''Gue nggak salah dengar?" beo Verrel.
"Enggak!" jawab Zahra mantap.
"Lo lapar apa mau meras gue?" tanya Verrel angkuh.
"Lapar," pekik Zahra dengan polosnya.
Verrel memutar bola matanya jengah akan tingkah gadis di depannya. Verrel berjalan mendahului Zahra membuat Zahra bingung.
"Mau kemana?" tanya Zahra bingung.
"Lo nggk bakalan dapat makanan hanya dengan berdiri di situ," jawab Verrel dengan nada angkuh mode on.
Setelah Verrel mengucapkan itu, Zahra mengikuti Verrel dari belakang layaknya anak kecil yang mengikuti kakaknya karena menginginkan sesuatu. memang benar, Zahra mengikuti Verrel karena ingin di traktir kan.
Verrel berhenti di depan stand bakso, siswa-siswi yang semulanya membuat kerumunan mendadak minggir karena kedatangan salah satu most wanted sekolah mereka. Zahra yang berdiri di belakang Verrel mengerutkan keningnya bingung, akan sikap penghuni kantin ini. Seolah-olah mereka tidak mau berurusan dengan Verrel.
"Antri," bisik Zahra.
Verrel menghiraukan ucapan Zahra, dan tetap berjalan. Toh! Anak-anak yang lain juga pada minggir.
Setelah memesan bakso, Verrel beralih ke stand selanjutnya. Dan langsung membayarnya tanpa basa-basi terlebih dahulu.
Verrel yang penasaran mengapa gadis sekecil Zahra mampu memakan makanan sebanyak ini pun membalikkan badannya dan menunduk melihat wajah polos Zahra.
"Badan lo kecil tapi kok ...," cicit Verrel.
"Mumpung di traktir hehehe," jawab Zahra cengengesan setelah susah payah menelan salivanya.
Verrel yang mendengar jawaban Zahra hanya mengangkat bahunya acuh dan berjalan meninggalkan Zahra. Verrel berjalan keluar kantin mengabaikan teriakan Daniel dan Deon yang masih menikmati makanan mereka.
Zahra bernafas lega karena pemuda itu telah meninggalkannya. Rasanya Zahra tidak ingin lagi berurusan dengan pemuda kurang ekspresi seperti Verrel.
Zahra celingak-celinguk mencari bangku yang tepat untuk memakan makanannya. Zahra ingin memakan makanan dengan khidmat tanpa mendengar sindiran-sindiran halus yang dapat menurunkan seleranya. Walaupun, jam istirahat sebentar lagi berakhir, kantin masih juga ramai tapi tak seramai tadi.
"Audy," gumam Zahra.
Audy tengah duduk sendirian dengan segelas jus jeruk di depannya. Audy duduk di bangku kantin paling ujung jauh dari penghuni kantin yang lain. Zahra menarik nafasnya pelan, kemudian menghembuskannya berharap Audy tidak akan marah jika ia menghampirinya.
Setelah Zahra duduk di bangku dekat Audy. Zahra pun memberanikan diri untuk memanggil gadis di sampingnya.
"Audy ...," seru Zahra.
"Hm," balas Audy, cuek.
"Audy, kamu juga di traktir sama cowok itu?" tanya Zahra sambil mengaduk-aduk semangkuk bakso di hadapannya.
Audy yang tidak mengerti dimana arah pembicaraan Zahra pun berkerut bingung. "Maksud lo?"
"Enggak apa-apa kok hehehe," jawab Zahra dengan terkekeh garing di akhir kalimatnya.
Merasa obrolannya dengan Audy tidak penting dan jam istirahat akan segera berakhir, Zahra pun bersiap-siap memakan makanan di hadapannya.
Sedangkan, Audy mengerutkan kenin nya bingung kenapa gadis di sampingnya ini membawa makanan begitu banyak.
Apa dia akan memakan makanan sebanyak itu?
Audy tetap menatap Zahra dengan tatapan bingung, sedangkan yang di tatap malah makan dengan khidmat-nya.
"Tidak ada percak percik pencitraan dalam dirinya," gumam Audy dalam hati.
Seketika Audy merasakan sakit yang sudah lama di kuburnya. Audy merasa merindukan seseorang yang entah kapan kembalinya. Audy menepis pikiran itu jauh-jauh tidak ingin larut dalam masa lalu.
Zahra yang baru menyadari bahwa Audy menatapnya sedari tadi menghentikan aksi makannya dan menatap Audy sekilas.
"Kenapa?" tanya Zahra dengan tatapan polosnya.
"Badan lo kecil tapi kok ... " Audy memutar bola matanya acuh dan kembali fokus dengan es jeruk di depannya.
Pandangannya menerawang jauh kedepan s
Sesekali Audy menyeruput es jeruk dengan tatapan kosong ke depan, pancaran mata tajamnya kini perlahan sendu.
"Gue rindu lo, Rin," gumam Audy lirih dan tanpa aba-aba setetes air mata turun tanpa perintahnya. Audy menghapus kasar air matanya dan meninggalkan Zahra yang menatapnya dengan tatapan bingung.
Bahkan, Zahra sendiri tidak tahu apa yang menyebabkan Audy menangis seperti itu.
Dan Zahra entah darimana ia pun merasakan sakitnya. Tak tega melihat Audy yang seperti itu, Zahra pun bangkit dan berlari menyusul Audy meninggalkan makanannya. Bahkan, sebotol air mineral yang masih utuh pun tertinggal olehnya.
Audy kenapa?
Zahra berlari keluar kantin dengan nafas tak beraturan. Pandangannya menyusuri semua koridor sekolah dan lapangan tapi tak kunjung menemukan titik terang letak orang yang di carinya.
Merasa bingung ingin mencari kemana, Zahra pun bergegas menuju kelasnya. Tapi, langkahnya terhenti saat tak sengaja indra pendengarannya mendegar pekikan gadis yang iya yakini itu adalah --- Audy.
Zahra pun berlari ke taman belakang sekolah yang sepi. Zahra yakin suara itu berasal dari sana. Entah itu Audy atau bukan Zahra bersikeras ingin mengetahuinya.
"Lo nggak ngerti ...," lirih gadis itu.
Pemuda di depannya memegang bahu Audy untuk menenangkannya. "Dy ... Gue ngerti gue tau apa yang lo rasain dan lo udah seharusnya lupain itu. Itu masa lalu 1 tahun yang lalu ..." Pemuda itu tersenyum hambar menatap gadis di depannya yang terisak-isak
"Tapi gue bukan lo yang bisa ngelupain hal itu dengan mudah hanya dengan adanya orang baru di kehidupan lo ..." sarkas Audy dengan seringai tajamnya dan menghempaskan tangan pemuda itu dengan kasar.
"Maksud lo?" tukas pemuda itu tidak mengerti.
Sedangkan yang di tatap hanya terkekeh dengan air mata yang terus mengalir di pipi mulusnya.
"Lo ngerti maksud gue ...," desis Audy.
"Lo nggak ngerti apapun dy," sanggah pemuda itu dengan ekspresi datar dan memalingkan wajahnya ke arah lain.
Perdebatan di antara keduanya terhenti kala seorang gadis berlari dengan nafas ngos-ngosan ke arah mereka.
Zahra sampai di tempat itu dengan keadaan nafas terengah. Zahra merasa sangat lancang karena telah mencampuri urusan Audy yang bahkan tidak mau berteman dengannya. Tapi, rasa peduli dalam diri Zahra timbul begitu saja.
"AUDY ...," pekik Zahra yang baru saja sampai dan melihat Audy sedang adu mulut dengan seorang pemuda.
Audy membalikkan badannya dan terkejut kala mengetahui Zahra yang memanggilnya. "Zahra ...," sahut Audy, terkejut.
"Audy kamu enggak kenapa-napa kan?" tanya Zahra khawatir.
Audy yang terkejut akan kedatangan Zahra pun mengerutkan keningnya bingung. Audy menatap mata Zahra yang memancarkan ke-khawatiran, saat itu juga Audy menemukan ketulusan di mata Zahra.
Tanpa menunggu lama lagi Audy langsung memeluk Zahra. Sedangkan, Zahra yang di peluk masih shock akan perubahan sikap Audy tapi tetap membalas pelukannya.
"Diaa, dia ngapain kamu? Kamu nggak di pukulkan sama diaa?" seru Zahra setelah melepas pelukannya dengan Audy.
Zahra memajukan tubuhnya dan menyembunyikan Audy di belakang punggungnya. Berniat melindungi Audy.
Zahra menunjuk pemuda di depannya dengan jari telunjuk dan tatapan tajam serta raut wajah kesal yang di buatnya semengerikan mungkin.
Sedangkan yang di tunjuk malah memutar bola mata malas dan meninggalkan dua gadis itu. Pemuda itu berjalan dengan santainya seakan-akan tak pernah terjadi apa-apa.
Zahra melongo melihat pemuda itu pergi begitu saja. Zahra memutar tubuhnya menghadap Audy kemudian menepuk pelan bahu Audy untuk menenangkan gadis itu.
Zahra tidak tau apa yang terjadi dengan Audy. Zahra merasa di tidak berhak ikut campur terlalu dalam dengan urusan Audy, apalagi dengan pemuda itu.
"Audy tenang aja," ujar Zahra dengan tersenyum.
Audy mengangguk.
"Lo tau dari mana gue disini?" tanya Audy. "Lo ngikutin gue?" lanjutnya lagi.
Zahra mengangguk.
"I-ya," jawab Zahra kikuk.
Zahra masih belum bisa menerima perubahan sikap Audy terhadapnya. Sikap Audy yang dingin seperti tadi pagi membuat Zahra berpikir tidak mungkin jika Audy akan baik terhadapnya dalam waktu dekat.
Tapi, Zahra yakin Audy orang yang baik, dan Zahra bertekad akan menjadikan Audy sahabatnya cepat atau lambat.
####
Hari ini, hari yang sangat melelahkan bagi seorang gadis yang menghentakkan kakinya sambil terus berjalan. Tak peduli lagi dengan bisikan-bisikan yang kian mengeras saat gadis itu melewati kerumunan siswi-siswi yang berjalan ke arah parkiran.
Gadis itu ialah Zahra, Zahra mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang. Hari ini ia sangat malas bahkan untuk menunggu angkutan umum sekalipun.
"Assalamu'alaikum ... Kak Rai," salam Zahra setelah memastikan panggilannya d
terhubung.
"Wa'alaikumsalam dek?" sahut suara di seberang sana.
"Kak jemput Zahra," ujar Zahra to the point.
"Maaf dek, tapi kakak sedang sibuk kamu naik angkot aja yah."
"Ya udah," ketus Zahra.
"Ngambek?"
"Dikit."
Tuuutt! tuutt!
Zahra mematikan panggilannya sepihak dan menatap malas ke sekelilingnya. Bukannya ia ingin marah kepada Raihan, hanya saja Zahra berpikir jika bukan ke Raihan kepada siapa lagi? Karena kata Raihan orang tua mereka meninggal karena kecelakaan. Walaupun Zahra tidak sepenuhnya percaya.
Sekarang Zahra tengah duduk sendirian di halte daripada menunggu di depan gerbang sekolahnya yang kosong. Jarak halte dan sekolahnya lumayan menguras tenaga.
10 menit berlalu!
Zahra bangkit dari duduknya dan melihat jalanan di depannya. " Angkot mana coba? Ya Allah Zahra capek tau mau istirahat. Masa iya Zahra jalan!" ngeluh Zahra berbicara sendiri. Mulutnya komat-kamit tak henti-hentinya melafazkan malas, lelah dan hal lainnya.
40 menit berlalu!
Deg!
Perasaan Zahra semakin tidak karuan, tidak biasanya Zahra menunggu angkutan umum sampai selama ini.
Zahra mengecek arloji birunya yang menunjukkan pukul 15.00, dengan keadaan sinar mentari yang terik-teriknya Zahra berniat jalan kaki. Dengan bekal 4 botol minuman yang ada dalam tasnya. Minuman hasil traktir Verrel di jam istirahat itu.
Karena merasa tubuhnya semakin lelah dan ingin segera sampai di rumah, Zahra mulai berjalan meninggalkan halte tersebut. Menyusuri jalanan, padahal jarak rumahnya lumayan jauh dari tempatnya berdiri sekarang.
"Zahra mau minta Kak Rai beliin Zahra motor juga deh, eh kan Zahra nggak bisa naik motor!" monolog Zahra di sepanjang perjalanan. Sesekali berhenti dan meneguk air mineral yang dibawanya. Dan entah sudah berapa kali Zahra menghembuskan nafas lelah.
####
"Dek, ini minum untuk kamu," ujar Zahra sembari menyodorkan sebotol air untuk anak kecil yang tengah duduk di pinggir jalan.
Zahra tersenyum menenangkan dan memilih untuk istirahat sejenakm "Nama kamu siapa?" tanya Zahra setelah mendudukkan dirinya di trotoar dekat anak itu.
"Nama aku Rian kak," jawab anak itu setelah meneguk setengah dari botol minumannya.
Terlihat jelas dari raut wajah Rian bahwa ia sedang kelelahan. Bahkan, lebih lelah dari Zahra yang berjalan dengan jarak yang lumayan jauh.
Zahra mengelus puncak kepala anak itu dan tersenyum tipis. "Orang tua kamu mana?"
Anak itu menggeleng kuat, membuat Zahra mengerutkan keningnya.
"Saya udah nggak punya orang tua kak, dan sekarang saya sama adik saya tinggal di jalanan," lirih Rio.
Deg!
Zahra mematung mendengar jawaban itu. Entah kenapa terbesit rasa kasian dan juga rasa bersyukur dalam dirinya. Kasian karena anak itu juga bernasib sama seperti dirinya, tapi Zahra lebih beruntung karena mempunyai kakak yang luar biasa seperti Raihan dan hal itulah yang harus Zahra syukuri.
Anak itu langsung bangkit dan berlari meninggalkan Zahra begitu saja. Zahra yang melihatnya pun berniat untuk memanggilnya kembali.
"DEK!" teriak Zahra saat melihat Rian mulai berlari menjauh, dan Rian tak mendengar teriakannya. Terpaksa Zahra ikut bangkit dan berniat mengejar, tapi baru saja Zahra ingin lari ...
CIIIITT!
"AAAA ...," jerit Zahra karena kaget dengan kendaraan yang nyaris melayangkan nyawanya.
Motor sport putih itu berhenti tepat di depan Zahra. Mengeluarkan suara nyaring karena harus mengerem mendadak.
"Kalo nyebrang tuh hati-hati, nengok kiri kanan dulu jangan asal nyebrang," hardik pemuda pemilik kendaraan tersebut tanpa melepas helm fullface-nya.
"Maaf," lirih Zahra merasa bersalah.
"Skarang lo minggir," bentak pemuda itu lagi tanpa melepas helm fullface-nya.
Zahra memicingkan matanya. Matanya ingin sekali menembus helm fullface yang di kenakan pemuda itu.
"MINGGIR!!! " sentak pemuda itu, dengan suara yang naik dua oktaf dari sebelumnya.
Zahra tersentak kaget dan langsung mundur beberapa langkah mengelus dadanya yang kian sesak. "Dasar bukannya minta maaf, ini kan bukan sepenuhnya salah aku ini juga salah kamu. Kebut-kebutan di jalan. Emang ini jalan punya nenek moyang kamu?" pekik Zahra
Jangan berpikir bahwa pemuda itu mendengarnya. Tidak! pemuda itu tidak mendengarnya, karena setelah Zahra memundurkan langkahnya pemuda itu kembali menstater motor dan menghilang di pertigaan depan. Meninggalkan Zahra dengan sumpah serapah di mulutnya.
####
Kamar dengan nuansa biru yang di lengkapi beberapa benda di dalamnya dengan warna yang sama, sepertinya Zahra pencinta warna biru.
Zahra merebahkan tubuhnya di atas ranjang berwarna biru miliknya. Sambil mengingat kejadian-kejadian hari pertama di sekolahnya.
Zahra terlihat frustasi hari ini. "Pertama, terlambat. Kedua, ketemu dengan cowok muka datar. Ketiga, ada apa dengan Audy yang tak mau berteman baik dengan ku. Dan jangan lupa ke empat, laki-laki kasar yang nyaris melayangkan nyawaku. " gerutu Zahra dengan kesalnya.
"Ini baru hari pertama. Bagaimana hari kedua, ketiga, dan hari-hari setelahnya," gerutu Zahra sembari memeluk bantal gulingnya.
Zahra mengingat setiap kejadian-kejadian hari pertamanya di sekolah. Entah apa yang terjadi di hari berikutnya. Hari pertama saja sudah membuat Zahra merasa ingin menyerah.
"Dan laki-laki itu siapa dia?" monolog Zahra dengan kesalnya.
"Dia sangat menyebalkan kan."
"Dia bermuka datar ..."
"Ehh! Tapi lumayan baik," monolog Zahra.
Untung saja Raihan belum pulang, jika Raihan melihat Zahra begini sudah di pastikan Raihan akan menggoda membuat tingkat kekesalan Zahra naik sampai ke ubun-ubun.
Zahra terus membayangkan ekspresi-ekspresi Verrel yang di dapatinya hari ini. Hingga Zahra menggeleng cepat sembari melafazkan asma allah, mengingat ucapan Raihan bahwa memikirkan seseorang yang bukan mahram itu termasuk Zina hati dan pikiran.
Dan Zahra tidak menginginkan itu, meski sulit tapi Zahra akan mencobanya karena ia tidak ingin menambah dosanya hanya dengan memikirkan pemuda kurang ekspresi itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
🦖 Aniedaa
Mantul ✨
2021-05-14
0
ᵃⁿⁱᵉ
🍕
2021-05-14
2
bo huat
up
2021-05-12
0