Jam istirahat tiba. David beranjak dari duduknya. Ia ingin sekali mengajak Maryam keluar untuk pergi ke kantin bersama-sama, namun ia masih malu, ia lihat Maryam malah tetap duduk dan membaca sebuah buku tebal, lalu David akhirnya meninggalkannya.
Di perjalanan menuju kantin, David mencoba menelepon Jardon.
”Hello, Jardon...,” ucap David setelah Jardon mengangkat teleponnya.
”You’re not my best friend anymore, Dave! What for do you call me, huh? (Kau bukan temanku lagi, Dave! Untuk apa kau menghubungiku lagi, hah?)” jawab Jardon ketus.
”Jardon, please, trust me! Maryam is not a terrorist. Even our teachers believe that she’s not, then why you guys do it? Oh come on, we’re all friends. Help me convince our other friends and ask them to come back to the class. (Jardon, kumohon, percayalah padaku! Maryam bukan *******. Bahkan guru-guru kita percaya bahwa dia bukan *******, lalu kenapa kalian seperti itu? Ayolah, kita semua teman. Bantu aku meyakinkan teman-teman kita yang lain dan minta mereka untuk kembali ke kelas.)” Pinta David.
”Kau kenapa, Dave? Kau bisa begitu saja percaya, padahal baru tadi pagi kau melihatnya. Kau belum tahu semuanya tentang gadis itu, bukan? Oh My God, aku yakin kau pasti terhipnotis dengan parasnya. Karena kecantikan gadis itu kau jadi berubah pikiran, begitukah? Ternyata benar kata pepatah, wanita bisa menghancurkan dunia. Hey, kau ingat, kan, apa
kata Bu Violen tentang pengaruh wanita, Bill Clinton saja hancur gara-gara wanita,” ucap Jardon meyakinkan David.
”Jardon, come on! Please, trust me! This is not like what you think. (Jardon, ayolah! Kumohon, percaya padaku! Ini tidak seperti yang kau
kira)” David memohon.
”Sepertinya kau termasuk dalam salah satu 10 tanda-tanda orang jatuh cinta di buku yang pernah aku baca. Love at the first sight. Is it right, Dave? (Cinta pada pandangan pertama. Apa itu benar, Dave?)” tanya Jardon penuh selidik.
”Oh, come on, this is not about love. That’s silly! (Oh, ayolah, ini bukan soal cinta. Ini konyol!) Aku baru saja melihat gadis itu, mana mungkin aku langsung mencintainya. Ini karena sebuah keyakinan, aku sangat yakin dia bukan *******!” Ucap David mencoba menjelaskan lagi.
”Kau jatuh cinta padanya, Dave. Tanyakan pada hatimu. Itulah sebabnya kau membelanya,” ucap Jardon lalu mematikan handphone-nya tiba-tiba.
”Jardon... ” Panggil David, saluran itu pun terputus.
David terdiam sesaat. Ia lalu duduk di sebuah bangku taman dan mencoba memikirkan kata-kata Jardon.
”Love? Is it? Am I really falling in love with her at the first sight? No.. No.. No.. Jardon doesn’t even know what my heart feels. He must be wrong. This is not a love. The Big N followed by the Big O. NO! (Cinta? Benarkah? Apa aku benar-benar jatuh cinta padanya pada pandangan pertama? Tidak, Jardon bahkan tidak tahu apa isi hatiku. Dia pasti keliru. Ini bukan cinta. Tidak!)” Sanggah David dalam hati. Ia kembali mengingat-ingat kejadian ketika untuk pertama kalinya David melihat wajah Maryam. Ia mencoba
mengingat-ingat suasana hatinya kala itu.
”Aku ingat... wajah itu begitu cerah bersinar. Belum pernah aku melihat wajah yang bersinar cerah seperti itu. Walaupun aku tahu Anggel
adalah gadis tercantik di sekolah ini, tapi wajah Anggel tak secerah wajah gadis itu.” Hatinya terus bergumam, mencoba mengingat-ingat peristiwa pagi itu.
”Aku merasa tenang saat berada di kelas bersama gadis itu, tak pernah aku merasakan setenang itu. God, apakah aku jatuh cinta pada gadis itu? Aku sungguh belum pernah merasakan rasa ini sebelumnya pada gadis manapun. Selama ini aku selalu dingin, tapi tadi aku seperti berubah, berubah menjadi David yang lain. Apa mungkin kata Jardon benar, bahwa aku terhipnotis oleh gadis itu hingga aku begitu saja percaya bahwa dia bukan *******? Aku, kan, belum kenal baik dengan gadis itu?” tanya David dalam hati, berulang-ulang. Ia pun tak mempedulikan lagi kata hatinya. Ia kemudian mencoba bangkit dari kursi taman itu dan berjalan ke kantin sekolah. Setiba di sana ia memesan makanan dan sebotol minuman. Setelah selesai menghabiskan makanan dan minumannya ia kembali pergi ke kelas.
Di kelas, ia melihat Maryam masih duduk di bangkunya sambil membaca buku tebal itu.
”Apakah dia tidak lapar?” tanya David dalam hati.
”Tunggu...tunggu, aku peduli padanya dan mengkhawatirkannya? Tidak, Jardon benar, benih cinta ini memang ada,” pikir David.
David langsung berlari ke kantin. Ia memesan makanan dan sebotol miniman dingin, lalu membawa makanan dan minuman itu ke kelas.
”You must be starving. Here are for you. Have them! (Kau pasti lapar. Ini untukmu. Makanlah!)” Tawar David sambil menyodorkan
makanan dan minuman di tangannya. Dia agak gugup. Maryam sedikit terkejut melihat kebaikan David yang mendadak itu.
”Maaf, aku sedang berpuasa,” ucap Maryam mencoba menjelaskan.
”Fasting? You mean, no food no drink? (Puasa? Maksudmu, tidak makan tidak minum?)” tanya David masih belum paham tentang puasa.
”Yes!” Jawab Maryam menunduk.
”Okey, you may keep them, then (Oke, kau bisa menyimpannya). Pasti ada waktunya, kan, kau bisa makan dan minum lagi?” pinta David pada Maryam.
Maryam mengangguk lalu mengambil makanan dan minuman yang ditawarkan David.
”Thank you,” jawab Maryam sambil tersenyum.
David terlihat salah tingkah. Ia bingung harus berkata apalagi untuk memulai pembicaraan yang lain dengan Maryam, dan akhirnya ia pun menyerah, lalu duduk kembali di bangkunya. Sementara Maryam begitu takjub dengan kebaikan David. Baru kali itu ia merasakan kebaikan seorang lelaki kepadanya. Jam pelajaran berikutnya sudah dimulai lagi, mereka saling berdiam-diri memperhatikan materi yang diajarkan guru di depan kelas. Lama terasa pelajaran saat itu. Lalu, saat yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga, jam pulang sekolah.
Maryam mengemasi buku-bukunya lalu beranjak keluar kelas, sementara David membuntutinya dari belakang. Ia masih penasaran dengan perempuan muslim itu. Sedari tadi ia tak pernah berhasil untuk berkomunikasi lagi dengannya, entah karena tak tahu harus memulai dari mana atau karena memang ada sesuatu yang berbeda, namun sejak
pertemuan pertama di halaman sekolah tadi pagi, ada sesuatu yang David rasakan. Untuk pertama kalinya selama ia hidup, David merasa wajah
Maryam seperti magnet dan ia sendiri ibarat logam yang tak mau lepas dari magnet itu. Pada akhirnya, David membenarkan ucapan Jardon tadi melalui telepon. Ah, David merasa gadis ini memang seorang *******, tapi ******* yang menghipnotis pikiran dan perasaannya untuk selalu mengingat parasnya. Selama ia sekolah di sekolah bergengsi itu, David tak pernah merasakan hal seperti ini. Bahkan Anggel, teman sekelasnya yang terkenal dengan julukan The next Miss World, pun tak pernah ia hiraukan.
Dedaunan kering berguguran di sepanjang jalan trotoar menuju halte bus. Kota New York begitu hangat siang ini. Maryam berjalan menunduk menuju halte. Kerudungnya berkibar terhembus angin yang juga menerbangkan dedaunan kering yang mengotori trotoar. Sementara David, ia berjalan sambil mendorong sepedanya di belakang Maryam. Ia masih penasaran dengan Maryam. Ia masih berharap agar bisa bicara lagi dengannya. Itulah mengapa ia tidak mengayuh sepedanya, tapi menuntunnya dan berjalan mengikuti Maryam.
✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒
Halohaa readers setiakuuu😘😘😘 Author bakal Up Setiap hari kalau kalian tidak lupa membantu ya.. Readera setiakuuu💕💕💕
Bantu Vote, Like👍, Komen dan jangan lupa Tip⭐nya juga. Terimakasih Readerskuuu😘😘😍😍😍 Semoga kalian sehat selalu dan diberi rizqi yang melimpah. Amin yarob🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
cantiq
so far so good
2020-10-29
0
Saputri Wulandari
Bagus ceritanya kak
2020-10-21
1
Susi Melati
lanjut
2020-10-21
0