Heartbeat
"Honey, apakah dia akan datang? " Christian menggenggam erat tangan sang istri, Alya. Keduanya duduk di barisan paling belakang guna menyambut kedatangan seseorang.
Hari ini adalah pernikahan ulang antara Dylan keponakannya dan Jesselyn. Ah bahkan Alya melewatkan momen Yara berjalan menuju altar membawa keranjang berisi cincin pernikahan orang tuanya.
Pernikahan di selenggarakan di kediaman pribadi Carl Sebastian di Singapura.
Alya sudah tidak bertemu putra semata wayangnya hampir setahun. Setelah lulus senior highschool Dyon memutuskan masuk universitas, ambil jurusan otomotif di Jerman. Biasanya Dyon akan berkunjung setiap pergantian musim. Namun kali ini belum juga pulang.
Dengan berat hati Alya menyetujui kepindahannya, semua demi kebahagiaan Dyon. Padahal ia berharap bisa merawatnya lebih lama lagi. Namun ternyata Dyon dewasa lebih cepat dari perkiraan.
"Dia bilang akan hadir. Tenanglah sayang, aku yakin dia menepati janji. " Christian berusaha menenangkan Alya.
Christian masih belum bisa memberitahu istrinya perihal kegiatan baru Dyon yang berbahaya. Bisa-bisa Alya terkena serangan jantung jika tahu. Bagaimana tidak? Dyon adalah buah hati mereka satu-satunya. Tentu Alya, Christian dan keluarganya tidak ingin terjadi hal buruk menimpa Dyon.
Dyon baru berusia delapan belas meski sudah berada di tahap akhir pendidikan universitas. Ya, Dyon selalu akselerasi sejak Elementary hingga senior highschool. Jika teman-temannya menghabiskan dua belas tahun untuk belajar, Dyon cukup di angka sembilan. Katakanlah Dyon memang cerdas dengan IQ seratus delapan puluh. Sejak kecil dia sangat menyukai ilmu Sains, matematika dan dunia otomotif tentunya.
Baru di saat usianya legal Dyon berani mengambil tindakan untuk melakukan hobi sekaligus sumber pemasukan mandirinya.
Suara tepukan tangan memeriahkan acara wedding kiss keduanya, bertepatan dengan kemunculan pria muda dari arah belakang taman.
"Dyon... " Alya menoleh kemudian berdiri untuk memeluk anaknya.
"Mama merindukanmu sweetheart." Gumam Alya menahan agar cairan bening di pelupuk matanya tak terjatuh.
"Ya, aku juga ma. Maafkan aku." Suaranya begitu berat mengalun indah.
Dyonisius Olrigo ( Oliver x Rodrigo ) adalah pria dengan bola mata brown, rambut pirang, tingginya bahkan satu koma sembilan meter. Perutnya sixpack dan otot lengannya luar biasa kekar. Banyak gadis-gadis di kampusnya mengejar, berusaha mendekati hingga memimpikan menjadi kekasihnya. Sayang, Dyon sangat cuek tak tersentuh.
Hanya ada satu gadis yang berhasil mencuri perhatiannya selama ini, yaitu Hanna Rodiles gadis sebayanya. Hanna memang asli warga negara Jerman. Ia merupakan putri angkat pasangan suami-istri pemilik eibtaler Hof, peternakan terbaik di Berlin.
Hanna dan Dyon sama-sama mengikuti mata kuliah ilmu ekonomi di techinal university of Munich. Pertemuan mereka terjadi ketika Dyon dan Hanna duduk bersebelahan di aula.
"Sepertinya aku harus pindah." Gumam Hanna masih bisa di dengar Dyon. Semua mata tertuju padanya hanya karena Dyon memilih bangku di sampingnya.
"Just stay! " Perintah Dyon, sesaat Hanna terpaku mendengar suara Dyon. Pantas semua gadis memujanya, pikir Hanna yang mengangguk lalu fokus membaca buku hingga kedatangan Profesor.
"Sapalah kakak sepupu mu Dyon, lalu Grandpa dan Grand ma." Christian menepuk punggung Dyon lembut setelah pelukan terurai.
"Baik pa. " Ketiganya berjalan mendekat ke arah altar, dimana semua keluarga bergantian mengucap selamat.
"Kak Dyon... " Suara gadis remaja cantik berhamburan memeluk tubuh jangkung Dyon. Itu Givi putri Theo dan Daniar.
"Givi, apa kabarmu? " Tanya Dyon mengusap lembut kepala Giverny.
"Baik kak, kenapa baru pulang? " Giverny memicingkan mata menyelidik.
"Banyak tugas kampus. Ayo kita makan." Ajaknya menyunggingkan senyum manis.
Dyon biasanya bersikap dingin pada siapa saja, hanya Givi yang mampu meluluhkan hatinya. Kadang Alya dibuat khawatir oleh sikap anaknya, apakah Dyon menyukai Giverny? Namun sejauh ini tidak ada prilaku menyimpang Dyon yang menunjukkan ketertarikan secara emosional pada putri Theo itu.
"Kak, ceritakan bagaimana kampus? Apa kau menyukai seseorang? " Giverny berceloteh sejak tadi sambil menikmati sosis panggang berukuran besar. Dan tentu Dyon yang memotongnya menjadi kecil-kecil. Bahkan tak sungkan menyeka noda saus di sudut bibir Giverny.
"Hem, ada. Tapi dia tidak ramah sepertimu." Jawab Dyon jujur.
"Wah pasti dia gadis yang cantik, mungkin dia cuek karena kakak bersikap dingin padanya. " Kemungkinan benar pemikiran Giverny, hanya saja Dyon masih enggan menjalin hubungan asmara di usia dini. Terlalu rumit dan merepotkan. Lebih baik ia fokus memulai karir.
"Kapan-kapan ajak dia berlibur ke Paris. Aku ingin mengenalnya. " Giverny merengek manja memeluk lengan kekar Dyon. Pria itu tersenyum simpul tak ingin menanggapinya.
****
"Hanna, bisa kau belikan aku benang woll dengan beberapa warna? " Nyonya Hof memberi Hanna catatan beserta seikat uang pecahan lima puluh dolar.
"Baiklah nek. " Meski Hanna tahu itu hanya sebuah alasan ia tetap menerima tugas dari Sunny Hof, istri tuan Albert Hoffmann.
"Hati-hati." Teriak Sunny ketika Hanna berjalan mendekati wrangler SUV hitam miliknya. Itu adalah hadiah dari tuan dan nyonya Hof untuk Hanna karena berhasil masuk universitas jalur beasiswa. Juga ketekunannya membantu mengelola peternakan.
"Dia sudah pergi? " Tuan Hof keluar, keduanya berdiri di beranda mengamati kepergian Hanna.
"Ya, semoga mereka tidak bertemu. Atau Hanna akan terjebak. " Raut kesedihan tergambar di wajah renta Sunny.
"Apa belum ada kabar dari calon pembeli itu? " Tanya tuan Hof. Biasanya dia lebih fokus mengatur pekerjaan di peternakan. Untuk urusan laporan dokumen dan lain-lain istrinya paling jago.
"Masih menunggu keputusan. Harus tanya cucunya suka atau tidak baru membeli." Ya, mereka berdua sepakat lebih baik menjual secepatnya peternakan agar semua berjalan Damai.
"Gerald pasti akan terus mengancam Hanna. Aku kasihan padanya. " Lirih Albert mengingat putra semata wayangnya yang selalu mengincar Hanna jika berkunjung.
"Semoga setelah ini terjual, Gerald akan berhenti." Tambah Albert. Rencananya mereka ingin membagi dua hasil penjualan untuk Gerald dan Hanna.
Hanna Rodiles merupakan cucu dari sahabat sunny dan Albert. Sebelum wafat kakek Hanna menitipkannya sejak usia Hanna sepuluh tahun. Tahun yang begitu menyedihkan baginya. Hanna kehilangan kedua orang tuanya akibat kecelakaan pesawat. Sementara kakek yang sudah tua sering sakit-sakitan dan tutup usia enam bulan kemudian. Tak tega melihat Hanna hidup sebatang kara Sunny pun akhirnya setuju mengadopsi Hanna secara resmi.
Hanna mengendarai mobilnya menuju pusat kota, ia berpapasan dengan Gerald di jalan utama pedesaan. Sudah pasti paman angkatnya ingin menemui ayah dan ibunya. Apalagi, meminta peternakan agar beralih menjadi miliknya. Kalau tidak Gerald akan mengirim Hanna ke rumah bordir.
"Bajingan itu! " Umpat Hanna. Kali ini ia tak mau mengalah, Hanna banting stir berbalik arah mengejar Gerald.
Hanna selalu selamat karena selama ini ia tinggal di asrama milik kampus. Kebetulan sekarang sedang libur akhir musim panas. Jadi ia memutuskan cuti bekerja dan mengunjungi orang tua asuhnya.
Tin tin...
Brak...
Terdengar bunyi mobil yang saling bertabrakan.
"Shit." Umpat Gerald ketika mobil Hanna menabrak bagian belakang mobilnya. Dia keluar dengan amarah memuncak.
"What the hell are you doing Rodiles? " Teriak Gerald sambil menggedor jendela mobil meminta Hanna keluar.
"Hai uncle Ge. Maaf aku tidak lihat ada mobil di depanku." Hanna sengaja menampilkan deretan giginya yang berjejer rapi dan bersih.
Gerald adalah pria matang berusia tiga puluh lima, dia tergolong rupawan meski kulitnya sedikit tan. Sementara Hanna, dia bertubuh sintal bak model profesional. Namun dia selalu menutupi kemolekannya menggunakan kemeja kebesaran dan celana jeans belel atau kargo. Setiap paginya Hanna akan berlari sebelum memulai kegiatan beternaknya saat tinggal di kediaman Hoffmann.
Gerald tidak suka kehadiran Hanna sejak awal. Dia bahkan memilih tinggal di kota untuk menghindarinya.
"Kau sengaja Rodiles aku tahu itu. Tunggu saja pembalasanku. " Gerald berbalik tanpa memperpanjang masalah mereka. Padahal bagian belakang mobilnya penyok.
"Uncle, kau harus jadi pria baik." Gumam Hanna menatap kepergian Gerald.
Lantas apakah Hanna membenci Gerald? Jawabannya tentu tidak, dia sangat menghormati keluarga Hoffmann yang sudah mau mengasuhnya. Selama Gerald tidak mengganggunya Hanna akan terus menahan diri. Sebisa mungkin tidak membuatnya marah.
Hanna kembali mengemudikan mobilnya menuju pusat kota. Menikmati semilir angin di sepanjang jalan. Hanna merindukan kegiatan berbelanja setiap pulang kampung.
ketika dia turun dari mobil, tatapannya langsung tertuju pada pria muda bertubuh tinggi dan kekar. Dia berjalan bersama pria tua, kemungkinan kakeknya keluar dari coffeeshop.
Niat hati ingin menyapa, Hana hanya bisa termangu di lewati olehnya begitu saja. Tak mau ambil pusing, Hana memilih masuk ke dalam untuk membeli americano ice sebelum berbelanja titipan nyonya Hof.
"kalian saling kenal? " tanya sang kakek sempat melirik ke belakang, penasaran akan sosok gadis barusan.
"hanya anak kampus yang sama." jawabnya acuh.
"Dyon, Grandpa harap kau bisa memiliki banyak teman seperti kakak sepupu mu Dylan." menasehati pelan-pelan adalah jurus jitunya membimbing cucu, guna menjadi pria sejati calon pemimpin perusahaan sang ayah kelak.
"baik tuan Rodrigo. aku mengerti." Balasnya tetap bersikap sopan pada kakek dari pihak ibu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments