“Oh…, jadi lo cuma murid beasiswa?”
Semua penghuni kantin menunjukkan raut berbeda-beda. Ada yang terkejut, sinis, mengangkat alis bahkan ada yang berdecih. Menurut mereka, cewek yang baru saja disebut murid beasiswa oleh Agra tidak lebih hanyalah mencari perhatian Agra dengan tingkah sok beraninya.
Alif dan Deon juga terkejut mendengar fakta yang baru saja mereka dengar. Cukup lama mereka sekolah di Demiand Senior High School, sekalipun belum pernah mereka menemukan orang yang berani melawan Agra walau kasta mereka sama. Terkecuali Keyra.
Dan sekarang, murid beasiswa itu mengakui sendiri dirinya dengan mudah. Seolah Agra tidaklah berpengaruh padanya.
Aurora menghentikan niatnya yang ingin berbalik. Ia menatap Agra. “Kalo iya kenapa?” datarnya.
Agra tersenyum sinis. “Berani banget lo sama gue.” Ia lalu memandang remeh pada Aurora.
Aurora mengangkat alis lantas berkacak setelah sempat mengedarkan pandangan ke segala penjuru kantin. Auroraa tidak peduli tatapan mereka.
“Kenapa gue harus takut? Sama-sama makan nasi, kan? Lo juga Tuhan, kan, yang nyiptain?”
Agra tidak lagi membalas dengan kata-kata. Ia hanya tersenyum miring lalu pergi setelah melirik name tag yang terpasang di baju seragam cewek berambut coklat gelap itu.
“Aurora Mauren,” sebutnya membatin.
####
Setelah kejadian di kantin yang cukup drama itu, Agra dan kedua antek-anteknya memilih bersantai di rooftop sekolah. Di temani dengan rokok yang yang terapit di antara dua jari Agra—telunjuk dengan tengah—serta kepulan asap yang mengudara.
Di banding merokok, Alif lebih memilih untuk bersantai dengan game di ponselnya. Deon? Cowok berseragam tidak rapi memilih mengerutkan alis seperti orang yang sedang berpikir.
“Agra,” seru Deon kemudian.
“Paan?”
“Cewek yang tadi itu lo udah pernah lihat sebelumnya?” tanya Deon, dahinya berkerut dalam menatap
Agra yang hanya menatapnya sekilas dengan acuh. “Gak.” Tentulah itu kalimat bohong yang Agra lontarkan, karena nyatanya ia pernah melihat cewek itu di lapangan.
“Bohong lo! Dia cewek yang lo lihat di lapangan itu, kan?” Alif ikut berceletuk. Agra ingin sekali menempeleng kepala cowok berekspresi datar itu, namun ia sedang malas.
“Lah?” Deon kembali bingung.
Memilih tidak ingin membahasnya lebih jauh, Agra mengangkat bahu acuh. Walau sebenarnya ia juga sedikit penasaran dengan cewek sok pemberani itu. Tapi Agra tetaplah Agra. Cowok angkuh dengan segala rasa gengsinya yang melangit.
“Jadi gimana? Lo mau jadiin dia korban bullyan lo selanjutnya?” tanya Deon, kembali.
Alif ikut menunggu jawaban Agra. Soalnya, ini cukup menantang jika Agra akan menjadikan cewek itu sebagai korban bullyan selanjutnya.
Agra berdiri lalu menginjak puntung rokoknya. “Males,” ucapnya lalu hilang di balik pintu rooftop.
####
Aurora dan Keyra berjalan beriringan menuju gerbang sekolah setelah beberapa menit lalu bell pulang sekolah telah berbunyi.
“Ra, pulang bareng gue, ya?” pinta Keyra. Wajahnya memelas dengan harapan Aurora akan mengatakan ‘iya’ atau paling tidak ia mendapat anggukan.
“Gak usah, Key. Gue habis ini langsung ke Cafe, kok.” Aurora menolak dengan halus. Ia bukannya tidak menghargai ajakan Keyra, hanya saja ia merasa sudah sangat merepotkan Keyra selama ini.
Wajah Keyra berubah lesuh dengan bahu yang merosot kecewa. Tapi ia berusaha tetap mengulas senyum. Hal seperti ini bukanlah hal yang awam bagi Keyra, bersahabat lama dengan Aurora tentu membuat Keyra tahu bagaimana prinsip sahabatnya itu.
“Yaudah, deh. Tapi lain kali harus bareng, ya? Gak mau penolakan pokoknya!”
Aurora terkekeh lalu mengangguk. “Siap bosku!”
####
Benar katanya, sepulang dari sekolah Aurora langsung ke Cafe. Duduk di atas kursi yang telah disediakan di atas stage setelah mengganti seragam sekolahnya menjadi baju berkain rajut dan celana jeans panjang.
Lagu Shawn Mendes berjudul Imagination mengalun di telinga para pengunjung. Banyak di antara mereka yang merekam sekadar untuk mempostingnya di instastory mereka. Aurora tidak masalah para pengunjung merekam dirinya lantas diposting ketika sedang menyanyi. Karena menurut Aurora menyenangkan para pengunjung Cafe juga termasuk hal yang harus ia lakukan sebagai pegawai di sini.
Setelah beberapa menit Aurora bermain gitar dan bernyanyi, ia turun dari kursi putar tanpa penyanggah itu lalu membungkuk hormat mengucapkan terima kasih kepada pengunjung.
Aurora menghela nafas kecil lalu kembali ke ruangan para pegawai untuk rehat sejenak. Tubuhnya lelah dan otaknya pun ikut lelah karena seharian harus mengerjakan soal yang cukup banyak.
“Aurora!”
Aurora yang baru saja duduk di kursi panjang yang berbahan kain itu menoleh pada wanita bercelemek putih dan seragam hitam yang berjalan menghampirinya.
“Kenapa?” tanya Aurora.
“Di depan ada pelanggan yang pesanannya pengen diantarkan sama kamu,” jawab wanita itu.
Wajahnya sedikit tidak enak pada Aurora yang notabene penyanyi Cafe namun harus melayani pelanggan karena permintaan yang tidak beralasan dari pelanggan itu.
Aurora mengerutkan alis lantas memperbaiki posisi duduknya.
“Kok, gue?” tanyanya heran.
Wanita itu menggaruk pelipisnya. “Aduh, gimana, ya. Saran saya turutin aja, deh. Karna kata dia kalau bukan kamu yang antar saya bakal kehilangan pekerjaan begitu juga kamu.”
Aurora terkejut. Siapa pelanggan yang berani mengancam seperti itu. Memang, Cafe ini mengutamakan kenyamanan pelanggan, tapi jika pelanggannya seperti ini, mereka juga bisa protes.
Memilih tidak banyak pikir, Aurora menghela nafas lalu berdiri lantas mengangguk. Dia mengikuti wanita itu menuju dapur untuk mengambil pesanan si pelanggan rese itu.
####
Aurora mengumpat dalam hati saat ia telah mengetahu siapa si pelanggan yang seenaknya berbuat itu. Agra. Cowok yang Aurora tantang gara-gara kasus pembullyan.
Sekarang, Aurora harus mati-matian untuk tidak mengeluarkan umpatannya ketika cowok berkaos hitam dipadu dengan topi hitam dan celana abu-abu SMA itu melempar senyum meremehkan padanya.
Kedua sahabatnya juga ikut menatap Aurora, namun itu hanya sekilas karena mereka lebih memilih memakan pesanan mereka.
“Jadi, lo kerja di sini? Sebagai penyanyi?” Agra terkekeh mengejek. “Harusnya, sih, lo jadi pelayan. Lebih cocok soalnya.”
Aurora tetap menampilkan raut datar walau sebenarnya ia ingin sekali melayangkan nampan di tangannya ke wajah songong Agra yang benar-benar menyebalkan.
Memberikan senyum khas pelayan pada pelanggan, Aurora membungkukkan sedikit tubuhnya di depan Agra sebagai bentuk terima kasih pada pelanggan. Setelahnya dia berbalik meninggalka meja cowok menyebalkan itu.
“Sekali aja lo melangkah, gue bisa jamin lo gak akan kerja di sini lagi!” seru Agra menatap punggung mungil itu.
Bukannya berhenti melangkah, Aurora malah menolehkan wajahnya dengan senyum miring yang sukses membuat Agra dongkol.
Berhubung Aurora belum jauh melangkah, Agra dengan cepat berdiri dengan sedikit melangkah untuk menggapai tangan Aurora.
“Apaan, sih?!” tubuh Aurora kontan berbalik saat tangannya ditarik secara kasar menuju meja tempat Agra tadi. Ia kemudian menghempaskan tangan Agra dengan tidak santai.
Para pengunjung Cafe mulai menjatuhkan pandangan pada meraka, Alif daan Deon juga mulai menghentikan acara makannya. Dan itu membuat Aurora ingin meledakkan amarahnya. Ia akan jamin atasannya akan menanyakan keributan ini.
“Gini cara lo ngelayanin pelanggan?” ujar Agra. Kedua tangannya telah tenggelam dalam saku celana abu-abunya.
Aurora memutar mata jengah. “Mau lo apa, sih, sebenarnya?” tanyanya mulai kesal.
Agra mengangkat alis lantas tersenyum miring. “Gue cuma mau bilang, sekali lo ikut campur dalam hidup gue. Maka lo gak akan bisa lepas gitu aja, walaupun lo pergi ke ujung dunia sekalipun!”
“Lo pikir gue takut?” Aurora mengangkat dagu seolah menantang Agra. “Ingat, ya. Gue gak akan pernah takut sama cowok sombong kayak lo. Why? Karna lo cuma berlindung di balik kekuasaan keluarga lo!” Aurora mengangak telunjuk di depan wajah Agra saat mengatakan itu.
“Dan asal lo tau, hidup itu kayak roda. Gak selamanya lo ada di atas, dan gue harap lo bisa ngerasain rasanya berada di posisi bawah!”
Agra terkekeh sarkas. “Sayangnya gue gak akan pernah berada di posisi bawah!” Agra mengakhirinya dengan senyum miring.
“Terserah lo! Gak ada gunanya gue ngomong panjang lebar dengan cowok modelan lo!” saat Aurora kembali ingin berbalik, Agra lagi-lagi mencekal tangannya.
Tepat saat Aurora ingin protes, sesuatu yang sangat dingin dan manis lebih dulu menyapu permukaan wajahnya.
Yah, Agra menyiram juice yang ia pesan ke wajah Aurora. Penghuni Cafe mulai melempar kalimat iba pada Aurora. Deon dan Alif pun melototkan mata tidak percaya.
“Lo jangan gila, Gra!” seru Alif, namun Agra tidak mengindahkannya.
Aurora mengeraskan rahang seiring dengan deru nafasnya yang terdengar memburu. Dia kemudian mengusap wajahnya dengan helaan nafas sesak yang berusaha ia buang dari rongga pernapasannya.
“Jadi gini kelakukan anak orang kaya?” Aurora mendongak menatap nyalang pada mata hitam Agra.
Agra hanya mengangkat bahu dengan kedua tangannya yang bersedekap di dada. Tatapannya ia alihkan dari mata coklat yang berkaca-kaca itu.
Memilih tidak ingin membuat hatinya sakit dan harga dirinya yang diinjak-injak, Aurora mengambil gelas yang tadi Agra gunakan lalu menaruhnya ke nampan. Ia kemudian menundukkan kepala.
“Silahkan duduk. Pihak Cafe akan mengganti juice Anda. Saya permisi.” Aurora kembali mendongak menatap Agra. “Terima kasih!” ia berlalu setelah menekankan kata terima kasih pada Agra.
Agra? Dia hanya menatap punggung yang perlahan menjauh itu. Agra sempat menelan ludahnya saat matanya tidak sengaja menangkap bulir airmata yang lolos dari cewek itu setelah berbalik badan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Nacita
dasar holkay, suka2 dia yee 😂
2022-02-03
0
Ety Purn@w@ty
Suka
2020-06-01
3
Dina Arbumas
tuk kedua kalinya.... baca ini
2020-05-17
0