Bab 8 Kesan Pertama Dari Nobel

Nobel berdiri diam sambil memandangi pintu kamar dihadapannya.

Kamar yang menjadi ruangan peristirahatan Lakas dalam sebuah peti mati yang terkurung oleh semua mantra pelindung.

Nobel menarik nafas dalam-dalam saat menatap dingin ke arah pintu didepannya.

"Pangeran Lakas...", gumamnya pelan seraya mendongak ke atas.

Nobel menatap dingin ke arah pintu kamar yang telah tertutup oleh kalimat mantra disekelilingnya.

"Apa kau tenang tidur didalam peti matimu itu, pangeran Lakas ?" bisik Nobel dengan tatapan sendu.

Nobel tidak pernah mengira akan menyekap Lakas didalam peti matinya dengan berbagai mantra yang mengelilinginya. Bahkan dia tidak pernah menduga kalau Lakas akan meminum darah milik Cornelia.

"Semua menjadi sangat kacau sekali", ucap Nobel dengan pandangan terangkat ke atas.

Nobel masih tidak percaya bahwa Lakas akan menghisap darah lagi setelah sekian lama mereka sebagai bangsa vampir tidak lagi meminum darah manusia.

Pandangan Nobel teralihkan kepada mantra disekitar kamar milik Lakas yang tersegel kuat.

"Tuanku Lakas..., kuharap kamu damai disana..., bangkitlah setelah Cornelia siap menjadi dewasa untukmu nanti...", ucap Nobel.

Nobel menghela nafas panjang lalu memutar tubuhnya untuk pergi.

Terdengar bunyi derit keras dari dalam kamar milik Lakas, mirip suara hentakan kuat.

Nobel sejenak menghentikan langkah kakinya lalu menoleh ke arah kamar didekatnya, dipandanginya lama pintu kamar yang tak jauh darinya berdiri sekarang ini.

"Dia pasti tersiksa harus jauh dari Cornelia tapi dia juga harus bertahan untuk itu jika ingin hidupnya lama", ucap Nobel.

Nobel melanjutkan kembali langkah kakinya lalu menyelinap pergi diantara gelapnya ruangan lantai bawah.

Hembusan angin selalu mengikuti langkah kaki Nobel ketika dia berjalan pergi.

Suasana dilantai bawah terasa hening.

Tiupan angin dingin merambat masuk ke dalam ruangan di lantai bawah rumah baru milik Lakas.

Nobel tak terlihat lagi keberadaannya di lantai bawah rumah itu.

Hampir berhari-hari lamanya, Nobel tidak lagi mengunjungi lantai bawah rumah baru, meski itu hanya sekedar menengok kamar milik Lakas, untuk memastikan segel masih terikat kuat pada pintu kamar ataukah tidak.

Pagi hari...

Tampak Nobel sibuk mempersiapkan hidangan makanan buat Cornelia.

Hari ini, ada acara penerimaan raport sekolah untuk Cornelia dan Nobel bertindak sebagai wali murid buat datang ke acara penting.

"Cornelia sarapan dulu sebelum berangkat ke sekolah !" ucap Nobel sembari memberi perintah pada Cornelia.

"Ya, Nobel...", sahut Cornelia dari arah ruangan lainnya.

Nobel tersenyum simpul ketika melihat Cornelia keluar dari ruangan lainnya.

Gadis berusia sepuluh tahun itu terlihat berjalan mendekati meja makan yang ada ditengah-tengah ruangan makan.

"Apa kau akan datang mengambil raportku ?" tanya Cornelia sembari memasang mimik wajah serius.

"Tentu saja, aku akan datang menghadiri acara raportanmu", sahut Nobel.

Nobel tersenyum lembut ke arah Cornelia.

"Duduklah dulu ! Lalu segera sarapan sekarang !" ucap Nobel sembari menarik pelan kursi makan untuk Cornelia.

Cornelia lalu duduk didepan meja makan sambil memandangi piring makannya yang berisi menu sarapan berupa roti panggang serta telur mata sapi.

Tak lupa Nobel juga menyiapkan segelas susu untuk Cornelia buat sarapan pagi.

"Segera habiskan sarapanmu lalu kita bersiap-siap pergi ke sekolah, bukankah acara raportan jam delapan pagi", kata Nobel.

Cornelia mengangguk pelan lalu meraih garpu didekatnya kemudian mulai menikmati sarapan paginya.

"Apa kau akan pulang awal nanti karena acara raportan ?" tanya Nobel.

"Iya, seluruh murid disekolah dipulangkan awal", sahut Cornelia sembari menyuapkan sesuap sarapannya ke dalam mulutnya.

"Kalau begitu kau akan pulang terlebih dulu daripada aku karena aku masih harus menunggu raportmu dibagikan", kata Nobel.

"Iya, aku akan pulang lebih dulu darimu", ucap Cornelia.

Cornelia mulai menghabiskan menu sarapannya lebih cepat dari sebelumnya lalu menenggak habis segelas susu buatan Nobel.

Mendadak saja Nobel langsung teringat pada Lakas yang terkurung didalam peti mati yang ada dikamar tidur dilantai bawah rumah ini.

"Jika aku membiarkan Cornelia pulang lebih awal dariku maka dia akan mencari Lakas", gumam Nobel berbisik pelan.

Perhatiannya terfokus pada piring makan milik Cornelia yang terhidang dihadapannya.

"Sebaiknya kamu menungguku selesai menerima raport dan kita akan pulang bersama-sama", sahut Nobel.

Nobel lalu meletakkan piring berisi makanan ke atas meja makan lalu memasukkannya ke dalam kotak bekal sekolah milik Cornelia.

"Aku tidak ingin pihak sekolah menanyaiku macam-macam bahkan aku harus menjaga privasiku secara tersembunyi sebagai vampir", kata Nobel.

Cornelia melirik sekilas ke arah Nobel lalu duduk terdiam.

"Dan kau tahu akan sangat sulit bagiku untuk menjadi vampir bahkan bertahan sebagai seorang vampir sangatlah susah diantara kehidupan manusia", ucap Nobel.

"Apa kau takut sinar Matahari mengenai tubuhmu ?" tanya Cornelia.

"Tidak, sebagai klan vampir darah murni, aku dianugerahi kekuatan bertahan dibawah terik sinar Matahari meski hal itu akan menguras habis tenagaku dan membuatku lemah", sahut Nobel.

"Dan kau takut kalau kedokmu sebagai seorang vampir diketahui oleh semua orang", sambung Cornelia.

"Dan kau sungguh cerdas sekali bahkan kecerdasanmu luar biasa tak terkalahkan oleh kegeniusan vampir manapun", ucap Nobel seraya menyeringai lebar.

Cornelia tidak bereaksi terhadap ucapan Nobel, dia memilih bersikap diam.

"Jika tubuhmu terkena sinar Matahari dan menjadi lemah maka kau tidak akan bertahan hidup lagi", kata Cornelia.

"Tentu saja tidak, karena aku bisa bertahan hidup dan mengisi daya hidupku kembali setelah menyerap energi positif dari manusia", sahut Nobel.

Nobel kembali memperhatikan ke arah Cornelia lalu tersenyum ringan ke arah gadis berusia sepuluh tahun itu.

"Apa itu sakit ?" tanya Cornelia lalu turun dari atas kursi makannya.

"Tentu saja itu sangat sakit bahkan sungguh menyakiti diriku secara fisik", sahut Nobel lalu duduk tegak dengan pandangan teduh.

"Tapi kenapa kau akan datang ke acara raportan sekolahku", ucap Cornelia.

"Karena aku ingin kau tahu bahwa kami sangat memperdulikan masa depanmu", sahut Nobel mencoba untuk bersikap bijak.

"Aku tidak suka sekolah...", lanjut Cornelia.

"Dan apakah aku juga menyukai bau buku pelajaran ?" ucap Nobel lalu tertawa pelan.

Cornelia tertawa bersama-sama dengan Nobel, wajahnya yang murung berubah ceria.

Nobel tersenyum lega saat melihat keceriaan kembali hadir diwajah Cornelia semenjak Lakas terkurung didalam peti mati yang tersimpan diruangan kamarnya dilantai bawah.

Sudah lama Cornelia tidak tertawa seceria itu lagi sejak Lakas menghilang dari kehidupannya.

Selama ini, Lakas selalu memberikan perhatian penuh kepada Cornelia dalam bentuk cinta bahkan kasih sayang layaknya seorang pelindung bagi gadis kecil itu.

Nobel lalu berjalan sambil membawakan tas ransel milik Cornelia.

"Mari kita berangkat sekarang ke sekolah !" ucap Nobel seraya menggandeng tangan gadis berusia sepuluh tahun itu.

"Apa kau akan memakai seluruh pelapis anti sinar Matahari ditubuhmu ?" tanya Cornelia saat melihat Nobel mengenakan mantel tebal berlapis-lapis diseluruh tubuhnya.

"Tentu saja, apa ini agak menarik perhatian ?" sahut Nobel.

"Mungkin bagi vampir sepertimu penampilan tertutup itu hal biasa saja, tapi bagi manusia akan terlihat konyol",ucap Cornelia.

Kata-kata Cornelia langsung menghujam dalam ke dada Nobel, kejantanan yang selama ini dia perlihatkan serta dibanggakan olehnya mendadak sirna.

Atributnya sebagai seorang vampir terkuat tentu saja tertampar cukup keras oleh kata-kata Cornelia.

"Kuharap aku dapat terus bertahan normal sebagai manusia...", gumam Nobel sembari menunduk dalam.

Keduanya terus berjalan pergi menuju ke arah luar rumah.

Sebuah payung berwarna hitam tengah menaungi langkah kaki mereka berdua saat melangkah keluar dari rumah baru milik Lakas.

Tidak seperti klan vampir yang lainnya, Nobel lebih memilih hidup sederhana tanpa bergelimang harta kekayaan. Tapi bukan berarti dia miskin dan tidak memiliki kekuatan untuk menjadi kaya raya seperti vampir-vampir darah murni yang dikelilingi oleh kemewahan.

Hanya saja itu adalah pilihan Lakas saat memilih Nobel untuk menjadi tangan kanan kepercayaannya selama mendampingi dirinya.

Nobel lebih memuliakan Lakas dari harta kekayaan apapun yang ada didunia ini ketimbang dirinya sendiri. Dan hal itulah yang menjadi alasan terkuat Lakas memilih Nobel sebagai satu-satunya pendamping vampir yang paling terpercaya.

Episodes
1 Bab 1 Lakas
2 Bab 2 Cornelia
3 Bab 3 Tersentuh
4 Bab 4 Hilangnya Lakas
5 Bab 5 Kaisar Vampir
6 Bab 6 Darah Milik Cornelia
7 Bab 7 Kerinduan Dihati Gadis Kecil
8 Bab 8 Kesan Pertama Dari Nobel
9 Bab 9 Bukan Hal Penting Tapi Menyesakkan
10 Bab 10 Kerinduan Yang Tersimpan
11 Bab 11 Siksaan Berat
12 Bab 12 Gadis Itu Tumbuh Remaja
13 Bab 13 Hadiah Ulang Tahun
14 Bab 14 Pertemuan Itu
15 Bab 15 Miliki Aku Malam Ini
16 Bab 16 Ucapan Di Pagi Hari
17 Bab 17 Kau Sudah Mengerti
18 Bab 18 Aku Mencintainya
19 Bab 19 Munculnya Pangeran Yosua
20 Bab 20 Arti Kejujuran Vampir
21 Bab 21 Festival Bulan Purnama
22 Bab 22 Tragedi Terjadi Di Festival
23 Bab 23 Menghapus Ingatan
24 Bab 24 Kejadian Ditaman Sekolah
25 Bab 25 Kabar Untuk Kaisar Vampir
26 Bab 26 Yosua Yang Marah
27 Bab 27 Serum Anti Vampir
28 Bab 28 Bangkit Dari Kubur
29 Bab 29 Berita Tersebarkan
30 Bab 30 Mengintai
31 Bab 31 Target Selanjutnya
32 Bab 32 Berhasilnya Misi
33 Bab 33 Bahaya Datang
34 Bab 34 Jejak Tertinggal
35 Bab 35 Insting Lakas Bekerja
36 Bab 36 Datangnya Kelima Utusan
37 Bab 37 Bepergian Melalui Peti Mati
38 Bab 38 Tertangkap
39 Bab 39 Waktu Yang Terasa Singkat
40 Bab 40 Aroma Sangit
41 Bab 41 Sebuah Pilihan
42 Bab 42 Hukuman Bagi Sang Pangeran
43 Bab 43 Ke Istana Kaisar Vampir
44 Bab 44 Apapun Yang Terjadi
45 Bab 45 Trisula Pelindung
46 Bab 46 Apa Yang Harus Kulakukan
47 Bab 47 Kau Adalah Jiwaku
Episodes

Updated 47 Episodes

1
Bab 1 Lakas
2
Bab 2 Cornelia
3
Bab 3 Tersentuh
4
Bab 4 Hilangnya Lakas
5
Bab 5 Kaisar Vampir
6
Bab 6 Darah Milik Cornelia
7
Bab 7 Kerinduan Dihati Gadis Kecil
8
Bab 8 Kesan Pertama Dari Nobel
9
Bab 9 Bukan Hal Penting Tapi Menyesakkan
10
Bab 10 Kerinduan Yang Tersimpan
11
Bab 11 Siksaan Berat
12
Bab 12 Gadis Itu Tumbuh Remaja
13
Bab 13 Hadiah Ulang Tahun
14
Bab 14 Pertemuan Itu
15
Bab 15 Miliki Aku Malam Ini
16
Bab 16 Ucapan Di Pagi Hari
17
Bab 17 Kau Sudah Mengerti
18
Bab 18 Aku Mencintainya
19
Bab 19 Munculnya Pangeran Yosua
20
Bab 20 Arti Kejujuran Vampir
21
Bab 21 Festival Bulan Purnama
22
Bab 22 Tragedi Terjadi Di Festival
23
Bab 23 Menghapus Ingatan
24
Bab 24 Kejadian Ditaman Sekolah
25
Bab 25 Kabar Untuk Kaisar Vampir
26
Bab 26 Yosua Yang Marah
27
Bab 27 Serum Anti Vampir
28
Bab 28 Bangkit Dari Kubur
29
Bab 29 Berita Tersebarkan
30
Bab 30 Mengintai
31
Bab 31 Target Selanjutnya
32
Bab 32 Berhasilnya Misi
33
Bab 33 Bahaya Datang
34
Bab 34 Jejak Tertinggal
35
Bab 35 Insting Lakas Bekerja
36
Bab 36 Datangnya Kelima Utusan
37
Bab 37 Bepergian Melalui Peti Mati
38
Bab 38 Tertangkap
39
Bab 39 Waktu Yang Terasa Singkat
40
Bab 40 Aroma Sangit
41
Bab 41 Sebuah Pilihan
42
Bab 42 Hukuman Bagi Sang Pangeran
43
Bab 43 Ke Istana Kaisar Vampir
44
Bab 44 Apapun Yang Terjadi
45
Bab 45 Trisula Pelindung
46
Bab 46 Apa Yang Harus Kulakukan
47
Bab 47 Kau Adalah Jiwaku

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!