Hana di tuntun menuju kamar suite milik Dyon di salah satu hotel ternama di ibu kota Jerman. Mewah, penuh dengan fasilitas seperti mesin kopi, meja makan full set, kitchen set hingga Jaccuzi di tepi jendela besar.
"Nona, ini pakaian untuk anda. Tuan Olrigo akan menjemputmu setelah urusannya selesai. " Emma, dia menyerahkan paperbag ke hadapan Hana.
"Untuk apa? " Tanyanya bingung.
"Just take it on. " Suara berat dari arah pintu masuk menginstruksi.
"Permisi tuan." Tugasnya selesai, Emma pun pamit.
Dyon berjalan mendekati Hana yang kini malah melangkah mundur. Penilain gadis itu sedikit berubah terhadap pria di hadapannya. Dyon masih muda namun tak segan bertindak kasar, bahkan di hadapan Hana tanpa menutupinya.
"Kenapa, kau takut? Nana, tidak semua orang yang kau anggap baik itu baik. Apalagi paman sialanmu." Dyon menarik pinggang Hana hingga menempel di dadanya.
"Dyon,,,, " Hana mendongak menatap mata brown Dyon. "Do you hate me? " Lanjutnya. Tidak ada jawaban, Dyon hanya tersenyum simpul sembari mengusap pipi Hana.
"Ganti pakaianmu Nana, sepuluh menit." Dyon melepaskan diri lalu berjalan keluar dari kamar.
Hana telah selesai mengenakan gaun press body berwarna Sage. Hanya ada tali spageti di pundaknya. Rambut brown miliknya dibiarkan tergerai begitu saja.
Sepanjang perjalanan keduanya hanya saling diam. Dyon mengemudikan sendiri Rolls-Royce hitamnya. Hana ingin bertanya keadaan Gerald namun terlalu takut Dyon akan marah. Hana tahu Gerald bukan pria bersih pada umumnya, tapi dia juga kadang sedih melihat sang paman dalam kesulitan.
"Memikirkan pamanmu hah? " Sekilas Dyon melirik ke samping, Hana terlihat sedang melamun.
"Tolong maafkan dia Dyon... " Pinta Hana lirih.
Dyon mencengkram erat kemudi, dia tidak suka ketika Hana memohon demi pria lain terlebih pamannya. Setelah itu mereka kembali saling mendiami.
Dyon menghentikan mobil di depan Tower TV bernama fernsehturm Berlin. Menara dengan ketinggian mencapai tiga ratus enam puluh delapan meter yang dibuka sejak tahun sembilan belas enam sembilan.
Kedatangannya di sambut penuh hormat oleh pengurus tower. Dyon dan Hana di antar menuju ketinggian dua ratus tiga meter dimana galeri terletak disana. Hana hanya mengekor di belakang tubuh tegap Dyon.
Namun ketika keluar dari lift, Dyon merangkul pinggang Hana agar berjalan beriringan. Petugas tersenyum menyaksikan keintiman keduanya. Mereka seperti pasangan serasi penuh cinta.
"Selain galeri, kami juga selalu mengadakan pameran. Kami turut bersedih mendengar kabar tuan Rodrigo. " Seharusnya sang kakek yang melakukan pertemuan itu, namun kondisinya jelas tidak memungkinkan.
"Ya, Terima kasih." Balas Dyon sekenanya.
"Kami sangat antusias ketika perusahaan berlian terbesar dan pelukis ternama ingin mengadakan pameran di tempat ini." Lanjutnya.
Hana melirik Dyon melalui ekor matanya, jadi siapa orang-orang yang dimaksud petugas wanita itu? Untuk perusahaan berlian mungkin Hana bisa tebak itu adalah tuan Rodrigo, lalu pelukis? Apakah kekasih Dyon?
Menyadari dirinya tengah di perhatikan, Dyon kemudian menatap Hana "memikirkan apa? " Tanyanya penasaran, ternyata sejak tadi Dyon tidak pernah lepas mengawasi Hana.
"Tidak ada."
Pembahasan memakan waktu sekitar satu jam, Hana yang melewatkan sarapan mulai merasa lapar. Dyon pun akhirnya membawa Hana ke restoran putar di ketinggian dua ratus tujuh meter.
Keduanya duduk berhadapan, jujur Hana merasa canggung. Mereka tampak sedang melakukan kencan dan berakhir dengan makan siang romantis. Belum memasuki weekend, pengunjung terbilang sepi jadi suasana begitu hening. Hanya ada beberapa meja terisi, pelayan lalu lalang mengantar pesanan dan Hana meremas kedua tangannya di atas pangkuan.
Dia tidak memesan, justru mengikuti apa saja yang di setujui oleh Dyon. Pramusaji pamit setelah mencatat pesanan.
"Bolehkah aku menjenguk tuan Rodrigo?" Hana memberanikan diri bertanya pada Dyon.
"Tidak perlu." Jawabnya, entah menolak atau memang Dyon tidak pernah menyalahkan Hana dalam hal ini. Lalu suasana menjadi hening, Dyon fokus membalas pesan dan Hana hanya memerhatikan.
Tak lama menu makan siangpun di sajikan, pramusaji menuangkan anggur merah kedalam gelas milik Dyon maupun Hana. Dyon memotong rib eye steak di piringnya kemudian menukarnya dengan milik Hana.
"Thanks." Ucap Hana merasa tersanjung. Mereka menikmati hidangan tanpa bersuara, begitulah etika saat di meja makan seharusnya.
Tapi Dyon punya kegiatan lain, yaitu mengganggu Hana dengan menyentuh kakinya menggunakan ujung sepatu di bawah meja.
"Don't do that! " Bisik Hana menatap tajam Dyon yang hanya terkekeh, ia pikir seru juga menggoda gadis dihadapannya.
"How's the college? " Kali ini keduanya lanjut menyesap anggur gelas kedua.
"It was good. Tapi satu mata kuliah terlalu membosankan." Dalam hatinya, Hana kehilangan sosok Dyon yang sebentar lagi akan lulus. Biasanya mereka duduk berdampingan mengikuti mata kuliah yang sama.
"Karena tidak ada aku di sana, benar begitu Nana? " Sialnya Dyon terlalu peka, Hana cukup kewalahan.
"You're right. " Jawab Hana jujur.
"I was sending you a messenger, hubungi aku kapanpun." Lalu Hana mengecek ponsel di atas pangkuannya, benar saja Dyon baru saja mengirim satu stiker bertuliskan 'cantik'.
"Ya, tentu Dyon."
Sebelum pulang Dyon menyempatkan diri mengantar Hana ke hotel tempatnya menginap. Dyon perlu menjenguk Rodrigo di rumah sakit.
"Tunggu aku. " Katanya sebelum keluar.
"Take care, Dyon." Seperti enggan, Dyon cukup kewalahan melepaskan genggaman tangan Hana.
***
Semusim berlalu, Hana melamun di taman kampus. Setelah kepergian Dyon Hana tidak pernah lagi bertemu dengannya. Keberadaan Gerald bahkan belum diketahui. Kenapa dia tega meninggalkan Hana tanpa penjelasan?
"Hana,,, " Seorang mahasiswa mendekat menyapa Hana. Gadis itu tampak sedang melamun, seperti kehilangan separuh jiwanya.
"Nathan, ada apa? " Nathan duduk di sebelah Hana sebelum menjawab.
"Security menitipkan ini untukmu." Hana menunggu Nathan mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah kotak segi empat berukuran kecil.
"Terima kasih Nath." Hana menerimanya, Nathan merupakan teman pertamanya di kampus. Dia satu-satunya pria yang berani mendekati Hana, murni ingin berteman. Sementara yang lain penuh modus hanya ingin mengajaknya berkencan bahkan having a se x. Membuat Hana muak.
Hana tidak munafik, tapi jika harus melakukan hal itu dengan sembarang pria dia tidak mau.
"You look awful. What's the matter? " Tanya Nathan.
"Nothing, just... " Perkataannya menggantung, Hana hanya merindukan seseorang. Kapan mereka bisa bertemu lagi?
Entahlah. Hana pernah mengirim pesan menanyakan keberadaan Dyon, tapi tak ada balasan sama sekali.
"Mau datang ke prom bersamaku? " Ajak Nathan. Acara kelulusan di adakan besok malam. Seharusnya Dyon datang.
"Baiklah, kita bertemu di tempat saja." Jawab Hana, ia memang tinggal di asrama putri jadi Nathan tidak perlu menjemput.
"See you tomorrow Hana." Setelah pamit Nathan pergi meninggalkan Hana.
Ketika ingin masuk kelas, Hana mendapat pesan dari nomer asing.
'Rodiles, temui aku di cafe sebrang kampus.' itu pesan dari Gerald. Hana buru-buru merapikan tasnya, tak lupa memasukkan kotak tadi.
Setibanya di cafe, Hana melihat Gerald duduk dalam keadaan baik-baik saja. Ia pun bernafas lega.
"Uncle... " Panggil Hana, Gerald menoleh ke belakang.
"Duduklah." Gerald mempersilahkan, mereka saling berhadapan.
"Bantu aku! " Mohon Gerald, dia menggenggam tangan Hana.
"Tolong bujuk Dyon agar mengembalikan akses usahaku. Hana, hanya kau yang aku andalkan." Cukup terkejut Hana mendengar keluarga Dyon begitu berkuasa hingga mampu membekukan kekayaan Gerald.
"Sudah ku bilang uncle, jangan pernah memakai trik kotor. Terima saja uang hasil penjualan tanah, mulai lagi usahamu dari awal." Hana melepaskan tangannya. Dia tidak bisa ikut campur semudah itu.
"Aku janji, setelah ini tidak akan menggangu hidupmu Hana." Melihat ketidakberdayaan seorang Gerald Hoffman, Hana pun merasa iba.
"Maaf uncle, aku bahkan tidak tahu dia dimana." Usai mengatakan hal itu Hana beranjak pergi, keluar dari cafe.
"Sial." Umpat Gerald, Hana masih bisa mendengarnya.
Hana sempat lupa, jika Dyon menjadi pemilik eibtaler Hof artinya keluarga mereka memang buka orang biasa. Tiba-tiba Hana insecure. Merasa dirinya kecil sekali jika berada di sekitar Dyon.
Hana absen di sisa mata kuliahnya. dia memilih kembali ke asrama. Ibu pengawas memberitahu Hana jika ada tamu yang menunggunya di beranda samping asrama. tandanya itu pria, karena mereka di larang keras masuk ke wilayah pribadi mahasiswi. namun tetap ada saja yang manggar, bahkan sampai Diam-diam bermalam.
"Dyon... " panggil Hana tak percaya. keduanya berdiri saling berhadapan.
"do you miss me? " tanya Dyon to the point. Ingin sekali Hana berhamburan memeluknya, tapi ia menahan diri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments