Bilang Ayahmu Aku Seorang Muslim

Bilang Ayahmu Aku Seorang Muslim

Perawalan

Petang yang teduh, matahari tak lagi ada di tempatnya. Langit yang tertutup awan kelabu menggantung di atas kota New York, kota yang pernah dijadikan sebuah pos dagang komersial oleh Belanda pada tahun 1624. Gumpalan awan semakin kelam, hampir menutupi seluruh wilayahnya yang hanya menerima sinar matahari rata-rata 234 hari setiap tahunnya. New York merupakan kota beriklim subtropis dengan musim panas yang lembab serta musim dingin yang nyaman. Dan petang itu, kota New York akan mandi besar, gedung-gedung pencakar langit akan basah kuyup dijatuhi titik-titik air hujan.

Di dalam sebuah bangunan rumah sakit besar, yang terhimpit gedung-gedung tinggi di jantung kota itu, seorang remaja berusia tujuh belas tahun, terbaring lemah sambil memandangi kelamnya langit dan derasnya hujan ke arah luar jendela sana. Di sisinya duduk seorang lelaki paruh baya berusia empat puluhan, ayah angkatnya, Rushel Marthin,

seorang pastur yang mengabdikan dirinya di sebuah gereja di kota itu. Seharian ini ia menghabiskan waktunya untuk menjaga anak angkat kesayangannya, David.

Saat kilat menyambar di luar sana, remaja bermata biru nan sayu dan berambut pirang ini langsung mengalihkan pandangan matanya ke wajah ayah angkatnya dengan rasa takut. Sejak kecil David sangat takut dengan suara kilat. Ayah angkatnyalah yang selalu menjaga dan menenangkannya di setiap ketakutannya muncul. Pastur itu telah mengasuh David sejak kecil, sejak ia dibuang oleh orang yang tidak bertanggung jawab di depan gereja hampir tujuh belas tahun silam. Tanpa sengaja, Rushel menemukannya di depan gereja di pagi buta, lalu merawat dan mengasuhnya sampai ia remaja seperti saat ini.

"Ayah, kapan aku bisa pulang? Aku sudah tidak betah di sini. Teman-teman di kelas pasti membutuhkanku. Banyak hal yang harus aku

kerjakan untuk teman-temanku di sekolah," pinta David lemah pada ayah angkatnya.

Rushel memandanginya iba dan mengelus kening David. "Sabar anakku, dokter bilang kau belum boleh pulang."

David memasrahkan diri. Ia kembali melihat derasnya hujan yang membasahi bangunan-bangunan tinggi di luar sana.

Tak lama kemudian, Jardon, teman sekelasnya, datang mengunjunginya bersama salah seorang gadis bernama Anggel. Rushel langsung keluar sambil memberi senyum pada Jardon dan Anggel saat mengetahui mereka masuk. Ia membiarkan kedua teman sekolah David itu untuk menemui anaknya tanpa dirinya.

”Bagaimana keadaanmu, Dave?” tanya Jardon, seorang anak kulit hitam, khawatir. Sementara itu, Anggel hanya terdiam berdiri di samping Jardon.

”I’m much better, I guess. Thanks for your coming, guys. (Kurasa aku sudah lebih baik. Terima kasih sudah datang ya, teman-teman)” Seulas senyum terpancar dari rona wajah David.

Jardon dan Anggel saling lihat. Mereka sepertinya menyimpan sesuatu yang ingin segera mereka sampaikan pada David mengenai kabar terbaru di sekolah.

"Di kelas ada murid baru, Dave. Hari ini teman-teman sekelas tidak masuk sekolah, termasuk aku dan Anggel. Nico said that she is a terrorist (Nico bilang dia *******). Teman-teman takut ke sekolah. Mereka khawatir kalau-kalau sekolah kita akan dibom." Jardon berucap penuh kesal, sementara Anggel hanya diam dan menunjukkan mimik wajah yang sama seperti Jardon.

”A terrorist?” David terkejut tak percaya.

"Iya, Dave. Semua anak di kelas ingin menuntut Kepala Sekolah agar mengeluarkan anak itu. You know what? She always wears a long dress and a big veil, kinda awkward outfit. Yuck! (Kau tahu? Dia kerap mengenakan pakaian panjang dan kerudung kebesaran, kostum yang aneh sekali. Yuck!)" Tukas Anggel meyakinkan.

"I should be back to school soon, then (Kalau begitu aku harus segera kembali ke sekolah). Aku tak mau sekolah kita dinodai oleh seorang

*******, tapi kata dokter aku belum boleh pulang," ucap David sedih. Sebagai ketua kelas, ia merasa menjadi orang yang paling berperan jika dikelasnya mendapatkan suatu masalah, apalagi ini tentang terorisme.

”You don’t need to be worried! I’ll take care of it when you’re not there. I’m your best vice, remember?! (Kau tak perlu khawatir! Aku yang

akan mengatasi semuanya saat kau tak ada. Aku, kan, wakilmu)” Sergah Jardon dengan senyum.

"Terima kasih Jardon, cepatlah bertindak, kalau tidak nanti sekolah kita bisa porak-poranda seperti Gedung Putih!" Pinta David penuh semangat.

###

Sejak mengetahui berita itu, David gelisah. Ia ingin segera sembuh dan segera ke sekolah agar bisa melihat perempuan muslim yang dianggap

******* oleh teman-teman sekolahnya itu. Ia ingin segera membantu Jardon untuk mengusir perempuan berkerudung itu dari sekolahnya.

Sejak peristiwa bom 9/11 di gedung putih, semua warga Amerika mem-black list umat muslim, tak terkecuali David, ia menganggap semua muslim adalah *******.

###

Di ruang kelas, Maryam duduk sendiri di bangku paling depan. Ia bingung kenapa semua murid di kelas tak ada yang masuk. Ia baru saja pindah bersama keluarganya di kota New York. Awalnya Maryam tak mau ikut pindah, namun ia tak punya pilihan lain, ayahnya yang terpilih sebagai Duta Besar Uni Emirat Arab untuk wilayah New York harus membawa istri dan anak satu-satunya itu ke kota tersebut. Karena masih sibuk dengan urusan kedutaan, ia terpaksa memasukkan Maryam ke sekolah yang mayoritas siswanya adalah non muslim.

Seorang guru perempuan tiba-tiba muncul. Ia sedikit terkejut ketika hanya melihat satu murid di kelasnya. Maryam menunduk.

”Good morning, Maryam. Are you ready for today? (Selamat pagi, Maryam. Apakah kamu siap belajar hari ini?)” sapa Bu Violen yang sudah tahu namanya.

Maryam merasa bangga melihat gurunya sudah hafal namanya.

”Good Morning, Mom. Kenapa teman-teman di kelas ini tidak hadir?" tanya Maryam yang masih belum begitu sempurna bahasa Inggrisnya. Logat

bahasa Arabnya masih kental sehingga mempengaruhi ucapan bahasa Inggrisnya. Sebenarnya dari kecil Maryam sudah dikursuskan bahasa Inggris oleh ayahnya sehingga dia tidak begitu kesulitan dalam bahasa tersebut, hanya logatnya saja yang kadang terdengar belum pas.

"Ibu belum begitu mengerti, tapi menurut desas-desus yang ibu tahu dari perbincangan mereka, mereka pikir kamu seorang *******, padahal ibu sudah menjelaskan panjang lebar bahwa kau anak seorang duta besar dari Uni Emirat Arab. Tapi jangan khawatir, mereka akan ibu urus. Walau hanya kau sendiri yang hadir di kelas ini, kegiatan belajar-mengajar harus tetap berlangsung," ucap Bu Violen sambil tersenyum menjelaskan pada Maryam. Guru berkulit hitam dan berambut keriting itu terlihat sangat bijak.

Maryam sedikit sedih, namun ia berubah menjadi semangat ketika Bu Violen terlihat begitu antusias mengajarinya di pagi itu.

✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒

Halohaa readers setiakuuu😘😘😘 Author bakal Up Setiap hari kalau kalian tidak lupa membantu ya.. Readera setiakuuu💕💕💕

Bantu Vote, Like👍, Komen dan jangan lupa Tip⭐nya juga. Terimakasih Readerskuuu😘😘😍😍😍 Semoga kalian sehat selalu dan diberi rizqi yang melimpah. Amin yarob🙏🙏🙏

Terpopuler

Comments

Nauvala

Nauvala

kenapa sih setiap menggunakan diksi tero*ris selalu disensor oleh sistem noveltoon. padahal tidak mengandung makna kekerasan atau hujatan. hal itu juga aku alami di kumpulan cerpen karyaku. ketika membahas tema terorisme, jika menggunakan diksi tero*ris selalu di sensor. bikin jengkel deh.

2020-10-11

1

℃heny¿↑※↓§°¢€|\¦

℃heny¿↑※↓§°¢€|\¦

haiii semangat terus ini novel baru kan...

2020-08-15

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!