Sang Villain Yang Merebut Hati

Sang Villain Yang Merebut Hati

KUNTI ASUUU!

Amanda memutar gas motornya sedikit lebih dalam. Angin malam menampar wajahnya, sementara bibirnya komat-kamit melafalkan doa dan mantra yang ia hafal sejak kecil. Di jok belakang, Bela memeluknya erat, tubuhnya gemetar, matanya tak lepas dari jalanan gelap di depan.

"Astaga, Mand… gue beneran gak nyangka bakal sesepi ini," bisik Bela, suaranya bergetar.

Amanda mengangguk pelan tanpa menoleh. "Gila sih… ini masih jam tujuh malam, tapi suasananya kayak jam dua dini hari."

"Dan… cuma kita doang di sini," tambah Bela pelan. Kepalanya makin menunduk, seolah takut melihat apa pun yang bisa muncul dari balik bayangan.

Jalanan itu membentang sunyi, hanya ditemani cahaya lampu motor mereka yang kuning redup dan rembulan pucat yang mengintip dari balik awan. Di kanan dan kiri, kebun-kebun gelap mengapit mereka seperti dinding tak bernyawa. Tak ada suara lain selain dengung mesin motor dan desiran angin yang terasa dingin menusuk kulit.

Cahaya iman pun rasanya tak cukup untuk menenangkan mereka malam itu.

Amanda dan Bela baru saja pulang dari sekolah setelah rapat panjang dan latihan ekskul pramuka. Sebagai anggota OSIS sekaligus pengurus pramuka, mereka sibuk mempersiapkan kegiatan class meeting yang akan digelar esok hari. Waktu berlalu tanpa disadari hingga sekolah benar-benar sepi dan mereka jadi yang terakhir pulang.

Sialnya, jalan utama sedang diperbaiki. Lubang-lubang besar dan tanah yang tak rata memaksa mereka memilih rute alternatif ini—jalur lama yang dikenal angker, dan sudah lama tak dilalui warga.

Amanda menggigit bibirnya. "Gue benci jalan ini. Tapi gak ada pilihan lain."

Bela memejamkan mata, mencoba menenangkan diri. Tapi saat itu juga, motor Amanda melintasi sebuah lubang kecil, dan lampu depannya berkedip lemah—sekilas saja. Namun cukup untuk membuat jantung mereka hampir copot.

"Gak lucu, Mand. Jangan mati di sini lampunya. Sumpah gue bisa pingsan!" seru Bela panik.

"Gue juga gak niat, Bel," balas Amanda cepat, kali ini suaranya ikut gemetar.

Mereka tak tahu, malam itu mereka bukanlah satu-satunya penghuni jalan gelap itu.

Bela menyipitkan matanya, mencoba memastikan apa yang baru saja ia dengar. Suara tawa… pelan, lirih, tapi jelas. Seperti suara seorang wanita—tapi bukan tawa manusia biasa. Terdengar serak, melengking, dan menggema di udara malam yang sepi.

Refleks, Bela menoleh ke kanan, lalu ke kiri, sebelum akhirnya pandangannya terhenti pada sebuah pohon besar di sisi jalan. Di sanalah ia melihatnya.

Sosok putih. Rambut panjang menjuntai sampai menutupi wajahnya. Duduk berayun pelan… sambil tertawa.

Jantung Bela seperti berhenti berdetak sejenak.

"MAND—" Bela langsung memukul bahu Amanda dengan keras. "MANDA! ADA KUNTI ANYING DI POHON! CEPETAN, NGEBUT LAH, NGEBUT PLISS!"

Amanda, yang sedang fokus di kemudi, langsung goyah karena Bela mengguncangnya seperti boneka.

"YA ELAH, DIEM LAH MONYET!" pekik Amanda, berusaha menyeimbangkan motor yang sempat oleng. Ia mencengkeram setang kuat-kuat, wajahnya mulai panik.

"PEGANGAN! GUE NGEBUT NIH! GAK MAU DISERET KE POHON GUE!"

Ngeng

Swessss

Bela nyaris terjengkang dari jok belakang karena motor langsung melaju kencang, menabrak angin malam yang dinginnya seperti ikut berteriak bersama mereka.

Amanda memicingkan mata, mencoba menembus gelapnya jalan di depan. Tangannya menggenggam erat stang motor sambil menarik gas sekuat tenaga. Angin malam menerpa wajahnya, membuat rambut panjangnya berkibar liar ke belakang—terlihat seperti pahlawan super, meski jantungnya sama sekali tidak merasa heroik malam itu.

Sementara itu, Bela menoleh ke belakang, berharap apa yang ia lihat tadi hanya ilusi mata. Tapi harapannya langsung hancur berantakan.

"KUNTI NYA NGIKUTIN, MANDA! NGIKUTIN ANJIR!" teriaknya panik, sambil memukul punggung Amanda seperti menabuh drum perang.

Dan benar saja.

Di belakang mereka, melayang pelan, sosok itu datang mendekat. Gaun putihnya berkibar, rambutnya terurai berantakan, dan tawa khasnya terdengar menyeramkan—tajam dan dingin.

“Hiihi~hihihi~”

Amanda menjerit—bukan karena takut, tapi karena kesal.

"SETAN BANGSAT! UDAH SEREM, BURIK, MUKA KAYAK DUGONG NYASAR, MASIH AJA NGIKUTIN ORANG! LO GAK ADA KERJAAN BANGET SI BABI?!"

Alih-alih tenang, Bela malah makin panik. Ia bukannya membaca doa, malah meloncat-loncat di jok belakang seperti orang kesurupan.

“AAAA! PERGI LO SETAN! GUE PANGGIL MAMA DEDEH! LO DI SIKAT. MAMPUS LO!”

Namun respons sang kuntilanak justru lebih nyebelin: tawa yang makin nyaring, seperti menikmati kekacauan itu.

“Hihihihihihihi~”

Motor melaju kencang membelah gelap malam, tapi suara tawa itu tetap membuntuti mereka, seolah ingin ikut naik dan minta dibonceng.

Amanda menahan kemudi erat-erat, motor sudah melaju sekencang yang ia bisa, tapi teriakan Bela dan kehadiran makhluk terbang itu membuat fokusnya nyaris hancur.

“BELA KAMPRET! BERHENTI PUKUL-PUKUL GUE, WOY!” teriak Amanda sambil meringis.

Ia mendesis kesal, lalu menjerit lagi, “BACAA AYAT KURSI KEK! JANGAN PANIK DOANG!”

Tapi Bela, yang pikirannya sudah tercerai-berai seperti lembaran kisah aku dan dia yang ditiup angin, malah spontan membaca doa yang paling dia ingat:

“ALAHUMMA BAARIK LANA FIIMAA—”

“LO MAU NGUSIR SETAN APA MAU MUKBANG, SIH?!” potong Amanda, nyaris frustasi.

Tanpa sadar, Amanda sendiri panik dan justru ikut-ikutan salah.

“AYAT KURSI TUH—AAAH GUE TAU NIH! ALLAHUMMA LAKA SHUMTU WABIKA—AAAAAAAA!”

Ia menjerit tiba-tiba.

Sebab tepat di depan mereka, di tengah jalan, sosok itu muncul. Tak lagi di pohon. Tak lagi terbang. Kini berdiri tegak, menyambut mereka dengan senyum lebar menakutkan.

Kain putihnya berayun pelan, rambut panjang menjuntai, dan matanya… kosong.

Tawa itu terdengar lagi. Dingin. Mengolok.

“Hihihi… dasar manusia tolol. Ayat kursi aja gak bisa. Hihihihi…”

Karena kaget luar biasa, Amanda refleks membanting setang motor ke samping. Tanpa sempat berpikir panjang, motor mereka menabrak sebuah pohon besar di pinggir jalan dengan keras.

Brak!

Tubuh Amanda dan Bela terlempar dan terguling-guling di tanah seperti dua tahu bulat digoreng dadakan. Sementara motornya—yang bahkan cicilannya belum lunas—tergeletak tak bernyawa. Ban depan menggelinding entah ke mana, spion terbang masuk ke semak-semak, dan bodi motor sudah tak berbentuk. Hanya menyisakan jok motor saja.

...

...

Bela sudah terkapar, matanya tertutup, mulutnya sedikit terbuka seperti patung tidur. Amanda masih sedikit sadar, meski seluruh tubuhnya nyeri, pegal, dan remuk seperti mie kremes habis diremas emak-emak.

Dengan sisa tenaga, ia berusaha duduk, menatap ke arah makhluk itu dengan mata nyalang.

“Kunti… asu… gue bales lo… di akhirat,” geramnya, sebelum akhirnya jatuh terkapar lagi.

Tapi yang terjadi justru di luar dugaan.

Sosok kuntilanak itu melayang mendekat perlahan, wajahnya muram. Matanya basah, dan senyumnya telah lenyap. Ia menghela napas seperti habis kena marah guru BK.

“Maafkan aku, manusia… huhu…” suaranya lirih dan terdengar menyesal. “Aku cuma… pengen ngobrol. Aku kesepian. Udah lama banget gak ada yang lewat sini…”

Ia menunduk, menyeka air mata yang mungkin imajiner, lalu melanjutkan dengan suara makin pelan.

“Tadinya aku cuma pengen ngajarin kalian ayat kursi… aku tuh setan baik, loh. Tapi kalian malah takut… huhu… aku bikin panik, ya?”

Amanda, yang masih separuh sadar, hanya bisa mengangkat alis satu milimeter.

Bela tiba-tiba mengerang pelan. “Lu ngajarin… ayat kursi… tapi ketawanya kayak…ngejek gitu”

Kuntilanak itu terdiam. Tersinggung sedikit, tapi lebih banyak sedih. Ia menatap langit, lalu menatap dua manusia yang kini tak sanggup berdiri.

“Aku… pamit ya huhuhu~. Maafin aku…huhuhu~”

Dengan pelan, ia terbang menjauh, meninggalkan jalan sunyi itu dengan hati berat. Rasa kecewa, rasa bersalah, dan kesepian yang menggantung seperti kabut tipis di udara malam.

Jalanan itu kembali sepi.

Yang tersisa hanyalah dua manusia tergeletak, satu motor hancur lebur, dan satu kuntilanak baik yang kini merasa… tidak enak hati.

           ( saranghaeyo buat kaliaann😺💗)

Terpopuler

Comments

fjshn

fjshn

plisss ngaka woiii

2024-10-23

0

fjshn

fjshn

anjirrr bisa bisanya kuntinya lebih hapal dari merak berdua wkwk

2024-10-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!