Perlahan Nasya mencicipi sayuran yang diberikan Juna padanya. Dia merasakan bagaimana sayuran itu berakhir dimulutnya.
"Bagaimana rasanya?"
Juna memperhatikan ekspresi wajah Nasya dan menunggunya memberikan komentar.
"Gak terlalu buruk."
Nasya memberikan tanggapan sambil mengangkat kedua bahunya bersamaan.
"Lain kali akan aku masakkan sendiri sayuran enak untukmu."
"Memangnya kamu bisa masak?" tanya Nasya dengan dengan kedua alis hampir bersentuhan satu sama lain.
"Tentu saja." Juna menjawab dengan percaya diri.
Mereka pun kembali menikmati makanan mereka.
"O iya. Ada yang ingin aku tanyakan." ujar Juna setelah mereka saling terdiam cukup lama karena sedang makan.
"Tanya apa? Tinggal katakan saja." Nasya menanggapi dengan sikapnya yang cuek.
"Kenapa kamu pindah kerja kemari? Bukannya sebelumnya kamu karyawan golden food?"
Juna bertanya untuk menghilangkan rasa penasarannya.
"Ehm... Entahlah. Mungkin karena atasanku gak suka aku kerja disana?"
Nasya menanggapi sambil mengangkat kedua bahunya bersamaan.
Alis Juna berkerut hingga hampir menyatu mendengar jawaban yang diberikan Nasya.
"Jadi kamu kerja disini bukan karena keinginanmu?" tanya Juna lagi heran.
"Mana ada orang yang mau dengan sukarela dimutasi ketempat kerja yang statusnya lebih rendah? Sebelumnya aku adalah staf bagian keuangan, sekarang lihatlah, hanya dengan satu instruksi dari atasan baruku aja … Aku langsung jadi seorang SPG produk. Mereka sama sekali gak melihat kinerja, melainkan hanya melihat karyawan penurut atau pembangkang. Itu aja"
Nasya menanggapi dengan senyum mencibir atasan yang semena-mena.
"Kamu gak protes? Ini kan gak adil. Mereka gak bisa menyalah gunakan kekuasaan begitu saja. Jika memang seperti itu maka karyawan yang kompeten gak akan pernah terlihat kinerjanya."
Juna terlihat sangat kesal mendengar apa yang diceritakan Nasya.
"Protes? Apa mungkin suara karyawan biasa sepertiku akan didengar? Terlebih lagi yang harus aku lawan adalah atasan yang katanya kompeten dimata para petinggi."
Nasya semakin mencibir sambil menggelengkan kepalanya perlahan berkali-kali.
Juna hanya diam dan berhenti menanggapi ucapan Nasya. Dia sudah bisa membayangkan bagaimana situasi kantor Nasya.
Mereka menghabiskan makan siangnya dengan tenang. Dari pandangan orang lain mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar karena Juna menunjukkan sikap yang dingin sementara wajah Nasya terlihat sinis.
"Aku gak bisa membiarkan Wiguna yang menangani Golden Food. Harus aku sendiri yang menangani perusahaan itu secara langsung. Tapi ... Jika aku yang turun langsung, apa Nasya masih mau berhubungan denganku?"
Juna menatap Nasya yang sedang memainkan ponselnya. Dia mempertimbangkan untuk mengembalikan posisi Nasya diperusahaan.
"Aku harus kembali kerja. Ini untuk biaya makanan hari ini." Nasya meletakkan uang diatas meja sebelum dia pergi meninggalkan Juna
"Tunggu!"
Langkah kaki Nasya terhenti dan dia berbalik menatap Juna.
"Apa kamu mau kembali bekerja dikantor seperti sebelumnya?"
Nasya menatap Juna dengan tatapan yang dingin.
"Gak mau. Jika aku kembali kesana, maka aku harus siap jadi boneka mainannya. Aku benci itu. Membayangkannya saja sudah menjijikan. Rasanya aku ingin muntah."
Nasya menjawab pertanyaan Juna dengan sinis lalu kembali melangkahkan kaki meninggalkan restoran.
Juna masih menatap Nasya yang berjalan keluar dari restoran tanpa mengalihkan pandangannya. Tak lama setelah itu ponselnya berdering.
Drrt drrt drrt
Dilihatnya nama yang tertera dilayar ponselnya adalah nama Wiguna, Juna pun langsung menerimanya.
"Ya, Gun? Ada apa?" tanya Juna dengan ekspresinya yang datar.
"Pak, aku sudah mendapatkan informasi tentang perempuan yang anda minta." ujar Wiguna yang langsung to the point. Dia tahu betul kalau Juna bukanlah orang yang suka basa basi.
"Katakan!" jawab Juna dengan singkat.
"Namanya Nasya Widuri Aurelia. Dia sudah bekerja di Golden Food sekitar 3 tahun. Ayahnya meninggal saat dia masih kecil. Dia memiliki seorang adik laki-laki dari pernikahan ibunya yang sekarang. Dan dari catatan medis yang saya periksa, dia merupakan penderita OCD." Wiguna menjelaskan dengan rinci setiap informasi yang dia temukan.
June tercengang mendengar informasi yang diberikan Wiguna padanya.
"OCD? Apa mungkin itu yang jadi penyebab dia tiba-tiba mual dan susah bernapas saat bersentuhan dengan laki-laki? Tapi saat dia memegang tanganku … Itu gak ada masalah."
"Apa masih ada lagi?" tanya Juna memastikan.
"Gak ada bos."
"Bagaimana dengan proses investasi yang kita rencanakan dengan Golden Food?" Juna bertanya mengenai masalah lain pada Wiguna.
"Masalah itu sudah hampir selesai, Bos. Kita tinggal meninjau rencana kerja mereka aja."
"Aku akan menangani langsung Golden Food, jadi kamu harus langsung informasikan padaku mengenai data sekecil apapun tentang perusahaan itu."
"Hah? Anda mau langsung menangani perusahaan ini? Apa perusahaan ini sangat penting? Itu terlalu beresiko, Bos. Bagaimana dengan keluarga Bos disini? Mereka bisa saja tahu mengenai perusahaan yang Bos miliki." Wiguna terdengar khawatir dengan keputusan Juna hingga mengajukan banyak pertanyaan sekaligus.
"Gak perlu pikirkan masalah itu. Aku hanya ingin menangani perusahaan ini karena sistem kerja mereka sangat buruk. Petinggi disana selalu bertindak semaunya dengan menggunakan jabatan sebagai alasan. Kita harus meneliti secara mendalam dan menghilangkan akar dari masalah itu. Penyalah gunaan kekuasaan hanya akan jadi petaka untuk pekerja dibawahnya."
Juna menjelaskan pada Wiguna dengan sorot mata yang tajam.
"Anda gak perlu khawatir, Bos. Selain menjadi investor, kita juga memiliki sedikit saham disana. Jika anda mau, saya akan membeli saham lagi agar anda bisa masuk sebagai bagian dari dewan direksi." ujar Wiguna menyarankan.
"Gak perlu bertindak sejauh itu. Kita hanya perlu memantau dan mendekati petinggi mereka dan tunjukan ketidak adilan yang terjadi disana. Kalau perlu kamu cari bukti dan beberkan semuanya agar mereka menerima ganjarannya. "
Wiguna menyeringai mendengar saran dari Juna.
"Baik, Bos. Saya mengerti. Saya akan cari bukti tentang itu. Bahkan jika itu bukti tak terlihat sekalipun."
"Bagus kalau kamu mengerti. "
Juna langsung menutup panggilan teleponnya tanpa menunggu tanggapan dari Wiguna lagi.
...****************...
Rumah Pak Hadi.
"Apa kamu sudah dapat uangnya lagi dari Nasya?" tanya pak Hadi yang nampak tergesa-gesa.
"Ti-tidak. Nasya gak bisa kirim uang lagi. Setiap bulan kan uangnya dikirim kemari, jadi dia gak punya uang simpanan. " Ibu Nasya menanggapi dengan suara gagap dan tubuh gemetar karena dia ketakutan.
"Apa katamu?!"
Plak!
"Ah!"
"Jadi kamu menyalahkanku?! Memangnya dia gak punya teman? Dia kan bisa pinjam uang pada temannya. Dasar bodoh! Kalian berdua sama-sama gak berguna! Sama-sama hanya menyusahkan saja!"
Pak Hadi kembali meninggalkan rumah dengan penuh amarah karena gak bisa mendapatkan uang untuk memenuhi nafsunya berjudi. Dia sama sekali gak peduli pada istrinya yang menangis dilantai dengan sebelah pipi yang memerah.
Sedangkan bu Tinah hanya bisa menangis sambil memegangi sebelah pipinya yang ditampar oleh pak Hadi.
"Apa yang harus ku lakukan? Apa aku harus selalu diam dan menerima semua ini? Nasya... "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments