Banyak sorot mata aneh yang Zahra dapatkan. Banyak yang menatapnya sinis, mengejek atau bahkan enggan untuk menatapnya. Zahra hanya bersikap acuh berusaha menghiraukan tatapan-tatapan itu. Zahra bingung ada apa dengan pemuda yang menjawab salamnya, hingga mampu membuat sorot mata teman-teman kelasnya berubah.
Bu Tini mendesah berat. "Kenapa hanya Verrel yang menjawab?" bentak Bu Tini.
Siswa-siswi bergidik ngeri dan membalas salam tersebut serentak. "Wa'alaikumsalam," jawab semua siswa-siswi kompak dengan nada yang terdengar malas.
Bu Tini menoleh ke arah Zahra dengan tatapan tak setajam tadi. Bu Tini merasa tidak enak hati karena anak Walinya tidak memperlakukan Zahra dengan baik. Karena biasanya jika kelas ini kedatangan siswa atau siswi baru, kelas akan riuh seperti kedatangan oppa-oppa korea, tidak hening seperti ini.
Daniel yang melihat perubahan ekspresi Bu Tini pun bersuara. "Sama kita aja ganas, eh sama murid baru tuh jinak," celetuk Daniel tanpa sadar.
Deon yang mendengarnya refleks mengambil buku di depannya dan berpura-pura membaca dengan raut datarnya.
Sedangkan, semua teman-temannya hanya memutar bola mata malas, tak berniat mendengarkan ocehan unfaedah dari seorang Daniel Putra Brasmata.
Daniel dan Deon memang berasal dari keluarga terpandang. Tapi, hal itu tidak menjadikannya seseorang yang angkuh dan enggan untuk bergaul dengan orang kalangan bawah. Menurut mereka semuanya sama. Sama-sama manusia, mau kaya atau miskin pokoknya manusia. Mereka akan bersikap ramah ~ujar Daniel dan Deon.
Tak peduli berbagai sorot mata yang memandangnya aneh. Zahra menarik nafas dalam-dalam untuk memperkenalkan dirinya.
"Nama saya Annisa Az-Zahra, kalian bisa panggil saya Zahra, saya pindahan dari SMA ANTARIKSA "
Krikk!
Krikk!
Lagi dan lagi, tak ada yang memperdulikan atau seenggaknya tersenyum untuk awal pertemanan yang baik.
Melihat kecanggungan di kelasnya ini karena kedatangan siswi baru, Daniel berniat mencairkan suasana.
"Hai Zahra," seru Daniel dengan kedipan genitnya yang di balas senyum tipis oleh Zahra.
Zahra kembali bernafas lega, setidaknya siswa yang tak di kenalnya itu berhasil mencairkan kegugupan yang melingkupi dirinya.
"HUUH! ...," teriak semua penghuni kelas. Bahkan ada yang melempar kertas ke arah Daniel.
"Huuuh ...," timpal Deon di ikuti jitakan yang cukup keras.
"Wadaww ... sakit ****'," keluh Daniel karena jitakan Deon yang cukup keras.
"Hehehe sorry Niel. Kelepasan," jelas Deon tanpa dosa memperlihatkan deretan giginya yang tersusun rapi.
"Kelepasan sih kelepasan," ketus Daniel.
"Lagian lo sih udah tua juga masih aja genit," hina Deon, mengabaikan Daniel yang melotot kearahnya.
"Siapa yang tua?" gertak Daniel dengan suara bass-nya.
"DANIEL DEON!!" Suara cempreng milik Bu Tini terdengar lagi.
Bu Tini mengalihkan pandangannya, menatap Zahra yang sedang berdiri di dekatnya.
"Zahra kamu duduk di sana," tunjuk Ibu Tini yang langsung di balas anggukan patuh oleh Zahra.
Bangku yang di tunjuk ibu Tini adalah bangku kosong sebelah kanan dekat jendela yang mengarah ke taman belakang sekolah.
Zahra melangkah dengan kepala yang sedikit tertunduk, ia sempat melirik salah satu siswa yang berada di samping bangkunya. Siswa yang menjawab salamnya walaupun dengan nada malas tapi setidaknya membuat Zahra bernafas lega.
Zahra sekarang sudah duduk di bangkunya, di samping kanannya terlihat seorang gadis cantik yang menatap keluar jendela. Menatap taman belakang sekolah yang sepi.
Zahra memberanikan dirinya untuk berkenalan dengan teman sebangkunya itu. Mau di tolak atau pun tidak itu urusan nanti, yang penting Zahra sudah mencobanya.
"Hai, nama aku Zahra nama kamu siapa?" sapa Zahra sedikit gugup dengan mengulurkan tangannya sebagai tanda perkenalan tak lupa dengan senyum tipisnya.
Gadis itu melirik sekilas kearahnya, setelah itu kembali memandang keluar ke taman belakang sekolah yang nampak sepi. "Audy," jawabnya cuek.
Audy tak membalas uluran tangan Zahra membuat Zahra menariknya kembali. Zahra mengamati teman sebangkunya itu cantik itulah kata yang cocok untuk seorang Audy.
"Murid baru kok terlambat," imbuh Audy dengan seringai horornya.
Zahra yang mendengar pernyataan itu hanya dapat menghela nafas berat. Toh! Yang di katakan Audy benar.
"Berprasangka lah baik kepada saudara mu maka engkau akan mendapati ketenangan dalam hatimu dan kebahagiaan."
"Berprasangka baik? Maksud kak Rai apasih!" batin Zahra bingung.
Itulah kalimat motivasi yang di ucapkan Raihan pagi ini. Zahra merasa bingung akan pesan tersirat di kalimat motivasi itu.
Tak ingin larut dalam lamunannya, Zahra memfokuskan dirinya untuk mendengar penjelasan-penjelasan yang di lontarkan Bu Tini. Wlaupun sepenuhnya Zahra sama sekali tidak mengerti.
KRING! KRING!
Bel yang di tunggu-tunggu semua penghuni sekolah pun berbunyi, yang spontan membuat seisi kelas XI IPA 2 mengucap syukur. Semua penghuni kelas bergegas membereskan buku-buku yang berserakan di atas meja.
"Baik, anak-anak sampai di sini pelajaran kita hari ini Assalam ..." Belum sempat ibu Tini menyelesaikan kalimatnya, Daniel memotongnya dengan cepat.
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh ...," potong Daniel dengan lancang.
Penghuni kelas yang sibuk membereskan buku-bukunya itu melirik ke arah Daniel dengan sumpah serapah yang siap di lontarkan.
Berbeda dengan Zahra yang terkekeh geli melihat tingkah konyol temannya yang ia tak tahu namanya.
Ibu Tini menatap Daniel dengan tatapan tajamnya yang di balas dengan eksperesi sok polos Daniel. Ingat yah SOK POLOS!
"Kenapa Bu?" ucap Daniel dengan tatapan polosnya.
Bu Tini menarik nafas gusar dan menggelengkan kepalanya miris, melihat tingkah salah satu siswanya yang tak pernah bosan membuat ulah.
Bu Tini mulai melangkahkan kakinya keluar membuat semua penghuni kelas menarik nafas lega. Selanjutnya, mereka melotot ke arah Daniel karena hampir saja mereka ikut terkena imbasnya jika Bu Tini sudah memulai ceramahnya lagi.
"Huuuuuuh ...," jerit seisi kelas kompak saat Bu Tini sudah tak terlihat.
"Apa luh ...," balas Daniel dengan mimik muka yang minta untuk di hajar.
Deon yang melihat kelakuan sahabatnya hanya menggeleng kan kepalanya kekanan dan ke kiri seraya mengucap Astaghfirullah (bisa bayangin kan?)
Verrel meletakkan bukunya dengan kesal, melirik ke teman-teman kelasnya yang satu persatu mulai meninggalkan kelas.
Zahra kebingungan karena setelah Ibu Tini keluar, 30 detik setelahnya Audy pun ikut keluar tanpa berniat mengajak Zahra kekantin. Jangankan mengajak, menoleh ke arah Zahra saja rasanya malas menurutnya.
"Ngantin nggak yah?" batin Zahra bertanya.
"Ra, lo napa nggak ke kantin ?" tanya Daniel menatap ke sekeliling kelas yang sepi hanya terdapat dirinya, dua orang sahabatnya dan satu gadis yang terlihat linglung.
"Enggak kok, eh nama kamu siapa?" tanya Zahra dengan percaya diri menanyakan nama pemuda itu.
"Biar gue aja," seru Deon saat Daniel ingin menjawab pertanyaan Zahra.
"Kenalin nama gue Deon Denandhra sang pewaris tunggal dari keluarga Denandhra. Pemilik Denandhra company," tutur Deon dengan ramahnya yang terkesan jijik oleh kedua sahabatnya.
Daniel meringis mendengar nada ramah Deon, tak tinggal diam Daniel pun memperkenalkan dirinya.
"Kalo gue Daniel Putra Bramasta, siswa tertampan, terbaik, teramah, terpopuler, tersayang, terpintar, dan ter-ter lainnya di sekolah ini," serunya heboh dengan membangga-banggakan dirinya.
Deon cengo mendengar penuturan Daniel, Daniel dan Deon memandang ke arah Verrel yang tak berniat bergabung dengan sesi perkenalannya dengan Zahra.
"Rel ... kenalin diri lo," suruh Deon.
"Ogah!" balas Verrel dingin.
"Ok dia adalah Verrel Aryanka Radeya," seru Deon singkat menunjuk Verrel dengan dagunya.
Zahra sendiri merasa gugup setelah mendengar nama-nama ketiga pemuda di depannya yang menyandang nama keluarga mereka masing-masing. Dan Zahra yakin, mereka bertiga bukan orang sembarang. Zahra harus hati-hati.
Zahra beranjak dari duduknya. Tap, sebelum Zahra melangkahkan kakinya menjauh Zahra sempat melirik ke arah Verrel yang membereskan buku-bukunya.
Tanpa disengaja, ternyata Verrel juga tertarik melirik ke arahnya membuat kelereng beda warna saling bertubrukan. Tapi hanya berlangsung beberapa detik saja.
"Zina mata Ra, zina mata!!" cicit Zahra, menghentikan kontak mata di antara mereka dengan menggelengkan kepalanya.
Suaranya pelan tapi masih bisa didengar oleh Verrel. Verrel masih setia dengan ekspresi datarnya dan kemudian mengangkat alisnya sebelah melihat tingkah aneh gadis di hadapannya.
"Nih anak ngapain geleng-geleng?" batin Verrel bingung. "Bukannya tadi dia yang membantu nenek itu nyebrang," imbuhnya lagi tersadar akan peristiwa tadi pagi.
Daniel dan Deon yang masih ada di TKP mengerutkan keningnya bingung.
"Ngapa lu, Ra?" seru Daniel dengan mimik wajah heran.
"Hah?" Zahra yang sempat melamun kembali menstabilkan mimik wajahnya.
"Hah ohh haah ohh, jadi nggak lu ke kantin?" tutur Daniel.
Zahra mengganguk.
"Sungguh besar pesonamu Bang Verrel, Hahahaha," celutuk Deon yang di akhiri tawa.
Verrel yang mendengar ocehan kedua sahabatnya enggan untuk menanggapi dan memilih untuk membereskan buku yang berserakan di mejanya.
Verrel? Verrel dan 2 sahabatnya itu merupakan Most Wanted SMA TARUNA BAKTI. Mereka bertiga tidak dapat di keluarkan dari sekolah ini, walaupun seberapa sering mereka membuat ulah dan membuat guru-guru frustasi di karenakan mereka berasal dari keluarga terpandang.
Verrel Aryanka Radeya anak dari pemilik sekolah ini. Dengan kedua sahabatnya, Daniel Putra Bramasta Berasal dari keluarga Bramasta dan Deon Denandhra berasal dari keluarga Denandhra
Verrel, Daniel dan Deon memasuki kelas dan mengikuti pelajaran bukan karena keinginan mereka. Melainkan paksaan dari wali kelas mereka. Merasa kasian, mereka bertiga pun mengikuti keinginan Bu Tini selaku wali kelas mereka.
####
Zahra menyusuri koridor yang nampak ramai karena jam istirahat. Selama perjalanan menuju kantin Zahra lah yang menjadi pusat perhatian, bagaimana tidak! di antara semua siswi-siswi sekolah ini, ia adalah satu-satunya siswi yang mengenakan hijab kesekolah. Mungkin tatapan aneh lah yang paling banyak Zahra dapatkan.
"Eh, itu siapa? Kok gue baru liat yah?"
"Murid baru kali, nyasar dari mana tuh orang."
Semua siswi-siswi di sekolah ini menggerai indah rambutnya, seragam sekolah pendek dan rok ketat selutut atau bahkan ada yang lebih pendek dari itu.
Zahra berjalan dengan kepala menunduk, tetapi dengan langkah kaki yang cepat karena merasa jengah dengan tatapan-tatapan yang dilemparkan.
Zahra merasa ingin segera ke kantin, makan. Setelah itu belajar dan pulang, karena ia merasa lebih baik di rumah sendirian daripada di tengah keramaian yang tak mengharapkan kehadirannya.
Hingga langkah Zahra terhenti dan hampir saja terhuyung kebelakang. Saat Zahra merasakan dirinya menabrak seseorang.
"Astagfirullah ... maaf," lirih Zahra gugup, badannya gemetaran tak punya nyali untuk menatap seseorang yang di tabraknya.
"Bicara dengan siapa?" ujar pemuda itu dengan nada ramahnya
"Hah?" beo Zahra, bingung.
"Gue di sini ngapain lo ngadep bawah?" jawab pemuda itu dengan mengerutkan keningnya.
"Eh maaf, " ujar Zahra menatap pemuda tinggi di depannya.
"Lebih baik ngadep bawah dari pada ngadep atas," gumam Zahra dalam hati.
Pantas saja Zahra merasa menghadap ke atas, toh? Tinggi Zahra hanya sebatas dada pemuda itu.
Zahra memundurkan langkahnya menjaga jarak dengan pemuda di depannya.
"Nama gue Farhan. Farhan Zafran Radeya," ujar Farhan dengan senyum ramahnya.
Zahra bernafas lega karena orang yang di tabraknya di luar dugaan. Zahra kira akan menjadi bahan bully-an lagi seperti sekolah lamanya, tapi ini tidak. Bahkan, Farhan tersenyum ramah dan tidak marah sedikit pun.
"Nama aku Annisa Az-Zahra bisa di panggil Zahra, Nisa juga nggak apa-apa kok," terang Zahra dengan senyum tipisnya dan menempelkan kedua telapak tangannya di depan dada.
Farhan menarik uluran tangannya kembali, menunduk menatap Zahra dengan intens. Merasa asing di penglihatannya Farhan pun memberanikan diri untuk bertanya.
"Lo murid baru itu yah?"
"Iya," jawab Zahra kikuk.
"Farhan kenal ama cewek itu?"
"Nggak mungkinlah dia kan anak baru di sini."
"Kecentilan banget sih nabrak-nabrak Farhan segala."
"Kecentilan? Helloww Zahra nggak kecentilan, nabraknya nggak sengaja juga," cibir Zahra membatin.
Zahra merasa risih akan keadaan yang sekarang. Bukan karena adanya Farhan di hadapannya, tapi karena cibiran- cibiran yang di lontarkan oleh siswi-siswi yang melihat adegan tabrakan tanpa sengaja itu.
Bahkan Zahra bingung begitu terkenalnya kah pemuda di depannya ini? Hingga mampu membuat siswi-siswi di sepanjang koridor berhenti dan beralih menatapnya.
"Lo nggak usah dengerin mereka, mereka emang kek gitu. Santai aja," ujar Farhan.
Zahra mengangguk.
"Ra, lo pindahan dari sekolah mana?" tanyanya basa-basi.
"SMA ANTARIKSA, kamu udah kelas berapa?" tanya Zahra, ia ingin mengetahui kelas Farhan. Bukan untuk basa-basi, hanya saja Zahra tidak ingin jika mengetahui bahwa Farhan adalah kakak kelasnya sedangkan ia tidak memanggil Farhan dengan embel-embel Kak
"12 IPA 1."
Zahra mengangguk.
"Maaf. Saya duluan," pamit Zahra sebelum melanjutkan langkahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Rizky
di daerah ku malah semua anak sekolahan klo muslim Alhamdulillah sudah berhijab 🤗🤗🤗
2021-09-14
0
Anays
lol
2021-05-14
0
Dina Dini
:)
2021-05-13
0