Luka Dan Air Mata Pernikahan
TRING! TRING! TRING!
Suara yang berasal dari alarm darurat berbunyi, menggema pada seluruh penjuru mansion. Padahal ini masih sangat pagi, jam dinding menunjukkan kalau sekarang adalah pukul 05.30 WIB
Bunyi alarm itu membuat seisi mansion gempar, para pelayan berlarian menuju sebuah kamar yang berada dilantai paling atas. Kamar yang sangat sakral dan bisa disebut terlarang karena hanya beberapa orang saja yang bisa masuk ke dalam sana
"Apa yang harus kita lakukan?"
"Apa Tuan Satya terbangun dan sedang rewel?"
Para pelayan itu saling memandang, tapi tidak ada yang berani melangkah masuk. Mereka tidak punya wewenang untuk memasuki kamar itu
"Kita harus memberitahukan ini pada Nyonya Hanita"
"Itu benar, apalagi Suster Risma juga belum datang."
"Kalian lupa? Nyonya Hanita baru pulang pukul 11 malam tadi, membangunkannya sama dengan bunuh diri!" Sentak salah satu pelayan
Pelayan itu bahkan melotot dan mulai memperagakan raut dan ekspresi wajah Nyonya Hanita yang tengah mereka bicarakan.
Sementara para pelayan itu berdebat satu sama lain, bunyi alarm terdengar makin nyaring dan memekikkan telinga.
Helaan nafas berat lolos dari bibir para pelayan itu. "Kita beritahu Nyonya Hanita saja, daripada Tuan Satya menderita di dalam sana. Aku kasihan."
Mereka kembali berebut, saling menghindar untuk menghampiri Nyonya Hanita mereka. Setelah melakukan suit, akhirnya salah satu pelayan terpilih
Raut wajahnya terlihat sangat pias, ini seperti sebuah bencana karena dia yang harus membangunkan Hanita.
Sementara di dalam kamarnya, Hanita sudah merasa sangat terusik akibat bunyi alarm yang sangat memekikkan di telinganya.
Tubuh Hanita yang tertutup selimut tebal menggeliat diatas ranjang berukuran king size miliknya, decihan sinis lolos dari bibir ranumnya
Wanita itu bangun, ia melemparkan penutup matanya secara kasar ke sembarang arah.
Meski masih terlihat mengantuk, namun kedua manik Hanita menyorot tajam
"Ini masih pagi, dan dia sudah membuat kekacauan?! Dia memang membenciku dan selalu ingin membuatku menderita!" Pekik Hanita
Hanita baru akan turun dari atas ranjang kala ia mendengar suara ketukan pintu.
TOK! TOK!
"Masuk!" Teriak Hanita
Pelayan wanita masuk dan berjalan dengan hati-hati menghampiri Hanita, pelayan itu bahkan tidak berani mengangkat kepala. Aura Hanita terlihat menakutkan
"Permisi,Nyonya. Maaf mengganggu, tapi Tuan Satya terbangun" ucap Pelayan itu
Lirikan tajam Hanita seolah mampu menguliti pelayan itu sekarang juga
''Dimana Suster Risma?"
"Suster Risma belum kembali,Nyonya"
Hanita kembali berdecak kesal, dia menurunkan kedua kakinya dari atas ranjang secara kasar. Lalu segera menyambar cardigan untuk menutupi tubuhnya yang semalam penuh hanya dibalut menggunakan lingeri tipis berwarna putih.
Hanita mengibaskan tangannya, memerintahkan agar pelayan itu keluar. Sang pelayan menurut dan segera keluar, meninggalkan ruangan yang mencekam ini.
Sedang Hanita, wanita itu lebih dulu menatap pantulan dirinya di depan cermin. Menyapukan liptint berwarna maroon serta sedikit merapikan rambut panjangnya.
"Baiklah,Hanita. Mari temui suami tercintamu" gumam Hanita
Hanita baru akan melenggang keluar kala ia teringat kalau belum menyemprotkan parfum ke atas pergelangan tangannya.
"Cih, bagaimana aku bisa melupakan itu?"
Kembali berbalik dan memutar tubuhnya, Hanita tanpa ragu menyambar salah satu dari sekian banyak botol parfum dari berbagai brand mewah yang berada diatas meja riasnya. Itu adalah aroma favorit Satya, suami terkasihnya.
Sentuhan dari aroma mewah dan elegan, kedua itu kini mengelilingi tubuh Hanita. Tidak akan ada yang tahu apalagi menebak kalau ternyata wanita itu belum melakukan apalagi menyelesaikan ritual mandi paginya.
Hanita juga tidak lupa sedikit menata rambut panjangnya, siapapun akan menduga kalau wanita itu tengah bersiap untuk menyambut kepulangan sang suami dari perjalanan bisnisnya.
"Selesai."
Hanita melenggang keluar menggunakan kedua kaki jenjangnya. Seperti biasa, dengan langkah kharismatik dan tentu saja mengintimidasi.
"Nyonya Hanita" sapa si pelayan
Hanita melirik sekilas ke arah pelayan yang tadi sudah membangunkannya itu. "Apa masalahnya pagi ini?"
"Saya juga kurang mengerti,Nyonya. Tapi alarm dari kamar Tuan Satya terus berbunyi, kami hendak masuk untuk memeriksa tapi tidak berani." Terang Pelayan itu
Hanita tetap mempertahankan wajah datarnya, meski begitu dia sangat mengerti dan bisa menerima penjelasan dari pelayannya dengan sangat baik.
"Suster Risma?" Hanita mulai melangkah, sedangkan sang pelayan mengekor di belakangnya
Kedua tangan pelayan itu tetap berada di depan, sembari kedua kaki pendek nya berusaha mengejar langkah Hanita.
"Seperti penjelasan awal, Suster Risma belum kembali,Nyonya."
"Apa yang Suster bodoh itu pikirkan? Apa dia pikir, hanya dia saja yang punya urusan?!" Geram Hanita sambil terus meneruskan langkahnya.
Hanita tiba tepat di depan kamar milik Satya yang hanya berjarak beberapa meter dari kamar miliknya. Bisa dia lihat keberadaan para pelayan yang menunggu di depan kamar itu.
"Pergilah,kalian semua. Jika Suster tidak tahu diri itu datang, maka suruh saja dia masuk ke kamarnya. Tunggu sampai aku selesai mengurus suamiku." Tegas Hanita
Para pelayan itu mengangguk dengan patuh, mereka pun memberi hormat dan segera membubarkan diri.
Sedang Hanita, dia masuk ke dalam kamar Satya. Mendorong pintu, Hanita masuk tapi dia tidak langsung mendekat
Wanita itu lebih dulu berdiri tidak jauh dari pintu, dengan kedua tangan yang dia lipat ke depan dada. Kedua mata tajamnya tengah asik memindai Satya yang tengah berbaring diatas ranjang khususnya. Terlihat sangat lemah dan tidak berdaya, kedua tangan yang menekuk di depan dada dengan jari yang saling menggenggam.
Satya terlihat sangat tidak nyaman, lelaki yang seumuran Hanita itu terus berteriak. Dari suaranya pun jelas terdengar betapa frustasinya Satya sekarang.
Hanita berdecak sinis, wanita itu memutuskan untuk mendekati sang suami. Dan kini ia berada tepat disamping Satya, duduk dan mengamati atau lebih tepatnya menikmati penderitaan Satya.
''Sat..." sapa Hanita
Mendengar sapaan yang sangat dia kenali tentu saja membuat Satya merasa sedikit tenang. Lelaki itu langsung menghentikan erangannya, kedua matanya yang selalu berotasi tampak berusaha menemukan keberadaan Hanita.
Tampang sinis Hanita perlahan mulai luntur dan berubah, menampilkan seutas senyum yang terlihat mengejek.
"Cih, penjahat teri satu ini."
Hanita mengulurkan tangan kanannya, mengusap surai hitam sang suami yang mulai lebat dan perlu dipotong.
"Hhheeugghhh...''
''Aku tidak tahu apa yang kamu bilang barusan, tapi sepertinya kamu senang karena aku ada bersamamu. Ck, tidak tahu diri sekali"
"Kamu tahu,Sat? Istrimu ini baru saja pulang ke rumah pukul 11 malam tadi, dan aku baru berhasil tidur satu jam kemudian. Saat kamu asik berbaring nyaman diatas ranjang mahalmu ini, aku justru harus menghadiri seminar yang sangat melelahkan."
Hanita memberikan sapuan lembut ke atas pipi tirus Satya yang senantiasa dibasahi oleh air liur.
"Dan sekarang? Kamu dengan sangat santai dan berani sekali sudah mengusikku, membangunkanku dari tidur lelapku." Hanita mengulum senyuman tipisnya. ''Kamu sangat merindukanku?"
Tatapan mata Hanita jelas mengisyaratkan rasa jijik yang luar biasa, tapi bukan karena kondisi sang suami.
"Eeghuuhh..." Satya kembali melenguh
Hanita menghela nafas lelah, dia tahu apa yang sangat dibutuhkan Satya sekarang ini.
"Suction? Aku akan melakukannya"
Tanpa banyak berbasa-basi lagi, karena suara lendir yang berada di tenggorokan Satya sudah terdengar makin ganas dan sangat menjijikkan. Hanita mematikan mesin ventilator yang berada dibelakang brankar.
Ia menghubungkan selang kateter dengan mesin penghisap yang ada di sebelah brankar, kemudian ia mulai mencelupkan selang tersebut ke dalam lubang nafas Satya yang berada di lehernya.
Dengan sangat pelan dan hati-hati, Hanita lalu mulai menekan tombol dan lendir kental perlahan naik melalui tabung dan tertampung ke dalam wadah penampung yang juga berada sejejer dengan mesin penghisap.
Dada Satya terangkat naik, lehernya seperti tercekik. Lelaki itu memukul dadanya dengan kencang bahkan dia mulai menangis
Hanita yang perhatian langsung mengusap bahu Satya untuk menenangkan suaminya ini.
"It's okay, i'm here. Your Nita is here with you..." bisik Hanita
Dengan satu kali klik, Hanita mematikan mesin penghisap lalu melepaskan selang kateter. Ia kembali menyalakan mesin ventilator agar Satya bisa bernafas
Proses penyedotan menyebabkan air liur Satya mengalir dengan sangat deras. Untung saja, Hanita tidak jijik sama sekali. Dia meraih tissu lalu membersihkan air liur yang mengotori dagu Satya.
"Lihatlah dirimu,Satya Dewantara. Kamu sangat membenciku saat kamu sehat dan kuat. Tapi setelah keadaanmu jadi seperti ini?" Hanita melemparkan tissu kotor masuk ke dalam tempat sampah
Wanita itu berdiri, ia menatap tajam ke arah Satya. Sedang yang ditatap hanya bisa memukul dadanya dengan pelan, kedua matanya berotasi secara acak.
"Eeuugghh..." Satya menyahut
Hanita tersenyum miring, ia dengan cepat memalingkan pandangannya ke arah lain. Hati kecilnya merasa tidak tega jika harus mengomeli Satya sembari menatap wajah mengenaskan serta tubuh ringkih itu.
"Lihatlah! Siapa yang ada bersamamu sekarang? Apa itu Shanum? Apa itu keluargamu? Cih, itu adalah aku! Istri yang paling dan sangat kamu benci, justru aku yang ada bersamamu dan merawatmu!"
"Aku yang selalu kamu cari! Bukan orang lain!" Geram Hanita
Hanita tertawa dengan kencang sesaat kemudian, namun entah mengapa tapi suara tawanya itu justru terdengar menyakitkan.
Wanita itu buru-buru mengusap kasar air mata yang mengalir turun dari kedua mata tajamnya. Kembali ia menatap lekat sang suami, Satya yang hanya bisa terbaring tanpa bisa membalas perkataan Hanita barusan.
Hanita mengutuk dirinya sendiri, wanita itu merasa bodoh karena meluapkan isi hatinya pada Satya yang jelas dia tahu kalau lelaki itu tidak akan bisa menyahutinya. Hanita hanya terus berteriak dan mengomel seperti orang gila di hadapan Satya.
"Tetaplah hidup seperti ini, Satya Dewantara. Jangan menyalahkan siapapun, salahkanlah dirimu sendiri. Kamu suami jahat yang sudah menyakiti istrimu sendiri." Ujar Hanita dengan suara yang terdengar sangat dingin.
Hanita dengan cepat memutar tubuhnya, berbalik keluar meninggalkan kamar Satya tanpa mengatakan apapun.
Tanpa dia sadari, kalau setelah kepergiannya. Satya meneteskan air mata, lelaki itu berusaha menggeliatkan kepalanya yang sama sekali tidak bisa tegak. Kedua matanya terkunci, menatap hampa pintu besar yang baru saja dibanting oleh Hanita.
Nita, maafkan aku. Lirihnya
Hanita melangkah, ia melewati para pelayan bahkan Suster Risma yang baru saja kembali dan memberikan sapaan hormat pun dilewati begitu saja oleh Hanita
Kedua tangan Hanita mengepal erat, bahkan suara nafasnya pun terdengar memburu.
"Satya Dewantara, kamu akan kubuat tidak berdaya untuk selamanya. Ketidakberdayaanmu itulah, yang akan membuatmu selalu bersamaku. Kamu tidak akan pernah berusaha meninggalkanku apalagi mengkhianatiku." Gumam Hanita sepelan mungkin
Seringai kecil yang terlihat sangat dingin, tersungging diatas bibir seksi Hanita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
cinta semu
penasaran ...ada apa dgn Satya ...🤔
2024-11-22
0
Agus Tina
Mampir thor, awal cerita yg bagus ...
2024-10-05
0