Pagi-pagi sekali David sudah bersiap untuk sekolah, ayahnya muncul tiba-tiba.
“David, kau mau berdoa dulu ke dalam gereja sebelum berangkat ke sekolah?” ucap ayahnya menawarkan.
“Tentu ayah, aku akan menghadap Tuhan pagi ini.” David tersenyum.
“You look so happy today (Kau tampak bahagia hari ini)," sergah ayahnya.
“Surely, Dad. Going to school and meeting some friends there always make me happy (Pasti, Yah. Pergi ke sekolah dan bertemu dengan teman-teman di sana selalu membuatku bahagia).” David berbohong. Bukan teman-temannya yang membuat ia bahagia pagi itu, melainkan seorang perempuan muslim yang hanya sehari ia kenal, Maryam. David tak sabar untuk menemuinya lagi di sekolah hari ini.
Ia melangkah di tengah-tengah bangku-bangku kosong menuju pelataran mimbar di dalam gereja. Ia berdiri tepat di hadapan Tuhannya. Menunduk, lalu menggulung kedua tangannya dan merapatkannya di dada.
“Tuhan, aku sedang jatuh cinta, tapi dia tidak seiman denganku, maafkan aku jika engkau marah. Aku ingin dia jadi milikku. Walau hanya sehari aku mengenalnya, tapi aku sangat mencintainya, Tuhan. Bantu aku agar dia menjadi milikku.” David memohon pada Tuhannya dalam hati.
Setelah selesai berdoa, David langsung pergi mengayuh sepedanya dengan kencang, Pinokio anjing kesayangannya terlihat sedih saat David tak pamit padanya.
”David forgets to greet you. He’s too enthusiastic to see his classmatess. Don’t worry, he still loves you, Pino (David lupa untuk
menyalamimu. Dia terlalu antusias untuk bertemu dengan teman-temannya. Jangan khawatir, dia masih menyayangimu, Pino!).” Rushel
terus mengelus kepala Pinokio. Anjing itu hanya meraung saja.
David masih mengayuh sepedanya dengan kencang. Hatinya tak sabar ingin bertemu dengan Maryam. Pagi itu kota New York sangat cerah, secerah hati David. Setiba di sekolah, ia terkejut saat melihat semua teman-temannya berada di kelas. Matanya mengitari kelas, ia tidak menemukan Maryam.
”Hey Dave, this is a good news. That terrorist girl has been away. She moves to International Islamic School. Ha.. Ha.. Ha.. (Hai, Dave, ada berita bagus. Gadis ******* itu sudah pergi. Dia pindah ke sekolah Islam Internasional)” Jardon tertawa senang.
”Stop it! I’ve told you before that she’s not terrorist. Mind your words! (Hantikan! Sudah kubilang sebelumnya bahwa dia bukan *******.
Camkan itu!)” David kali ini tidak main-main. Ia gusar mendengar pernyataan temannya itu.
”Yeah, whatever you say. I don’t care. But thanks God, she’s not here anymore. Mrs. Violen said that she has moved from here. (Yah, terserah apa yang kau katakan. Aku tak perduli. Tapi syukurlah, dia tidak lagi di sini. Bu Violen bilang dia sudah pindah dari sini)” Jardon tak kalah gusar.
David melemah, tiba-tiba saja dia sedih. Di mana David harus mencari Maryam? Kenapa dia tidak meminta alamatnya kemarin? Bahkan namanya saja David belum tahu. Padahal rasa itu baru saja dia rasakan, dan kini dia harus melupakan cinta pertamanya itu untuk selama-lamanya. David duduk di bangkunya dengan lesu.
“Hai Dave, kamu sakit lagi?” tanya Anggel yang sedari tadi memperhatikannya. David hanya diam tak peduli. Ia langsung berlari keluar kelas tanpa mempedulikan sapaan Anggel. Setiba di parkiran, David mengambil sepedanya lalu mengayuhnya kencang-kencang menuju halte. Jardon dan Anggel melihatnya dengan aneh.
David turun dari sepedanya lalu berdiri saja sambil memegang sepedanya di dekat halte, ia berharap perempuan berkerudung itu datang menemuinya. Harapan yang tak mungkin terjadi, ia tahu itu. Baru kemarin kisah itu dimulai, dan hari ini harus berakhir.
“Apakah Tuhan tidak mengizinkan cintaku pada Maryam?” pikir David dalam hati.
David terus menunggu dan menunggu sampai matahari tenggelam, tapi Maryam tak kunjung datang. Gadis berkerudung itu ternyata benar-benar telah membuat hati David luluh. Ia merasa dirinya benar-benar terhipnotis. Selama ini David tak pernah begini, ia selalu cuek pada setiap siswi di sekolahnya.
Sementara itu, anjingnya Pinokio terus berputar-putar dan menyalak-nyalak menunggu David. Ayah angkatnya juga tak tenang, ia khawatir kenapa David belum pulang. Ayahnya masih memikirkan penyakit David yang ia rahasiakan. Ia khawatir kalau yang dikatakan dokter itu benar-benar terjadi. Sedari tadi Pastur itu berjalan bolak-balik gelisah.
”Pino, come get in. It’s been dark outside. Dave must be home soon! (Pino, masuklah. Di luar sudah mulai gelap. Dave pasti segera pulang)”
Teriak Rushel pada Pinokio. Anjing itu meraung-raung lalu berjalan sambil menjulurkan lidahnya ke dalam asrama, ia memasuki kamar David. Sementara ayah angkatnya itu masih menunggu David di depan gereja.
New York serasa kelabu malam itu. Hati David sakit. Ia sedih, rindu dan kehilangan, padahal hanya sehari ia bersama Maryam. Setelah lelah
duduk di halte itu, David menyerah, ia kayuh sepedanya pelan. Yang ada di pikirannya saat itu hanya Maryam.
”Where are you? I’m missing you here. (Di mana kau? Aku merindukanmu di sini)” Hatinya berbisik, sambil terus mengayuh sepedanya pulang ke rumah.
Setiba di depan gereja, David melihat ayahnya sudah mematung di depan gereja. David menunjukkan wajah sedih pada ayahnya itu.
”Kau jangan dulu terlalu banyak main anakku, kondisimu masih belum sembuh betul, untunglah kau sudah pulang, ayah benar-benarj menghawatirkanmu, Nak.” Ayah angkatnya itu sedikit gelisah.
”Aku baik-baik saja, Yah.” David menjawab lemah.
”Syukurlah.”
David masuk ke dalam asrama gereja. Setelah tiba di kamarnya ia langsung berbaring. Ia melihat Pinokio malam ini sangat manja, mungkin anjing itu trauma setelah ditinggal David seminggu lebih ketika ia terpaksa dirawat di rumah sakit dulu. David tak mau meninggalkannya lagi. Ia elus punggung Pinokio perlahan.
”She’s gone. I can’t see her again, Pino. I’ve lost her and it hurts me. A lot. (Dia sudah pergi. Aku tidak bisa melihatnya lagi, Pino. Aku kehilangan dia dan itu menyakitkan. Sangat menyakitkan)” Ada mendung bergelayut di wajah David.
David tak bisa tidur, ia gelisah. Tubuhnya panas. Bahkan ketika pagi menjelang, tubuhnya semakin bertambah panas. Ini akibat terlalu lama duduk di halte tadi siang. Pikirannya yang galau, ditambah kondisi kesehatannya yang sebenarnya masih dalam penyembuhan membuat panas tubuhnya semakin buruk.
Mengetahui anaknya sakit seperti itu, Rushel segera mengkompres keningnya dengan kain basah.
“Badanmu panas lagi. Hari ini ayah akan ke sekolah untuk meminta izin pada wali kelasmu. Istirahatlah di sini,” ucap ayahnya sedih.
David hanya diam.
Hampir tiga hari David tak beranjak dari kasurnya. Para biarawan bergantian menjenguknya. David adalah buah hati mereka. Begitu banyak kenangan indah antara para biarawan itu dengan David semenjak ia diasuh oleh Ayah angkatnya hingga remaja seperti saat ini, karena itulah mereka
sangat perhatian dengan David.
Anggel datang mengunjunginya sendirian membawa sebuah parcel buah yang dibalut plastik putih dan ikatan pita pink yang indah.
“Mana Jardon?” tanya David pelan pada Anggel.
“Ia masih kesal denganmu,” jawab Anggel.
“Maafkan aku kalau aku mengacaukan niat kalian, tapi percayalah padaku Anggel, dia bukan *******,” ucap David.
“Aku tak peduli. Lagi pula dia sudah pindah, kan?” ucap Anggel sambil tersenyum.
“Iya, dia sudah pindah.” David menjawab agak lemah sambil menyimpan kesedihan dan kerinduannya pada Maryam.
Anggel menatap wajah David. Ia sedih melihat keadaan temannya yang sakit. Sebenarnya Anggel sudah lama memendam perasaannya pada David semenjak pertama kali menginjakkan kaki di Senior High School. Ia berusaha cuek dan menyimpannya dalam-dalam karena ia melihat David tak pernah menunjukkan rasa yang sama sehingga ia memilih untuk diam.
“Anggel...” panggil David pelan.
“Yes, Dave?” jawab Anggel penasaran.
“Have you ever been in love before? (Pernahkah kau jatuh cinta sebelumnya?)” tanya David pada Anggel. Jantung Anggel berdegup kencang saat ia mendengar pertanyaan itu. Bagaimana tidak, Davidlah satu-satunya laki-laki yang ia cintai saat ini.
“Me?” tanya balik Anggel dengan gugup.
“Yes, you!” Jawab David memastikan.
“Yeah, I have. Everybody has too, I think, (Ya, aku pernah. Tiap orang juga pernah, kurasa)” jawab Anggel singkat.
“How does it feel? (Bagaimana rasanya?)” tanya David lagi.
“You’ve never been in love, have you? (Kau belum pernah jatuh cinta, kan?)” Anggel malah bertanya balik.
David hanya tersenyum, “Just answer my question! (Jawab saja pertanyaanku!)” Ucap David lagi.
“Rasanya seperti orang yang memiliki masalah berat, stress dan tak ingin melakukan apapun kecuali memikirkannya. Aku merasakan hal seperti ini karena orang yang kucintai tak peduli padaku, tak pernah memahamiku,” ucap Anggel penuh perasaan.
David terdiam, pikirannya menerawang pada Maryam.
“Aku juga merasakan hal yang sama, Anggel. Pada wanita yang kau anggap ******* itu,” ucap David dalam hati.
✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒✒
Halohaa readers setiakuuu😘😘😘 Author bakal Up Setiap hari kalau kalian tidak lupa membantu ya.. Readera setiakuuu💕💕💕
Bantu Vote, Like👍, Komen dan jangan lupa Tip⭐nya juga. Terimakasih Readerskuuu😘😘😍😍😍 Semoga kalian sehat selalu dan diberi rizqi yang melimpah. Amin yarob🙏🙏🙏
Like,, Likee,, Like,, Like,, Like,, Like,, Like,,
Komen,, Komen,, Komen,, Komen,, Komen,,
Vote,, Vote,, Vote,, Vote,, Vote,, Vote,,
Terima Kasih😇😇
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
IntanhayadiPutri
Aku mampir nih kak, udah 5 like dan 5 rate juga.. jangan lupa mampir ya ke ceritaku
TERJEBAK PERNIKAHAN SMA
makasih 🙏🙏
2020-11-19
0