"Sya, apa kamu yakin kalau kamu tidak papa?"
Lia kembali bertanya pada Nasya untuk memastikan keadaanya.
"Aku sudah tidak papa. Tidak perlu khawatir." Nasya menanggapi dengan senyum tipis dibibirnya.
Sejak tadi Alex terus menatap wajah Nasya. Dia ingin bertanya tentang apa yang terjadi padanya, namun ada rasa ragu yang menahannya.
"Lex, kenapa kamu menatap Nasya seperti itu?"
Lia yang sejak tadi memperhatikan Alex, akhirnya bertanya untuk menghilangkan rasa penasarannya.
"Tidak, itu … Sya, sebenarnya kamu sakit apa? Obat apa yang kamu minum tadi?"
Alex tidak bisa lagi menahan rasa ingin tahunya. Dia mengabaikan pertanyaan Lia dan bertanya pada Nasya dengan ragu-ragu.
"Bukan apa-apa. Itu hanya obat penenang biasa saja."
Nasya menjawab pertanyaan Alex dengan sikap yang santai.
"Kamu yakin kalau kamu tidak sakit serius?"
Dahi Nasya berkerut saat dia mendengar pertanyaan dari Alex.
"Tidak. Aku tidak memiliki penyakit serius apapun." Jawab Nasya disertai gelengan kepala perlahan.
"Oh begitu."
Alex menerima jawaban Nasya dengan senyum paksa dibibirnya.
"Dia tidak memiliki penyakit apapun? Lalu kenapa dia tadi seperti itu? Jika aku memiliki istri seperti itu ... Apa yang akan terjadi pada anakku nanti. Aku tidak ingin punya istri cantik tapi malah menyusahkan nantinya." pikir Alex setelah mendapat jawaban dari Nasya.
"Apa ini restoran yang kamu maksud?" tanya Lia setelah mereka tiba disebuah restoran yang didepannya dipenuhi karangan bunga dengan ucapan selamat.
"Ya, benar. Ini restorannya. Ayo kita masuk ke dalam!"
Pembicaraan mereka terhenti setelah mereka tiba direstoran untuk makan siang.
"Selamat datang. Maaf kursi kami sedang penuh. Apa tidak papa untuk bergabung dengan pengunjung lain? Atau kalian mau menunggu hingga ada meja yang kosong?"
Salah seorang karyawan restoran menyambut Alex, Lia dan Nasya saat mereka masuk. Dia juga bertanya dengan sopan mengenai kondisi tempat duduk yang ada.
Alex, Lia dan Nasya menoleh ke setiap sudut restoran dan melihat kalau memang semua meja yang ada disana sudah terisi penuh.
"Bagaimana? Apa mau makan disini atau kita bawa ke kantor saja?"
Lia bertanya pada Nasya dan Alex setelah melihat restoran memang sedang penuh.
"Aku terserah kalian saja."
Nasya mengangkat kedua bahunya serempak dan menyerahkan keputusan pada Lia dan Alex.
"Kalau begitu kita makan disini saja. Aku sudah sangat lapar."
Setelah melihat Nasya dan Alex tidak bisa mengambil keputusan, akhirnya Lia yang memutuskan.
Waiters itu melihat ada salah satu meja yang hanya di duduki oleh dua orang tamu saja. Dia pun berinisiatif untuk membawa Nasya kesana.
"Kalau begitu silahkan ikut saya. Disana ada kursi yang cukup untuk kalian bertiga."
Nasya, Lia dan Alex berjalan di belakang mengikuti waiters di depannya.
"Permisi, Pak. Bisakah ketiga orang ini bergabung dengan anda disini? Meja lain sudah terisi semua. Hanya ini meja tersisa yang cukup untuk mereka."
Waiters bertanya pada kedua tamu restoran agar mengizinkan Alex, Lia dan Nasya untuk bergabung.
Tamu itu berhenti makan dan meletakkan sendok yang sedang dipegangnya. Dia mengangkat kepalanya dan menatap wajah waiters dengan sorot mata yang tajam. Tatapannya terasa sangat menusuk hingga bulu kuduk sang waiters terasa merinding dan tangannya sedikit gemetar karena takut.
"Kenapa kami harus berbagi? Kami juga tamu disini? Apa begini cara kalian melayani tamu?"
Salah satu tamu menanggapi dengan sikap yang dingin.
"Ma-maaf, Pak. Jika anda tidak mengizinkannya, maka saya akan membawa mereka ke tempat duduk yang lain. Permisi"
Waiters itu tergagap saat bicara karena dia merasa takut. Diapun berbalik untuk bicara pada Alex, Lia dan Nasya.
Nasya terlihat sedikit kesal setelah mendengar jawaban dari pria itu. Dia pun berjalan melewati waiters itu untuk bicara padanya.
"Permisi, apa restoran ini milikmu? Atau kursi ini milikmu secara pribadi? Kenapa kami tidak bisa duduk dan makan disini? Kurasa kamu tidak membayar secara khusus untuk duduk disini kan?" ujar Nasya dengan sikap yang sinis dan tegas.
Pemuda itu kini menatap Nasya. Dia adalah Juna dan Yudi yang sedang makan siang sebelum menghadiri rapat berikutnya.
"Bagaimana kalau aku bilang ini termasuk salah satu restoran milikku?" ujar Juna menanggapi Nasya.
"Maka seharusnya kamu memberikan pelayanan terbaik karena kami akan makan direstoran milikmu. Kamu harus meninggalkan kesan yang baik pada pengunjung agar kami mau kembali makan disini kan?"
Nasya tidak ingin kalah dan menanggapi Juna dengan sikap yang tegas.
Lia dan Alex sangat terkejut karena Nasya bersikap seperti itu. Ini pertama kalinya bagi mereka melihat Nasya marah.
"Sya, udah Sya. Malu dilihat semua orang."
Lia berusaha menenangkan Nasya karena kini semua orang yang ada direstoran menatap ke arah mereka.
"Gak. Kalau kita Tidak makan sekarang, maka kita bisa kembali bekerja tanpa makan. Dan hanya meja ini yang punya tiga kursi kosong." ujar Nasya bersikeras.
"Maaf, Pak. Kita biarkan saja mereka bergabung disini. Bukankah bagus jika makan bersama banyak orang?"
Yudi berusaha menenangkan Juna agar keributan ini tidak berkepanjangan.
Juna langsung menoleh pada Yudi dengan tatapannya yang sinis.
"Aku tidak suka makan dengan banyak orang!"
Tegasnya singkat. Yudi tidak bisa berkata apa-apa lagi pada Juna dan kembali diam.
Dari kejauhan terlihat seorang waitress melambaikan tangan pada waiters yang bersama Nasya dan memberitahu jika ada meja yang baru saja ditinggalkan pengunjung restoran.
"Permisi, Pak, Bu, tolong hentikan. Disana kebetulan sudah ada meja kosong, jadi anda bertiga bisa duduk disana."
Karyawan restoran melerai Nasya dan Juna dengan memberitahu kalau ada meja yang sudah tersedia.
"Oh baiklah. Permisi kalau begitu."
Nasya yang kesal bersikap sinis saat dia berbalik meninggalkan Juna dan berjalan menuju meja yang dimaksud diikuti Lia dan Alex dibelakang.
"Sya, kenapa kamu bersikap kasar pada pria itu? Ini pertama kalinya aku melihatmu bersikap begitu."
Lia sedikit berbisik saat dia bertanya pada Nasya.
"Tidak papa. Aku hanya kesal dengan sikapnya yang sombong itu."
Nasya masih terlihat kesal saat membahas kejadian tadi.
"Tapi Sya, apa kamu tidak lihat kalau dia sangat tampan? Daripada bertengkar dengannya, kenapa kamu tidak mendekatinya saja?" ujar Lia sambil menyenggol tangannya Nasya.
"Tampan? Dia? Apa kamu rabun? Mana ada pria sombong itu terlihat tampan?"
Nasya menanggapi dengan nada mencibir dan juga bibir mengerucut kesal.
"Kamu yang rabun. Standarmu terlalu tinggi jika pria tadi tidak kamu anggap tampan."
Lia yang terlihat kesal pada Nasya bicara dengan nada bercanda. Dia sesekali masih menoleh kebelakang untuk melihat Juna.
"Bukankah yang dikatakan Nasya itu benar? Aku jauh lebih tampan jika dibandingkan dengan pria tadi. Memang sih pria tadi itu memiliki wajah yang cukup sempurna. Tapi jika dibandingkan denganku … Kurasa itu bukan apa-apa."
Alex langsung menyela pembicaraan Lia dan Nasya dengan penuh percaya diri.
"Kamu lebih tampan darinya? Sepertinya kamu pakai cermin retak saat berkaca. Lebih baik kamu beli cermin yang lebih bagus sebelum membandingkan penampilanmu dengan orang lain."
Lia menoleh pada Alex dan menatapnya dengan tatapan heran. Lalu dia menanggapi Alex dengan nada mencibir.
"Apa maksudmu? Kamu saja yang punya selera jauh lebih rendah dibandingkan Nasya."
Alex tidak terima dengan ucapan Lia dan menanggapi cibirannya dengan nada sinis.
Nasya memperhatikan interaksi Alex dan Lia sambil tersenyum manis.
"Sepertinya kalian berdua ini sangat cocok satu sama lain ya." ujarnya yang membuat Alex dan Lia terdiam dan langsung menoleh padanya.
"Omong kosong!"
Alex dan Lia secara bersamaan menyangkal ucapan Nasya sambil memalingkan wajah. Sedangkan Nasya hanya tersenyum melihat respon keduanya yang terlihat lucu baginya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Warijah Warijah
Gemana Juna kesan pertama pd gadis anti lelaki ini ☝️
2024-10-01
1