Menangis dengan pandangan kosong yang tertuju pada tengah lapangan. Entah apa yang ada di pikiran cewek berambut coklat gelap itu. Hanya saja, dia benar-benar lelah akan kehidupannya. Hidup yang tidak pernah bahagia semenjak kedua orang tuanya meninggal.
Mencari nafkah sendiri. Menghabiskan waktu dengan pekerjaan part-time yang entah sudah berapa banyak yang ia punya. Semua yang menurutnya bisa menghasilkan uang dan selagi halal akan ia lakukan tanpa rasa gengsi sedikit pun.
Hangout?
Rasanya ia ingin menertawakan dirinya sendiri saat temannya mengajak ia untuk melakukan kegitan menyenangkan itu. Ia tidak punya waktu untuk hal-hal yang dapat membuang-buang uang dan waktunya. Yang ia tahu hanyalah, belajar-kerja-belajar dan begitu seterusnya.
Helaan nafas keluar dari bibir mungilnya. “Sampai kapan?” gumamnya entah pada siapa.
Merasa matanya memanas, ia memilih menunduk hingga akhirnya airmata itu kembali membentuk
aliran sungai kecil di pipinya.
“Ayah… Bunda… Rara kangen.” Pedih rasanya mendengar gumaman yang cukup menyayat itu. Ia menggigit bibir bawahnya demi menahan isakannya yang
mendorong untuk terdengar.
Ayah dan Bunda. Dua makhluk Tuhan yang benar-benar ia rindukan. Ayahnya yang selalu menyemangati ketika keputusasaan hendak menyapa. Dan Bundanya yang selalu menjadi tempatnya untuk mengadu tentang peliknya dunia.
Elusan di pundaknya membuat cewek itu menghentikan tangis lantas menoleh. Senyum terbit kala melihat cewek berambut kuncir
yang ikut duduk di sampingnya.
“Jangan sedih terus dong, Ra. Fighting! Rara gue orangnya kuat!”
Aurora Mauren atau Rara—panggilan sayang dari orang terdekatnya. Dia berhambur ke pelukan Keyra percayalah, saat kamu tidak punya siapa-siapa untuk mengadu. Ingat, aka nada sosok yang selalu merentangkan tangannya untuk kamu peluk, dan menyodorkan tangannya untuk kamu bangkit.
Sahabat.
Seseorang yang sangat berarti di kehidupan Aurora setelah kedua orang tuanya. “Makasih, Key.” Aurora masih terisak.
Key, alias Keyra Tamara. Cewek cantik yang juga berasal dari keluarga kaya raya. Hebatnya, cewek itu memiliki hati yang mulai dan tidak suka memilih-milih teman. Dia dan Aurora sudah bersahabat sejak kecil, itu sebabnya dia tahu semua tentang kehidupan Aurora.
“Kangen Bunda sama Ayah, Key.”
Keyra mengelus punggung Aurora.
“Bunda sama Ayah juga pasti kangen sama anaknya yang hebat ini. Mereka pasti bangga punya naka kayak lo, Ra.”
Aurora terkekeh lirih lalu mengurai pelukan mereka lantas mengusap pipinya yang basah. “Kok, gue alay gini, yah?” ujarnya dengan kekehan.
Keyra ikut terkekeh. “Tau, lo! Mending ke kantin, kuy. Biar gak menye-menye lagi.” Keyra menambahi.
Aurora mengangguk. “Yuk.”
####
Menikmati nasi goreng di meja pojok yang tidak terlalu tampak memang menjadi spot favorit bagi Keyra dan Aurora. Kedua cewek itu menikmati makanan mereka sesekali ditimpali candaan.
Di pertengahan kegiatan mereka, Keyra menghentikan tangannya yang hendak menyendokkan nasi ke dalam mulutnya lantas mengernyitkan alis ketika samar-samar telinganya mendengar
sebuah keributan.
“Itu apaan yah, Ra, rebut-ribut?” tanyanya.
Aurora menjeda kegiatannya lalu menatap Keyra setelah meneguk air mineralnya. “Entah,” jawabnya mengangkat bahu acuh.
Alis Keyra semakin mengerut dalam saat keributan itu semakin terdengar. “Kayaknya itu pembully-an lagi, deh,” serunya.
Aurora mendengus samar. “Biarin aja, Key. Selagi gak main fisik gak usah ikut campur,” pungkasnya.
Keyra berdecak. “Ya ampun, Ra. Logika aja, deh. Mana mungkin pembullyan gak main fisik!”
Aurora memutar mata malas. Ayolah, Aurora bahkan punya kesibukan lain dari pada harus memikirkan kasus pembullyan yang sudah tidak asing lagi di sekolah swasta seperti ini.
“Aw, hiks.”
Terkejut, Keyra membulatkan matanya pada Aurora yang juga cukup terkejut ketika mendengar suara rintihan disusul dengan isakan.
Keyra berdiri setelah sedikit menggebrak meja. Itu Keyra, cewek yang cukup bar-bar namun tidak tegaan. Berbeda dengan Aurora yang tidak ingin ambil pusing dengan keadaan sekitarnya. Menurutnya, hidupnya saja sudah cukup memusingkan, jadi kenapa harus ambil pusing dengan hidup orang lain.
“Gak bisa dibiarin, nih! Si Agra setan keterlaluan!” Keyra berkelakar penuh amarah. Tanpa banyak kata cewek itu menghampiri Agra yang berada di sudut paling depan. Untuk kantin yang begitu luasnya ini, tentu suara keriuhan hanya bisa Keyra dengan samar karena diapun duduk di pojok.
Dengan malas, Aurora berdiri mengikuti Keyra.
“AGRA STOP!!” suara teriakan Keyra menggema di area kantin. “Lo udah gila, hah?! Main kasar sama cewek lagi!” bentaknya penuh amarah.
Tangan Keyra hendak membantu cewek yang terduduk di depan Agra itu, namun tangannya lebih dulu ditepis oleh Agra.
“Gak usah ikut campur!” Agra mendesis tajam.
Keyra takut?
Tentu saja tidak. Keyra tidak akan tinggal diam jika kaum perempuan dihina oleh kaum lelaki.
“Gak bisa gitu, dong! Lo udah seenaknya sama cewek dan lo nyuruh gue gak ikut campur?” Keyra berdecih sarkas dengan kedua tangan berkacak.
“Gue gak ada urusan sama lo!” Agra kembali berujar. Di meja yang tidak jauh darinya, ada Deon yang duduk bersedekap memandang drama yang dibuat Agra. Alif? Cowok itu lebih memilih memainkan game di ponselnya daripada harus melihat drama harian Agra.
“Gue juga gak ada urusan sama lo! Tapi lo udah nyakitin cewek dan itu ngebuat gue harus ikut campur!” bentak Keyra, lagi. Wajahnya sudah memerah menatap wajah datar Agra.
Agra menyeringai sinis. “Mau jadi pahlawan kesiangan lo? Teman bukan, keluarga bukan, temen bukan, seenaknya banget lo mau jadi pahlawan.”
“Gue emang gak adaa hubungannya sama, nih, cewek.” Keyra menunjuk cewek yang baru saja dibantu oleh Aurora untuk berdiri. “Tapi dia cewek, pe’a! Gak seharusnya lo nyakitin dia, terlebih lo lahir dari seorang perempuan!” Keyra menunjuk wajah Agra.
“Lo!” Agra menggeram pada Keyra dengan telunjuk yang hendak teacung sebelum seseorang lebih dulu menepisnya dengan kasar.
Agra terkejut tentu saja.
“Mau apa lo?”
Nada datar itu menyita perhatian Deon dan Alif. Deon yang tadi bersedekap seraya menyandar kini mengakkan badan. Alif yang tadinya bermain game kini menaruh ponselnya di atas meja.
Semua bisikan para penonton yang hadir di kantin mengudara.
Keyra juga terkejut. Aurora yang biasanya selalu cuek pada hal sekitar entah kenapa melakukan ini.
“Lo sebenarnya cowok gak, sih?”
jika Aurora bisa bersikap cuek pada orang lain, maka beda halnya dnegan Keyra. Ia tidak bisa tinggal diam saat Agra akan memarahi Keyra.
Alis Agra mengerut bersamaan dengan rahangnya yang mengeras. Alif dan Deon saling melempar tatpan untuk sesaat disertai senyum miring.
“Lo mau ikut campur juga?” tanya Agra dengan suara datarnya.
Aurora mengangguk tanpa banyak pikir. “Kenapa enggak?” tantangnya.
Agra tersenyum miring. Cukup takjub dengan keberanian cewek berambut coklat gelap di hadapannya ini.
Tunggu!
Rambut coklat?
Agra meneliti wajah cewek itu saat ia menyadari satu hal. Tentang cewek yang ia lihat menangis di lapangan waktu itu. Agra membulatkan samar matanya. Jadi ini cewek yang ia lihat waktu itu?
“Lo kira gue bakal tinggal diam saat ngeliat sahabat gue dikasarin sama cowok gila kayak lo?” tatapan cewek itu menghunus mata hitam Agra.
Agra terkekeh dengan mulut membulat. “Oh…, jadi ada yang mau sok pahlawan lagi di sini?” sinisnya.
Matanya menatap datar pada Aurora yang juga menatapnya dengan tatapan tajam. Agra tersenyum dalam hati, ia suka tatapan tajam milik cewek itu. Bukannya menyeramkan, malah terlihat menggemaskan menurut Agra.
“Siapa yang mau jadi sok pahlawan?! Gue Cuma gak suka lihat sikap lo yang kasar sama cewek!” kelakar Aurora dengan mendorong bahu kanan Agra dengan telunjuknya.
Suasana di kantin semakin mencekam. Banyak di antara mereka mengangkat ponsel dengan kamera yang tertuju pada mereka untuk mengabadikan moment langkah ini. Cewek yang tadi dibully oleh Agra telah aman bersama Keyra yang masih berdiri di samping Aurora. Alif dan Deon? Kedua cowok itu hanya duduk santai menikmati drama yang tersaji.
“Selagi itu bukan lo yang gue kasarin, kenapa lo harus nyolot?” ujar Agra. Kedua tangannya ia massukkan ke saku celana abunya.
Aurora terkekeh sarkas lalu membuang pandangannya. Rasanya ia ingin meraup kasar wajah Agra jika terlalu lama menatapnya. Cowok yang sama sekali tidak punya rasa kasihan pada perempuan, padahal jelas-jelas dia terlahir dari Rahim seorang perempuan.
“Mau tau kenapa gue nyolot?” Aurora beralih berkacak pinggang.
“Itu karna gue muak liat cowok yang suka kasarin cewek kayak lo. Terlihat pengecut dan gak bermoral, tau?”
Alif dan Deon saling pandang dengan wajah takjub. Benar-benar tidak habis pikir dengan cewek pemberani itu. Bagi mereka, kalimat cibiran yang baru saja cewek itu lontarkan adalah sebuah hiburan untuk mereka.
Agra? Jangan ditanya lagi. Wajahnya sudah memerah menahan amarah dengan rahang yang mengetat. Rasanya ia ingin merobek mulut cewek yang berdiri di hadapannya ini dengan brutal. Tapi entah kenapa ia tidak bisa melakukannya.
“Berani lo sama gue?” desis Agra dengan suara rendah namun mencekam. Ia melangkah untuk mempersempit jarak dengan Aurora.
“Kalau iya kenapa?” Aurora kembali menantang. Walau sempat terkejut dengan nada suara Agra, ia tetap mempertahankan pendiriannya. Aurora tidak akan pernah takut dengan cowok seperti Agra yang suka seenaknya.
Agra menyeringai sarkas. “Lo mau jadi korban berikutnya?”
Aurora mengangkat alis. “Apa dengan semua kekuasaan yang lo punya, lo bisa seenaknya?” Aurora mendekat lalu membalas seringai Agra. “Asal lo tau, gue emang miskin dan cuma anak beasiswa di sini. Tapi semiskin-miskinnya gue, gue gak pernah takut sama cowok macam lo. Camkan, tuh!”
Aurora menepuk pelan pipi kiri Agra sebagai penutup dari kalimatnya lalu berbalik. Hendak pergi meninggalkan kantin bersama Keyra dan korban bullyan Agra, tapi suara cowok itu lebih dulu menghentikannya.
“Oh…, jadi lo cuma murid beasiswa?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Nacita
ko cuman gue sih yg komen...
2022-02-02
0