIGA

~♡~

"Bang!" Panggil Davi memasuki kamar Alfin, ia berjalan tergesa melihat Alfin yang tengah bersiap.

Alfin mentap datar Davi. "Ngapain lo?"

"Lo serius mau nikahin, Afifah?"

"Iyah, masalah buat lo?" Tanya Alfin membuat Davi gelagapan lagi.

"Nggak ko, cuman lo udah mastiin kalo bayi itu emang darah daging lo belum?" Tanya Davi, membuat Alfin mengangkat sebelah alisnya.

"Gini loh maksud gue, bayi itu belum tentu bayi lo, bisa aja bayi itu bayi orang lain. Dari yang gue tau tentang Afifah, dia cewek polos tapi dia sering main sama banyak cow-"

Bug

Sudah cukup Alfin menahan tangannya untuk tidak membogem wajah tampan adiknya itu, "Lo ga usah ngomong yang macem-macem tentang Afifah! Gue tau bayi itu bukan darah daging gue, tapi bayi itu darah daging Lo kan?" Tanya Alfin sengit, ia mencengkram kasar kerah baju Davi.

Davi terkekeh mengusap sudut bibirnya yang sedikit mengeluarkan darah, "Ternyata jalang itu ngadu ke lo yah, Bang?" Tanya Davi tertawa.

Amarah Alfin kembali memuncak ketika mendengar Davi menyebut Afifah dengan sebutan jalang, sungguh kali ini Alfin tidak akan memaafkan Davi.

Bug

"Gue gak nyangka ternyata adik gue sebejat lo! lo gila, nyuruh Afifah buat gugurin kandungannya? gue ada denger semuanya, bukan Afifah yang ngadu, sialan."

Alfin menghepas tubuh Davi, "Inget Davi, Ayah selalu ingetin kita buat selalu bertanggung jawab atas apa yang kita lakuin!" Ucap Alfin dengan nafas menggebu menatap tajam Davi.

"Gue gak sadar waktu itu, Bang! Gue juga gak cinta sama Afifah, jadi buat apa gue nikahin dia?"

"Dengerin gue baik-baik, sekali lo lepasin Afifah sama bayi itu, jangan harap lo bisa ambil mereka lagi." Tekan Alfin.

"Gak akan, lo tenang aja."

Alfin menyambar jam tangannya, "Suatu hari, lo bakalan nyesel."

Rumah Afifah

"Jadi kedatangan saya kesini, saya ingin bertanggung jawab karena saya telah menghamili putri Om dan Tante," Ucap Alfin kepada Bima dan Mira.

Deg

"Maksud kamu apa nak? Afifah apa yang dimaksud lelaki ini, apakah benar?" Tanya Mira dengan mata yang sudah berkaca-kaca menatap putrinya yang tengah menunduk.

Afifah mengangguk,"iyah Mah, Maaf."

Bima dan Mila mendadak lemas, fakta apa ini?

"Tujuan kami datang kesini ingin meminta maaf dan ingin meminta persetujuan kalian supaya Alfin bisa segera menikahi Afifah."

"Saya akan bertanggung jawab dan akan segera menikahi Afifah." ucap Alfin.

Bug

Satu pukulan keras Bima layangkan di wajah tampan Alfin, "Memang sudah seharusnya kamu bertanggung jawab." Bentak Bima. Sedangkan, Bagas dan Fitri mereka hanya terdiam. Karna menurut mereka Alfin memang pantas mendapatkan Hal itu.

"Udah, Pah!" Pinta Afifah mencegah Bima yang hendak melayangkan pukulannya kepada Alfin.

Bima membuang nafasnya gusar, dia selalu tidak bisa jika melihat Afifah menangis seperti ini, ia memilih melepaskan Alfin dan kembali duduk di samping istrinya.

"Jadi kapan kita akan melangsungkan acara pernikahannya?" Tanyanya membuat senyum Alfin merekah.

Mila menarik Afifah kedalam pelukannya, sekecewa apapun Mila kepada Afifah dia pasti akan tetap menyayangi putrinya itu.

"Kami terserah pihak wanita saja." Ucap Fitri heboh seperti biasanya.

"Baiklah 1 minggu lagi! kita akan segera melangsungkan pernikahan. Ujar Bima.

Bagas mengangguk menyetujui, "Alfin, pasangkan cincinnya," Titah Bagas.

Alfin tersenyum, menarik tangan Afifah kemudian memasang cincin itu dijari manisnya. "Cantik."

"Om, Tante!" Panggil Alfin. "Saya izin ajak Afifah keluar sebentar."

Bima mengangguk, "Jaga putri saya."

"Pasti Om!"

Alfin memilih mengajak Afifah ke sebuah taman yang berada didekat komplek itu.

"Makasih yah, Pak. Maafin juga karna tadi Papah udah mukul muka Bapak, pasti sakit." Afifah sedikit meringis,ia merasa bersalah.

"Ini tidak sebanding dengan rasa sakit yang kamu alami Afifah." Ucap Alfin mengusap pipi Afifah menggunakan ibu jarinya.

"Mau peluk." Afifah merentangkan kedua tangannya, sedangkan Alfin? Dia menatap cengo Afifah.

"Hah?"

Afifah mencebikkan bibirnya, "Afifah pengen dipeluk sama Bapak!"

Alfin menatap sekeliling taman, banyak orang yang berlalu lalang disini. "Malu nanti di lihat banyak orang."

"Bilang aja gak mau!" Sewot Afifah langsung melenggang pergi, tetapi Alfin langsung menahannya, Ia memeluk tubuh Afifah dari belakang.

Alfin meletakkan dagunya dibahu Afifah dengan tangan yang melingkar diperutnya, "Ini udah saya peluk." Bisik Alfin membuat tubuh Afifah meremang.

Afifah mengangguk pelan, entahlah dia juga tidak tahu kenapa dirinya tiba-tiba ingin dipeluk oleh Alfin.

Alfin mebalikkan tubuh Afifah menghadap dirinya, "Pulang yah, udah malem takutnya kamu masuk angin."

Pagi Hari

"Huek.. " Sejak pagi, Afifah merasakan gejolak aneh yang berasal dari perutnya. Ia terus

"Aduh sayang, kamu jangan pergi kekampus dulu yah."

Afifah menggeleng lemah, "Afifah harus tetep ngampus, Mah." Ujar Afifah membasuh mulutnya.

"Badan kamu lemes kaya gini, Mamah khawatir kamu nanti kenapa-kenapa." Bujuk Mila.

"Afifah gapapa ko Mah, Mamah tenang aja."

Di Kampus

Afifah memasuki kelas dengan berjalan sedikit gontai dengan wajah pucat dia langsung duduk di bangku nya.

"Fifah kamu kemarin kemana?" Tanya Rasya.

"Kita nyari lo kemana-mana." Ucap Nanda agak kesal karna kemarin Afifah menghilang tanpa mengabari mereka.

Pasalnya, kemarin saat ke kampus untuk menemui Davi, Afifah di antar oleh Nanda dan Rasya.

"Maafin Fifah, kemarin Fifah gak enak badan. Jadi, Fifah langsung pulang."

"Harusnya lo kabarin kita dong."

"Fifah kan lupa, kalo lupa berarti Fifah ga inget, Nanda gimana sih? ngeselin banget!" Ucap Afifah kesal dengan mata yang sudah berkaca kaca.

Nanda gelagapan melihat mata Afifah yang sudah berkaca-kaca dengan wajah memerah menahan tangisnya.

"Eh, ko nangis?"

"Afifah kamu lagi datang bulan yah?"

Afifah menggeleng,"Gimana mau datang bulan? orang Fifah lagi hamil." Batinnya.

"Ohh, mungkin mood kamu lagi jelek."

Nanda memeluk Afifah, "Maafin gue yah, Fah." Ucapnya yang langsung di angguki Afifah.

"Selamat pagi!"

"Pagi Pak."

Afifah menatap Alfin yang kini tengah memasang wajah datarnya, auranya sangat berbeda dengan Alfin yang kemarin terus tersenyum kepadanya.

Merasa diperhatikan, Alfin menoleh kearah Afifah dan deg mata mereka saling beradu Alfin menatap wajah pucat Afifah.

"Afifah kenapa? mukanya Pucet banget," Batin Alfin.

Afifah yang ketahuan, cepat-cepat mengalihkan pandangannya gugup.

"Malu.. "

Alfin berdehem singkat, "Baiklah kita mulai kelas hari ini." ucap Alfin.

Beberapa saat kemudian, "Segitu saja dulu materi hari ini, kumpulkan tugas yang saya berikan kemarin. Dan untuk Afifah, tolong antarkan tugas itu ke ruangan saya." Ujar Alfin kemudian melenggang pergi dari kelas.

"Loh ko jadi Fifah, sih?" Gerutu Afifah.

"Udahlah, cuman nganterin tugas doang kali Fah."

"Anterin Gih." Titah Rasya membuat Afifah menghela nafasnya.

Tok Tok Tok

"Masuk!"

Ceklek

"Siang Pak, Ini tugas-tugasnya." ucap Afifah.

"Letakkan dimeja itu!" Suruh Alfin yang langsung dilakukan oleh Afifah.

"Kalo gitu, Afifah pamit ke kelas lagi yah Pak, masih ada kelas 30 menit lagi." Ujar Afifah berbohong, padahal 2 jam lagi.

"Saya belum menyuruh kamu untuk pergi." Ucap Alfin dingin, berhasil menghentikan langkah Afifah yang hendak keluar dari ruangan Alfin.

Afifah berbalik,"Kan Fifah udah ngasih tugasnya ke Bapak." Ujar Afifah jengah.

"Duduk." Titah Alfin tak terbantahkan, menunjuk kursi yang ada di depannya. Afifah berjalan menuju kearah Alfin, kemudian duduk dibangku yang tadi Alfin tunjuk.

"Kamu kenapa?"

"Fifah kenapa? Fifah gapapa." Jawab Afifah.

"Bohong! wajah kamu pucat seperti itu, kamu belum makan yah?"

"Fifah gak mau makan, perut Fifah rasanya kaya dikocok-kocok. Tadi pagi waktu Fifah sarapan, sarapanya Fifah muntahin lagi."

Alfin tertegun mendengar cerita Afifah, "Justru itu kamu tidak boleh membiarkan perut kamu sampai kosong! ayo, makan bersama saya." Ajak Alfin, menyambar kunci mobilnya.

"Gak mau."

"Kamu harus ingat, sekarang kamu tidak sendirian, dia juga butuh makan." Ucap Alfin melirik perut datar Afifah.

iya juga yah batin Afifah

"Yaudah ayo! Fifah mau makan, demi dede bayi."

Alfin tersenyum, ia mengacak rambut Afifah gemas. "Good Girl."

Alfin mengajak Afifah ke sebuah restoran dekat kampus dengan sembunyi-sembunyi tentunya. "Kamu mau makan apa, heum?" Tanya Alfin.

"Fifah mau ini." Afifah menunjuk makanan yang ada di menu.

"Sushi? boleh saja, tapi kamu belum makan nasi, lebih baik kamu pesan nasi goreng saja."

"Gak usah nanya Fifah mau makan apa kalo gitu!" Gerutu Afifah, ia mengambil kasar buku menu yang di pegang oleh Alfin.

Alfin menghela nafasnya, sabar. "Kamu boleh membeli sushi, asal makan nasi goreng dulu. Bagimana, kamu setuju kan?"

"Okee!"

Setelah selesai makan, Alfin dan Afifah memilih berjalan-jalan terlebih dahulu, mumpung kelasnya 1 jam lagi.

"Pak Alfin, Fifah mau rujak deh!"

Alfin menatap Afifah, "Rujak?"

"Iyah Fifah mau rujak, tapi rujaknya gak pake bumbu rujak." Ucap Afifah membuat Alfin tertawa.

"Rujak kalo gak pake bumbu rujak bukan rujak namanya."

Afifah mendelik tajam, "Terserah Fifah dong, pokoknya Fifah mau rujak! tapi, rujaknya gak pake bumbu rujak." Ucap Afifah kukuh membuat Alfin kembali pasrah, ia mengangguk.

Beberapa saat kemudian

Afifah saat ini tengah asyik memakan rujak tanpa bumbu yang ia pinta tadi, saat ini Alfin dan Afifah sudah berada didalam mobil.

"Gimana?"

"Gimana apanya?"

"Rujak tanpa bumbu rujaknya,"

Afifah mengangguk antusias, "Enak."

"Itu mah bukan makan rujak, tapi nyemil buah-buahan," Batin Alfin.

"Pak Alfin!" Panggil Afifah.

"Hm?"

"Aaaa.. " Afifah menyodorkan potongan nanas ke mulut Alfin, "Pak Alfin yang makan nanasnya, ayo cepet buka mulutnya." Titah Afifah.

Mau tidak mau Alfin harus membuka

mulutnya menerima suapan Afifah.

"Enak gak?" Tanya Afifah, Alfin hanya mengangguk.

Hening

Tidak ada yang berbicara, Alfin sedang pokus mengemudi sedangkan Afifah sedang fokus memakan rujak tanpa bumbunya.

"Fah?"

"apwa?"

"Telen dulu." Titah Alfin, ia sedang menahan gemas melihat pipi gembul Afifah. ingin sekali menggigitnya.

"Kenapa Pak?"

"Kamu sudah cek kandungan kamu ke Dokter?" Tanya Alfin.

Afifah geleng- geleng, "Belum."

"Gapapa besok kita cek sama-sama."

"Yey! makasih Pak." Ucap Afifah, membuat Alfin mengacak gemas rambutnya.

"Sama-sama, sekarang kita ke kampus lagi yah? kamu ada kelas 1 jam lagi kan?"

~♡~

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!