"Ikut aku." Hana langsung digandeng oleh Dyon menuju pintu keluar asrama. Tanpa membantah Hana hanya mengikutinya saja. Dyon kembali mengendarai Rolls-Roycenya yang pernah membawa Hana sekitar tiga bulan lalu.
"Tidak ingin bertanya? " Setelah mobil berkendara sekitar lima menit, Dyon yang tak tahan pun memecah keheningan.
"Aku sudah melakukannya, tapi kau tidak menjawab apapun." Sinis Hana merujuk pada setiap pesan yang di kirimnya.
"I'm sorry. " Katanya lembut sekali. Hana sampai menoleh terkejut mendengar Dyon bisa mengucapkan kalimat itu.
"Explain! " Perintah Hana.
"Aku mengikuti NASCAR setiap bulannya. Spain, Texas, dan terakhir di sini." Hana seharusnya takjub, hanya pada dia Dyon bisa sesabar itu menjelaskan sesuatu.
Yang Hana tahu, NASCAR merupakan perusahaan besar yang selalu mengadakan kejuaraan mobil stok pabrikan. Namun tetap dengan standar tertentu sesuai lintasan yang biasanya berbentuk oval. Satu kejuaraan saja harus menyelesaikan hampir ratusan lap. Melelahkan sekali. Tapi Dyon sangat menyukai hal itu. Dia baru saja mengikuti stock car racing baru-baru ini. Dan tebak, hasilnya cukup memuaskan yaitu selalu berakhir berdiri di atas podium. Entah juara tiga, dua bahkan satu pun pernah. Dyon benar-benar menjadi rising star.
"Sejak kecil aku menyukai dunia otomotif. Tujuanku satu, menjadi pembalap. Tapi itu hanya bisa menjadi hobiku semata." Lanjut Dyon mulai menceritakan kehidupan pribadinya.
"In the end, Heirs gonna be Held their crown. " Hana mengambil kesimpulan, seolah mengerti bagaimana kelanjutan hidup seorang Dyon.
"Nana, kau terlalu peka. Aku khawatir kau bisa menebak apa isi kepalaku." Hana tak menanggapi pujian Dyon yang bernada keluhan itu.
"Kau bisa tidur, perjalanan akan sangat panjang." Perkataan Dyon membuat Hana membulatkan matanya lucu. Dyon sampai gemas dibuatnya.
"Kau mau menculik mahasiswi? " Bagaimana Hana tidak kaget, bisa-bisa mereka bermalam di jalan. Ia bahkan tidak membawa pakaian ganti.
"Jangan mengkhawatirkan apapun Nana, cukup menurut saja." Ujar Dyon santai.
Benar saja, Dyon mengendarai mobil hampir lima jam menuju Nurburgring melalui jalur A9. Itupun dengan kecepatan aman karena dia membawa Hana bersamanya. Hana tertidur pulas tanpa merasa mabuk kendaraan. Dyon memang ahli dalam berkendara.
Setelah tiba di tempat tujuan, Dyon membelokkan kemudi, Dyon mengajak Hana memasuki sebuah lintasan balap yang pernah ia taklukkan minggu lalu. Dia menjadi juara dua. Kalau saja pikirannya tidak terpecah oleh kabar sang kakek, Dyon mungkin mampu berdiri di podium peringkat satu.
Hana turun mengikuti langkah Dyon, mereka berdiri di tengah jalan yang tampak tak berujung. Mobilnya bahkan bisa langsung masuk ke sana tanpa harus parkir di luar.
"Sudah membuka hadiah dariku? " Hana terkesima, ternyata kotak itu pemberian Dyon. Tahu begitu ia membukanya langsung tadi.
Buru-buru Hana kembali ke mobil, dia membuka tas hanya ingin melihat hadiah apa yang Dyon berikan. Ternyata sepasang giwang dan kalung bertahtakan berlian.
"Hadiah untukmu, dari hasil keringatku. Nana kuharap kau suka." Dyon mengambil kalung dari kotak dan langsung memakaikan di leher Hana.
"Terima kasih." Ucap Hana, meraba liontin berbentuk bulan yang memeluk bintang.
"You're mine Nana. " Klaim Dyon penuh keyakinan. Hana hampir menangis mendengar pernyataan pria muda penuh ambisi dihadapannya.
"Dyon, jangan memulai sesuatu yang menurutmu hanya akan menyulitkanmu." Semakin mengenal Dyon Hana paham bagaimana beratnya menjadi seorang penerus. Beban dan tanggung jawab yang sangat besar ada di pundak Dyon. Apalagi Pasangan Christian Alya hanya memiliki satu anak sebagai penerus.
"Tidak Nana, aku belum ingin ke tahap itu. Mari kita nikmati semuanya bersama, apa adanya." Dyon menatap lekat wajah Hana yang tertiup angin, rambutnya bertebaran menutupi wajah cantiknya.
"Baiklah. Boleh aku memelukmu?" Tanya Hana tanpa rasa canggung karena ia yakin Dyon memiliki perasaan yang sama padanya.
"Tentu, kemarilah." Langsung saja Dyon merentangkan tangannya yang di sambut oleh tubuh Hana.
"You did a great job Dyon. Teruslah mengejar mimpimu, they can't break you." Hana menyemangati dengan suara teredam dada kekar Dyon. Meski Hana tergolong tinggi masih ada Dyon yang lebih darinya.
"Ingin melihat sunset? " Tawar Dyon, kini keduanya bergandengan tangan berjalan menyusuri lintasan balap.
"Kau tahu tempatnya? " Tanya Hana antusias.
" I do." Sejak tadi senyum manis Dyon tak pernah hilang apalagi saat Hana memandang ke arahnya.
Keduanya harus menaiki sedikit perbukitan untuk tiba di tempat paling tinggi di sana. Mengambil jalan setapak di sebelah lintasan, ternyata ada beberapa pemukiman warga disana. Tak jauh, Dyon dan Hana sudah berdiri di sisi tebing menantikan golden hour milik bersama.
"Oh ya, aku ingin bertanya." Hana memecah keheningan, suaranya hampir kalah oleh hembusan angin.
"Itu bukan mimpi Nana, kau ceroboh tidak mengunci pintu. " Dyon menyela, membuat Hana menutup mulutnya tak percaya. Kenapa dia bisa membaca pikirannya.
"Aku lebih terkejut kau mengetahui apa yang akan aku tanyakan." Hana mencebik, Dyon malah terkekeh. Lalu dia berdiri di belakang Hana, memeluknya erat.
"Selamat ulang tahun Hana Rodiles." Bisik Dyon, satu kecupan mendarat di ujung kepala Hana yang kini tersenyum bahagia.
"Dyon kau belajar dari mana menjadi pria semanis ini? "
"Alamiah Nana." Jawaban malas Dyon menghasilkan satu sikutan untuknya.
"Apa kita akan bermalam? " Hana begitu penasaran, dia menoleh namun langsung menabrak rahang tegas Dyon.
"You think? "
Cup...
Hana mengecup singkat bibir semerah ceri milik Dyon. Kemudian Dyon langsung menangkup wajah Hana, meluma t bibirnya tanpa ampun.
Sore itu, Dyon mengakui perasaan sukanya terhadap Hana. Keduanya secara tidak langsung meresmikan hubungan sepasang kekasih. Entah bagaimana kedepannya, mereka tidak ingin ambil pusing. Yang terpenting sekarang adalah saling menjaga satu sama lain, meski kadang harus berjauhan nantinya.
Ingin sekali Dyon membawa Hana, namun itu tidak mungkin mengingat pendidikan Hana masih tersisa dua tahun lagi. Puas menikmati matahari terbenam, Dyon tak lupa mengajak Hana makan malam. Keduanya bahkan melewatkan makan siang demi tiba di sana tepat waktu.
Dyon memilih menyewa villa green corner Nurburg di banding kamar hotel. Penjaga juga telah menyiapkan berbagai hidangan lezat atas pesanan pria itu. Hana tengah asik mandi, dia tak sabar ingin memakai pakaian yang dipilih oleh Dyon.
Sementara Dyon masih sibuk membahas sesuatu melalui sambungan telepon. Hana terlihat seksi dengan balutan dress maroon bercorak bunga sakura warna pink. Rambutnya setengah basah, berjalan mendekat ke arah balkon.
"Setelah urusanku selesai aku akan menjenguk Grandpa, aku janji ma." Suaranya lembut namun penuh penekanan. Hana tebak Dyon sedang berbicara dengan sang ibu.
"Dyon, jangan berbuat aneh. Cepat pulang." Alya memutus sambungan setelah puas memperingati putra kesayangannya. Yang Alya tahu Dyon sibuk melakukan riset untuk peluncuran produk pertamanya sebagai perusahaan independen. Tanpa campur tangan papa maupun Grandpa nya.
"Ya mama, love you." Ucapnya tanpa rasa gengsi meski dia sadar sejak tadi Hana memperhatikan.
"Jangan menggodaku, hanya padamu dan mama aku begini." Dyon hanya mengenakan handuk saat itu, dia berjalan mendekati Hana dan meraih pinggangnya.
"I don't say anything, Dyon." Rapatnya bibir Hana menandakan ia mencoba menahan tawa.
"Ayo kita makan, sebelum semuanya dingin." Ajak Dyon mengubah topik. Jangan sampai Hana tahu dirinya sedang berusaha menahan diri untuk tidak merusak gadis itu.
Usai dinner, keduanya memilih menikmati secangkir kopi di sofa samping perapian. Meski belum memasuki musim salju, udara malam hari di ketinggian cukup dingin. Bercengkrama membahas kegiatan sehari-hari selama tidak bertemu satu sama lain
"Dyon, soal uncle... " Ragu-ragu Hana ingin membahas soal Gerald, takut merusak suasana.
"Dia menyuruhmu memohon padaku? " Tanya Dyon terdengar nada tidak suka Hana mulai membahas pria lain. Dyon tahu paman angkat Hana memiliki perasaan pada kekasihnya.
"Tidak sama sekali. Hanya saja, bisakah kau memaafkannya? " Hana tidak ingin melanggar batas tapi ia gegabah malah mencobanya.
"Fuck Hana Rodiles! " Bentak Dyon, membuat Hana terkejut bukan main. Pria itu sudah berdiri dari duduknya, buku yang sedang ia baca bahkan terlempar begitu saja.
"Dyon, maaf jika aku menyinggung mu. Anggap saja aku tidak pernah mengatakan apapun." Hana bergegas meraih tangan Dyon, menggenggamnya erat.
Dyon memejamkan mata, mencoba menurunkan emosinya. Dia hampir lepas kendali di hadapan Hana. Semua gara-gara Gerald sialan. Dia berbalik menatap Hana, tangan bebasnya mengusap pipi Hana lembut.
"Tidurlah lebih awal, aku akan menyusul." Hanya itu jawaban Dyon dari permintaan maaf Hana.
Dyon meninggalkan Hana keluar villa. Setiap perasaannya kalut Dyon pasti memilih merokok. Hana tidak tahu sefatal apa kesalahan Gerald hingga Dyon sangat membencinya.
Prang...
baru setengah batang menghisap, Dyon mendengar suara barang pecah dari arah dalam. Tak ingin terjadi hal buruk pada Hana dyon bergegas masuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments