David masih terbaring lemah menunggu kesembuhannya. Ia ingin sekali segera membantu sahabat-sahabatnya untuk mengusir Maryam dari sekolah, namun ayahnya selalu mengatakan bahwa dokter belum mengizinkannya untuk pulang.
Seminggu lebih di rumah sakit serasa setahun baginya. David benar-benar merindukan suasana gereja tempat tinggalnya, mencium aroma pepohonan di taman gereja, menyapa para biarawan-biarawati yang menyayanginya dan bermain-main dengan anjing yang ia beri nama
Pinokio, anjing kecil dan lucu yang memiliki kalung bertuliskan pinokio. Kalung itu sudah ada di leher anjingnya saat David tak sengaja menemukannya terluka dan meraung lemah di depan gereja. David akhirnya mengadopsi anjing itu sampai sekarang.
Ah, akhirnya waktu itu tiba juga, dokter sudah
memperbolehkannya pulang.
Sebuah mobil hitam menunggunya di depan rumah sakit. Para biarawan tersenyum bahagia menuntun David masuk kedalam mobil itu. Ayahnya tak berhenti memuji Tuhan saat anak angkatnya itu sudah sembuh. David langsung mengirim SMS pada seluruh teman-teman kelasnya bahwa besok ia akan datang ke sekolah dan mengurus si ******* berkerudung itu.
Dan pagi itu, usai menikmati sarapan roti bakar kesukaannya, David pamit pada ayahnya untuk sekolah. Ia kayuh sepeda silvernya dengan kencang. Anjing Pinokionya menyalak-nyalak saat mengetahui David pergi.
”Easy, calm down, Buddy! I’ll be home soon. Wait for me, okey?! (Tenang, teman! Aku akan segera pulang. Tunggu, ok?!)” teriak David pada anjing kesayangannya.
Rushel dan seorang biarawan yang berdiri di sampingnya memandang David dari kejauhan.
”Bapa, apakah David benar-benar sudah sembuh?” tanya Biarawan itu.
”Hanya Mukjizatlah yang menyembuhkannya. Kita harus membuat David selalu bahagia, dokter bilang dia tidak boleh stress,” ucap Rushel pada biarawannya.
Biarawan itu terdiam, ada kesedihan di hatinya. Bagaimana tidak, David adalah milik mereka, milik gereja.
***
Setiba di depan gerbang sekolah, teman-teman kelasnya menyambut David dengan girang.
"Syukurlah, pemimpin kita sudah sembuh sekarang." Jardon berseru.
"Ayo, kita ke ruang kepala sekolah sekarang!" Ucap David yang tak sabar lagi ingin mengurus anak baru yang dianggap ******* itu.
Semua temannya mengikuti David masuk ke halaman sekolah. Tak lama kemudian Maryam pun masuk ke gerbang sekolah dan menunduk.
”David. . . David. . . Stop!” Teriak Jardon. Lalu David pun menoleh ke arah Jardon.
”What’s going on? (Ada apa?)” tanya David penasaran.
Jardon mendekat dan berbisik, ”There she is, Dave. (Itu dia, Dave)” Jardon berujar sambil menoleh ke arah Maryam. David pun ikut menoleh
melihat Maryam.
David terperangah, sosok wanita berwajah cerah itu terus menunduk. Matanya yang bening biru, hidungnya yang mancung, serta alisnya yang tebal dan menyatu membuat David diam terpaku.
”Are you sure that she is a terorist, Jardon? (Apa kau yakin bahwa dia seorang *******, Jardon?)” tanya David.
”You don’t believe me, Dave? Look at her big veil. Someday you’ll see her concealing the bomb over her veil. (Kau tidak percaya, Dave? Lihat jilbab besarnya. Suatu saat kau akan melihatnya menyembunyikan bom di balik bajunya.)” Jardon meyakinkan David.
"Aku tak mau ke ruang kepala sekolah sekarang. Aku yakin dia bukan *******," ucap David. Jardon langsung terkejut. Teman-teman sekelasnya melihat David dengan tatapan aneh. Mereka heran mengapa David tiba-tiba berubah pikiran, padahal dia yang paling semangat untuk mengusir Maryam yang dianggap ******* itu.
”Dave, what’s wrong with you? You have to believe me! She is a terrorist. T-E-R-R-O-R-I-S-T. Remember that! (Dave, ada apa denganmu? Kau harus percaya padaku! Dia itu *******!)" Teriak Jardon meyakinkan.
Maryam terus berjalan dan tak mempedulikan perdebatan mereka. Maryam sekilas melihat ke arah David dan tersenyum, lalu berlalu. Sementara David terdiam kaku bagai terkena hipnotis saat melihat Maryam memberikan senyum untuknya.
"David...?!" Teriak Jardon lagi.
"Teman-teman semua, percayalah padaku, dia bukan *******. Sekarang aku mau ke kelas. Terserah kalian mau ikut belajar atau tidak denganku. Aku tak mau ikut campur lagi." David berkata tegas pada semua teman kelasnya.
"Kalau kau sampai masuk ke kelas, berarti kau bukan ketua kelas kita lagi." Jardon mengancam.
"Terserah, tapi percayalah padaku, aku yakin gadis itu bukan *******, aku bisa melihatnya, dia gadis baik-baik," ucap David tegas, lalu pergi ke kelas meninggalkan mereka.
Jardon dan teman-temannya bersikukuh untuk tidak mau masuk kelas. Mereka pulang atas bujuk dan rayuan Jardon dengan orasi semangatnya. Jardon berhasil mempengaruhi teman-teman kelasnya untuk meyakinkan bahwa Maryam benar-benar seorang *******. Semua teman kelasnya kecewa pada sikap David yang begitu saja yakin bahwa Maryam bukan seorang *******.
***
David membuka pintu kelas yang tertutup. Entah apa yang dia rasakan sampai dia berubah pikiran untuk tidak ikut campur dengan pernyataan ******* yang dituduhkan Jardon pada Maryam. Ia melihat
Maryam sedang duduk di bangku paling depan sambil membaca sesuatu. David pun ikut duduk di sebelahnya. Lama, tak ada pembicaraan di antara
mereka. Bagi David, wajah secerah itu tak mungkin ada niat jahat untuk menghancurkan sekolah dengan bom.
Maryam sendiri merasa tenang berada di kelas itu karena ia merasa punya teman yang mendukungnya. Ia sedikit mendengar perdebatan antara David dan Jardon di halaman sekolah tadi pagi. Hati Maryam ingin mengucapkan terima kasih pada David karena telah membelanya, namun ia tak tahu harus memulai dari mana.
Mereka berdua masih terdiam, padahal di antara dua manusia berbeda ras itu seperti ingin sekali saling sapa dan berucap. Mereka tak kuasa dan tetap memilih diam. Lalu tiba-tiba, seorang guru laki-laki berumur empat puluh tahunan masuk ke kelas.
”Good Morning. Ouch... only two of you (Selamat pagi... Oh, hanya kalian berdua?) Ke mana murid-muridku yang baik dan cerdas-cerdas itu, David?” tanya guru itu pada David.
”They are away, Sir. They... uhmm.. (Mereka semua pergi, Pak!)” David tak melanjutkan kata-katanya. Ia menoleh ke arah Maryam, lalu akhirnya mengurungkan niatnya untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi pada gurunya. Ia khawatir akan membuat Maryam bertambah cemas dan gusar.
”Mereka kenapa?” tanya guru itu lagi.
”Mereka pikir aku seorang *******, Pak, padahal aku pindah ke sini jauh-jauh dari Dubai karena ikut ayahku yang bertugas sebagai duta besar Uni Emirat Arab. Aku hanya seorang siswi, bukan *******.” Maryam berusaha menjelaskan.
”Begitu, ya?” ucap Guru itu, lalu mendekat ke arah David, ”This is your resposibility as the chief of the class. You must convince and explain to your friends that Maryam is not a terrorist. (Ini tanggung jawabmu sebagai ketua kelas. Kau harus meyakinkan dan menjelaskan pada semua temanmu bahwa Maryam bukan *******.)”
”Yes, Sir. I believe that she’s not and I’ll do my best to convince them (Aku percaya dia bukan ******* dan aku akan berusaha semampuku untuk
meyakinkan mereka),” ucap David.
Maryam menoleh ke arah David. Selama sekolah di Dubai, ia sama sekali tak pernah berada sekelas dengan kaum adam. Ia disekolahkan disebuah sekolah khusus perempuan. Maryam merasa agak gugup, namun dia merasakan sesuatu yang berbeda. Maryam merasa nyaman sekali melihat seseorang yang begitu mantap mempercayainya bahwa dia bukan seorang *******.
”Baiklah. Kita akan tetap belajar hari ini,” ucap Guru itu, lalu mereka pun akhirnya belajar bersama.
✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒
Halohaa readers setiakuuu😘😘😘 Author bakal Up Setiap hari kalau kalian tidak lupa membantu ya.. Readera setiakuuu💕💕💕
Bantu Vote, Like👍, Komen dan jangan lupa Tip⭐nya juga. Terimakasih Readerskuuu😘😘😍😍😍 Semoga kalian sehat selalu dan diberi rizqi yang melimpah. Amin yarob🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Susi Melati
bagus... lanjut
2020-10-21
0