3.

Makan malam di dominasi oleh cerita seru pasangan Hoffman. Mulai dari awal mereka saling mengenal hingga menua bersama mengurus peternakan. Ada gurat sedih di wajah keduanya kala mengingat Gerald yang sudah tidak pernah tinggal di rumah mereka.

"Lalu kalian akan tinggal dimana setelah ini? " Hana juga ikut sedih memikirkan nasib keluarga asuhnya.

"Tenang saja Nana, kami masih memiliki rumah di desa asal Sunny. Kau ingat pernah menginap di sana sebelum masuk asrama?" Perkataan Albert sontak membuat Hana menggebrak meja saking antusias.

Dyon yang sejak tadi fokus memandangi Hana sampai terlonjak kaget dibuatnya.

'Gadis ini' batin Dyon, untung dia tidak memiliki riwayat jantungan.

"Benar kek, wah tempat itu memang indah. Dyon kau harus melihatnya juga." Tangannya secara refleks menyentuh lengan berotot Dyon.

"Ehem, kau mau aku membelinya juga?" Pancing Dyon bermaksud menolak ajakan Hana.

"Tidak perlu! Kau menyebalkan." Pasangan Hoffman hanya tertawa melihat tingkah keduanya. Yang satu seperti api, membara. Si pria bagai air di Kutub Utara, dingin dan kaku.

"Hana, tidak perlu membantu. Pergi ke kamar jangan lupa kunci pintu." Sunny menyuruh Hana pergi tidur karena sejak tadi mulai menguap. Sementara peralatan makan yang kotor biar menjadi urusannya.

"Aku akan membantu." Dyon menawarkan diri.

"Mustahil, haha... " Hana malah tertawa mengejek mendengar ucapan pria di sampingnya.

"Bukan masalah besar, atau kau memang tidak pernah melakukannya nona Hoffman." Lagi-lagi Hana di buat kalah telak oleh Dyon.

"Terserah kau saja." Saking kesalnya Hana benar-benar tidak berniat membantu. Dia berlarian masuk kedalam.

Padahal Dyon hanya beralasan, dia ingin tahu dimana letak kamar Hana jika membantu mengantar cucian piring ke dapur. Ternyata gadis itu menempati kamar di loteng.

"Tuan Dyon, kau bisa mengambil kebutuhan apapun di Dapurku. Aku tidak akan mengunci pintu." Kata Sunny memberitahu sebelum dia mulai membilas piring untuk di masukkan ke dalam mesin pencuci.

"Terimakasih nyonya Hoffman. "

"Panggil saja Sunny. " Sunny meralat.

"Thanks Sunny, aku pamit." Dylan keluar melalui pintu belakang rumah.

Hana merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur tanpa dipan. Hanya ada tikar bambu sebagai alas kasur. Kamar ini tempat ternyaman baginya, meski ia harus selalu waspada dengan mengunci kamar demi selamat dari Gerald. Bisa saja sewaktu-waktu pamannya pulang dalam keadaan mabuk dan menyelinap masuk. Sungguh Hana tak ingin hal buruk menimpa mereka berdua.

Hana tertidur dengan mudah setelah perutnya terisi penuh. Ia bahkan lupa mengunci pintu tidak seperti biasanya.

Di tengah malam, entah mimpi atau memang benar nyata. Hana merasa ada satu sosok menyelinap masuk dan perlahan duduk di tepi ranjang. Dia diam mengamati wajah cantik Hana yang terlelap.

"Nana... " Gumamnya lirih sekali, tangannya bergerak mengelus lembut pipi Hana.

Hana menggeliat merasa terusik oleh sentuhan itu. Matanya terbuka sedikit kalah oleh kantuk.

"Dyon? " Panggil Hana antara percaya dan tidak, kenapa pria itu ada di hadapannya sekarang.

"Tidur lagi." Katanya, suaranya mengalun indah di telinga Hana yang malah tersenyum padanya.

"Dingin, peluk aku." Entah dorongan dari mana Hana begitu berani menarik Dyon hingga jarak mereka begitu dekat. Mata bertemu mata, hidung hampir bergesekan. Degup jantung keduanya terdengar oleh satu sama lain.

"Nana kau yang memancing ku. " Bisik Dyon, nafasnya memburu seakan menahan gejolak memuncak. Libidonya benar-benar meningkat.

Dyon akhirnya mengecup bibir Hana sekali, rasanya yang manis membuatnya ketagihan hingga berakhir menjadi lumatan-lumatan kecil. Hana seperti sedang bermimpi, diapun turut membalas tak kalah bergairah. Namun tak lama Dyon mendengar dengkuran halus Hana, dia kembali tertidur. Dia terkekeh geli.

Esoknya, Hana terbangun cukup siang. Dia melewatkan sarapan pagi. Sunny dan Albert begitu menyayangi Hana, mereka tidak pernah memaksanya membantu kegiatan rumah tangga. Hana sendiri yang berinisiatif mengerjakan beberapa tugas, seperti memasak, merapikan rumah juga mengurus peternakan.

"Nek, dimana Dyon? " Mengingat samar mimpinya semalam, Hana ingin bertanya pada Dyon kebenarannya.

"Dia kembali ke kota larut malam. Katanya ada urusan mendadak." Jawab Sunny, wanita tua itu tengah duduk santai di sofa merajut sambil menonton berita.

"Oh... " Hana hanya ber oh ria, berarti tebakannya benar jika semalam hanya mimpi.

"BREAKING news. Pengusaha berlian Rodrigo di kabarkan masuk rumah sakit akibat kecelakaan mobil di jalanan kota Berlin. Besar kemungkinan hal tersebut di sengaja. Kita akan menunggu hasil investigasi dari pihak kepolisian, sekian." Kebetulan mereka mendengar berita televisi mengenai kecelakaan kakeknya Dyon.

"Nek, aku harus pergi. " Buru-buru Hana mengambil kunci mobil di atas drawer sepatu. Ia sampai mengabaikan panggilan Sunny.

"Kumohon uncle bukan kau orangnya." Gumam Hana mulai menyalakan mesin mobil.

Hana takut Gerald bertindak sadis dengan merencanakan kecelakaan mobil tuan Rodrigo karena telah membeli peternakan. Bagaimana jika Dyon membencinya gara-gara hal tersebut? Tidak bisa, Hana terlanjur menyukai Dyon.

Meski hanya sebuah mimpi tapi Hana menyukai sikap hangat Dyon. Biasanya dia dingin dan cuek padanya. Tapi semalam, Dyon bahkan tersenyum manis sekali. Hal yang amat jarang Hana lihat.

Untungnya Hana tahu dimana tempat Gerald menghabiskan waktu senggangnya. Dia mendatangi cafe di sebrang pusat kebugaran. Pria itu memang di sana, sedang mengobrol serius dengan anak buahnya.

Hana tahu Gerald merupakan seorang berpengaruh di Berlin, bisa dibilang cukup ditakuti para penjahat kelas teri disana.

"Uncle! " Panggil Hana dengan nafas memburu. Anak buahnya langsung mengundurkan diri, membiarkan bos mereka mengobrol.

"Sekarang apa, Rodiles?" Gerald memalingkan wajah tak ingin menatap Hana.

"Kau melakukannya, jangan sakiti Dyon ataupun kakeknya! Jika kau marah, lampiaskan saja padaku. " Ucap Hana penuh penekanan juga mengancam.

"Kau hanya gadis ingusan Rodiles, tidak perlu ikut campur terlalu jauh." Peringat Gerald, sebelumnya dia berdiri menggebrak meja.

"Uncle, aku tidak akan mengambil apapun yang bukan menjadi milikku, kau tenang saja. Tapi kumohon jangan menjadi orang jahat. " Ini yang paling tidak Gerald suka, Hana selalu menganggapnya pria jahat. Mata itu penuh kemarahan tertahan.

Bisakah Hana bersikap lembut padanya? Gerald frustasi berurusan dengan makhluk bernama wanita.

"Kembali ke asrama Rodiles! Tempatmu bukan disini." Perintah Gerald lalu keluar meninggalkan Hana. Hana lantas mengejarnya, berniat meminta Gerald meminta maaf pada keluarga Dyon.

Tapi sekelompok orang bertubuh kekar tiba-tiba turun dari mobil, menyerang Gerald beserta anak buahnya. Tak ingin membahayakan Hana, Gerald mengeluarkan senjata dari balik jasnya.

"Tetap berada di belakangku! " Bisik Gerald.

"Uncle siapa mereka? Apa suruhan tuan Rodrigo? " Hana berdiri ketakutan, tangannya yang gemetar mencengkram lengan Gerald.

"Jangan sampai gadis itu terluka! " Suara seseorang memerintah melalui earpod para penyerang.

Gerald tidak bisa menarik pelatuk begitu saja, jadi dia berkelahi dengan tangan kosong memberi perlawanan.

"Run Hana! " Teriak Gerald pada Hana.

Hana hanya perlu menemui Dyon, meminta maaf atas nama pamannya. Meski itu akan sulit. Dia akhirnya memutuskan pergi dari sana, berlari menuju rumah sakit pusat kota yang tak jauh lagi.

Namun tubuhnya malah menabrak pria yang berdiri angkuh di samping mobil. Tatapannya menjadi tajam terhadap Hana yang mencoba menetralkan nafas.

"Dyon,,, " Dadanya masih naik turun akibat berlarian. "Tolong maafkan pamanku, bagaimana kondisi tuan Rodrigo? " Lanjutnya.

Dyon hanya diam tak menjawab, perasaannya menjadi campur aduk berhubungan dengan Hana.

"Nona Hoffman, ah maksudku Rodiles. Jika kau tidak ingin terkena imbas, lebih baik buang nama belakang sialan itu!" Hana merasa Dyon membencinya karena ia merupakan keponakan Gerald.

"Maaf, atas nama uncle aku minta maaf Dyon." Setetes cairan bening membasahi pipi Hana, Dyon refleks mengusap sisanya di sudut mata.

"Nana,,," Hana menunggu ucapan Dyon selanjutnya, " GO! " Dia menoleh ke belakang, lalu seorang perempuan menarik paksa Hana menjauh. Hana di masukkan ke mobil milik Dyon dan pergi dari tempat itu.

"Turunkan aku! " Pinta Hana berusaha membuka pintu, lalu ia menoleh ke belakang melihat Dyon mulai mendekati Gerald yang ternyata sudah di kepung.

"Nona, berbaliklah! " Saran Perempuan di sebelah Hana.

Hana menutup mulutnya tak percaya ketika Dyon memukul pelipis Gerald menggunakan moncong senjata miliknya. Gerald langsung terkapar di atas jalan.

"Bawa dia! " Kata Dyon dingin.

Hana semakin merasa bersalah. seharusnya dia tidak menuruti permintaan Sunny, mengirim dokumen itu ke alamat yang ternyata kantor tuan Rodrigo di Paris. andai saja dia tidak melakukannya, Gerald tentu tidak akan mencelakai kakek dari pria yang mulai ia sukai.

"kemana? " tanya Hana datar menatap kosong ke luar jendela.

"penginapan tuan Olrigo." jawab Emma, orang kepercayaan Rodrigo dalam mengawasi Dyon tanpa sepengetahuan cucunya.

'Olrigo, nama belakangnya.' gumam Hana dalam hati, Hana bahkan tidak mengenali siapa Dyon sesungguhnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!