"Huek.. Huek... Tolong lepaskan saya. Haah... Haah..."
Nasya sudah semakin lemas. Keringat dingin sudah mulai bercucuran. Badannya sudah terasa tidak enak dan Nasya sudah hampir kehilangan kesadarannya.
"Kamu tidak usah berpura-pura didepanku."
Meskipun wajah Nasya sudah terlihat sangat pucat dan suaranya sudah tidak terdengar jelas, pak Wira sama sekali tidak mempedulikan itu dan terus berusaha menarik Nasya.
"Bukankah dia sudah bilang untuk melepaskan tangannya?"
Pak Wira menoleh ketika mendengar suara seseorang bicara dibelakangnya.
"Ini bukan urusanmu! Sebaiknya jangan ikut campur!" ujar pak Wira dengan raut wajah kesal.
"To-long a-ku..." Nasya yang sangat lemas menatap Juna dan meminta tolong dengan suara yang sangat pelan.
"Anda mau melepaskan dia atau saya akan panggil orang-orang datang kemari dan membiarkan mereka melihat apa yang anda lakukan padanya?" Juna bicara pada pak Wira dengan sikap yang dingin dan sorot mata yang sangat tajam. Dia berusaha keras menahan amarahnya dengan mengepalkan tangannya disamping.
Sesaat pak Wira terdiam mempertimbangkan ucapan Juna.
"Sialan! Mengganggu saja!" Pak Wira yang takut dengan ancaman Juna langsung melepaskan Nasya dan berlalu pergi meninggalkan mereka.
"Haah ... Haah ... Haah... Uhuk uhuk" Nasya yang sudah sangat lemah dan tidak bisa mengatur napasnya terduduk dilantai. Dengan tangan gemetar tanpa tenaga, dia berusaha mencari obat di dalam tasnya.
"Hei, apa kamu baik-baik saja?" tanya Juna khawatir.
Nasya tidak menanggapi Juna dan terus meraba isi tasnya untuk mencari obat, namun kesadarannya semakin hilang hingga akhirnya dia pingsan.
"Hei hei!"
Juna yang awalnya berdiri memperhatikan langsung berjongkok dan mengangkat tubuh Nasya.
"Hei, bangun! Apa kamu baik-baik saja?" tanya Juna yang sudah tidak mendapat tanggapan dari Nasya. Dia bergegas menggendong Nasya dan membawanya masuk ke dalam hotel.
"Pak, apa yang terjadi?" tanya Yudi yang melihat Juna menggendong Nasya dengan terburu-buru.
"Panggilkan dokter ke kamarku! Cepat!" Juna yang panik meminta Yudi untuk memanggilkan dokter secepatnya.
"Baik, Pak!" Yudi langsung menghubungi dokter untuk segera datang. Setelah itu dia berjalan cepat mengikuti Juna yang sudah semakin menjauh dan hendak naik lift.
......................
Sementara itu di aula pesta. Lia menoleh kesana kemari mencari keberadaan Nasya diantara orang-orang yang sedang sibuk menari.
"Kemana perginya Nasya? Kenapa dia tidak juga kembali?" gumam Lia khawatir.
"Eh Lex. Kamu lihat Nasya gak?" tanya Lia begitu melihat Alex disana.
"Tidak perlu mencarinya. Dia pasti sedang bersenang-senang sekarang." Alex menanggapi dengan nada sinis sambil menari mengikuti alunan musik.
"Apa maksudmu? Tentu saja dia sedang bersenang-senang. Ini kan pesta."
"Bukan menikmati pesta ini. Tapi menikmati pesta dikamar pribadi."
"Pesta dikamar pribadi apanya?" Lia yang semakin bingung menanggapi Alex sambil memukul tangannya karena kesal.
"Aku serius. Tadi aku melihat dia sedang bersama dengan pak Wira." Alex menanggapi sambil mengusap tangannya yang terasa sakit.
"Sembarangan! Jangan asal bicara kamu!" Lia sama sekali tidak percaya dengan apa yang dikatakan Alex. Dia menepi dari keramaian dan mengambil ponselnya untuk bisa menghubungi Nasya.
Tuut tuut tuut
Berkali-kali Lia mencoba menghubungi Nasya namun tidak ada tanggapan.
"Kenapa dia tidak mengangkat teleponnya ya?" gumam Lia semakin khawatir.
"Sudah sudah jangan hubungi dia lagi. Sebaiknya kita nikmatii saja pestanya."
"Tapi kan..."
"Tidak perlu khawatir. Dia sudah besar."
Alex yang mengikuti Lia langsung menariknya kembali ke tengah aula untuk menikmati alunan musik bersama. Lia pun mau tidak mau mendengarkan ucapan Alex.
......................
Beberapa waktu kemudian dikamar hotel Juna.
"Dokter apa yang terjadi padanya? Bagaimana keadaannya?" Juna bertanya pada dokter yang baru saja memeriksa kondisi Nasya.
"Dia hanya syok. Saya sudah menyuntikkan obat penenang padanya. Sepertinya terjadi sesuatu yang membuatnya sangat terpukul." Dokter sedikit menjelaskan apa yang terjadi pada Nasya.
"Syok? Terpukul?" Juna nampak terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan oleh dokter. Dia pun berusaha mengingat kembali apa yang tadi sempat dialami Nasya.
"Sepertinya tadi tidak terjadi apa-apa. Lalu apa yang membuatnya sampai syok? Atau mungkin pria tadi pernah melakukan sesuatu padanya sebelumnya?" Juna terlihat heran dan bingung dengan apa yang terjadi pada Nasya.
"Lalu… Bagaimana dengan kondisinya sekarang?" sambung Juna lagi ingin tahu.
"Karena saya sudah memberikan obat penenang padanya, dia akan baik-baik saja. Mungkin dia baru akan sadar besok pagi setelah pengaruh obatnya habis." Jelas dokter yang ditanggapi dengan anggukan kepala oleh Juna sambil menatap Nasya yang kini sedang tertidur.
"Terima kasih dokter."
"Sama-sama. Kalau begitu saya permisi dulu." Dokter langsung pamit setelah dia selesai memeriksa Nasya.
"Baik. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih." Juna mengulurkan sebelah tangannya untuk berjabat tangan dengan sang dokter.
"Sama-sama, Pak." Dokter menyambut uluran tangan Juna seraya berpamitan.
"Yudi, tolong antarkan pak dokter keluar." pinta Juna pada Yudi yang sejak tadi menemaninya.
"Baik, Pak. Silahkan dok." Yudi mempersilahkan sang dokter untuk berjalan lebih dulu.
Juna kembali menatap Nasya setelah Yudi dan dokter yang memeriksanya keluar.
"Apa yang terjadi padamu? Saat direstoran kamu terlihat sangat galak seperti kucing liar. Sekarang ini kamu malah terlihat seperti kucing lemah yang hampir mati." gumam Juna menatap Nasya yang sedang tidur.
"Tunggu. Jangan-jangan …"
Juna kembali mengingat ucapan dokter yang mengatakan kalau Nasya sangat syok. Diapun meraih tas milik Nasya dan mencari sesuatu didalamnya. Juna mengeluarkan satu persatu isi tas Nasya dan menemukan botol obat kecil didalamnya. Dia membaca keterangan dari obat itu.
"Apa ini yang tadi kamu cari?" gumam Juna sambil memperhatikan obat Nasya dan sesekali menoleh padanya.
"Permisi, Pak." Yudi telah kembali setelah mengantarkan dokter itu pergi.
"Ya, ada apa?" tanya Juna dengan sikap yang dingin.
"Bukankah ini gadis yang kita temui saat direstoran? Apa yang akan anda lakukan selanjutnya?" tanya Yudi penasaran.
"Biarkan saja dia istirahat. Kamu bisa pulang sekarang."
Yudi tidak langsung pergi dan terlihat ada sesuatu yang justru membuatnya ragu.
"Ada apa lagi? Atau kamu khawatir kalau aku akan melakukan sesuatu pada gadis ini?" tanya Juna dengan sorot mata tajam.
"Tidak, Pak. Bukan begitu. Hanya saja … Disini masih ada pak Alan. Jika sampai anda ketahuan membiarkan seorang gadis dikamar anda … Maka bisa saja nanti akan tersebar kabar yang bukan-bukan." Yudi mengingatkan dengan nada yang seakan panik.
"Tidak perlu khawatirkan hal itu. Oh iya, perusahaan mana yang hari ini menyewa aula?" Juna sama sekali tidak peduli dengan apa yang dikatakan Yudi.
"PT. Golden Food, Pak."
"Hah, kebetulan sekali." gumam Juna disertai seringai tipis dibibirnya.
"Kenapa, Pak? Apa ada masalah?"
"Tidak ada. Kamu bisa pergi sekarang!" Jawab Juna disertai gelengan kepala perlahan.
"Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu."
"Hmn..."
Begitu Yudi keluar dari kamarnya, Juna mengambil ponselnya untuk menghubungi Wiguna.
Tuut tuut tuut
"Halo, Bos." Juna tak perlu menunggu lama sampai teleponnya diangkat.
"Halo, Gun. Kamu sudah mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan tentang PT Golden Food kan? Kita akan jadikan perusahaan itu sebagai perusahaan pertama yang diinvestasikan dinegara ini. Siapkan semua kontrak kerja yang dibutuhkan." ujar Juna yang langsung bicara pada intinya.
"Hah? Bukankah sebelumnya bos bilang masih harus ditinjau ulang ya?" Wiguna cukup terkejut dengan keputusan Juna yang tiba-tiba.
"Tidak perlu. Langsung saja kamu urus semuanya!" Pinta Juna dengan sikap yang tegas.
"Baik Bos. Akan saya urus secepatnya."
"Bagus. Terima kasih." Juna langsung menutup telepon tanpa menunggu tanggapan dari Wiguna.
"Aneh. Kenapa bos langsung setuju begitu saja untuk investasi di pabrik makanan?" gumam Wiguna yang terlihat kebingungan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Mmh Azka_Adzkiya
next,,
2024-10-09
1