“Hei.. ikut aku.”
Hari berikutnya saat bel istirahat baru saja berbunyi, Juna menarik tangan Airi. Airi yang tampak kebingungan hanya pasrah mengikuti langkah Juna. Di dalam kelas, teman-teman mereka pun pada bergosip.
“Sejak kapan sih mereka dekat ?” Salah satu teman mereka berbisik.
“Gak tau juga.” Jawab temannya yang lain. “Sepertinya bukan dekat, tapi Airi terus saja nempel pada Juna. Kau tau sendiri kan, Airi selalu menolak jika kita ajak pergi ke kantin, ke toilet, pulang bareng. Dia lebih memilih bersama Juna.”
“Aneh gak sih ? Kau tau sendiri kan rumor Juna seperti apa.”
“Iya lah. Masak teman sekelas tak tau. Ngomong-ngomong rumor itu sudah menyebar ke kelas lain.”
“Mengerikan sekali.”
***
“Kenapa kau mengajak ku kesini ? Disini kan sepi.” Airi mengamati tempat Juna membawanya. Celingukan.
Mereka sedang berada di belakang gedung sekolah, dekat perkir sepeda. Tempat dimana Juna setiap hari lewati.
“Justru aku mencari tempat yang sepi.” Juna mulai duduk, menyandarkan punggungnya di tembok gedung sekolah.
"Wah jangan-jangan kau mau melakukan hal buruk padaku ya ?" Airi sontak merangkul tubuhnya sendiri. Curiga.
Juna menyipitkan matanya. "Kapan sih kebodohan mu itu berhenti ?"
"Iya iya.. cuma bercanda~" Airi ikut duduk di samping Juna. “Apa yang mau kau bicarakan ?”
“Gara-gara gelang ini ya ? Kau mengenaliku.”
“Tidak juga sih. Dari awal aku sudah mengenali suaramu ketika berbicara dengan tikus psikopat.”
Juna diam sejenak. “Oh berarti aku harus belajar menirukan suara orang lain.”
“Sampai segitunya ya ?”
“Iya lah bodoh. Kalau identitasku terbongkar, aku jadi tidak leluasa bergerak. Dan kemungkinan terburuknya, Black Shadow akan lenyap.”
“Iya juga ya.” Airi mulai berpikir. “Kalau begitu juga bahaya bagi orang-orang disekitarmu, keluargamu.”
“Itu bukan masalah sih karena memang aku tak punya siapa-siapa. Orang tuaku sudah meninggal.”
“Ah maaf.” Airi menunduk.
“Tak apa. Aku tak terlalu memikirkan hal itu, yang penting aku masih bisa mengganjal perut setiap hari itu saja sudah cukup. Aku tak mau mati kelaparan.”
Airi tertawa. “Kau keren juga ya, bisa mengungkap kebenaran tentang tikus psikopat waktu itu. Bisa membuat dia takut, meskipun waktu itu aku tak dapat melihat, dari suaranya saja terdengar gemetaran.”
“Yah itu semua butuh pengorbanan sih, tapi aku melakukannya karena suka.” Juna meringis, memperlihatkan senyuman mengerikannya. “Melihat si Tikus itu ketakutan membuatku senang.”
Airi tertawa. “Kau sama psikopatnya sama dia.”
“Enak aja.” Juna menghembuskan nafas. “Sejak awal aku sudah bertemu dengannya, waktu itu, disini dia melakukan aksi pertamanya. Menyatakan cinta pada Indy, sayang sekali waktu itu Indy menolaknya dengan alasan dilarang pacaran sama orang tuanya. Detik itu pula aku sadar bahwa dia bukan siswa sekolah ini, dia tak membawa tas, atribut seragamnya masih belum lengkap, dan aku tak pernah melihat wajahnya sebelumnya. Seperti kataku waktu itu.”
“Karena kebiasaan mengamati teman-teman di kelas makanya kau jadi seorang pengamat.” Airi tertawa mengejek. “Terus ?”
“Sejak saat itu aku mulai mencari tau identitas aslinya dengan komputer canggihku. Aku mau sombong nih, di rumah banyak peralatan canggih yang ditinggalkan Ayahku. Ayahku dulunya seorang professor, makanya-“
“Aku tak ingin tau bagian itu.” Potong Airi. "Lanjut.."
Juna mendengus sebal. “Lalu dua hari kemudian aku dengar bahwa Indy hilang. Itu berarti kejadian penculikan Indy dilakukan di hari yang sama saat si tikus psikopat itu menyatakan cinta. Sebenarnya dia diuntungkan dengan perawakannya yang seperti masih SMA dan aku sebal mengatakannya sih, dia juga tampan. Makanya kau langsung menerima pernyataan cinta nya.”
Airi tampak salah tingkah, malu. “T-tidak kok.” Dia tampak mencari alasan. “S-saat itu d-dia tidak memberiku sela, makanya aku langsung menerimanya.”
Juna menyipitkan matanya. “Alasan.”
“Lanjut!!”
“Lalu aku merencanakan untuk membuntutinya. Keberuntungan bagiku saat target selanjutnya adalah dirimu. Aku jadi lebih mudah untuk memergokinya.” Juna tertawa mengejek. “Saat kalian pulang sekolah bareng, aku membuntuti kalian. Kalian juga sempat kencan sebelum si Tikus Psikopat itu mengajakmu ke tempat persembunyiannya. Saat tiba di tempat itu, aku langsung ganti pakaian dengan kostom Blash agar memudahkanku untuk masuk tempat itu. Aku sudah mempersiapkan barang dan alat-alatku di hari sebelumnya."
“Lalu tentang sensor di tubuh si Tikus Psikopat itu ?”
Juna tertawa. “Itu bohong. Aku tak punya alat sensor, eh tidak, aku masih belum membuatnya. Ini masih dalam proses.”
“Kau bohong rupanya, dasar..”
“Kebohongan untuk memojokkan penjahat itu sangat diperlukan. Kuncinya kau harus terlihat meyakinkan.”
Airi manggut-manggut. “Lalu bagaimana bisa polisi menemukan tempat itu ?”
“Nomormu, aku pakai nomormu. Maaf aku tak bilang, aku hack nomormu sebelumnya. Jadinya yang polisi tau kau lah yang menemukan tempat persembunyiannya. Sayang sekali kau mengatakan bahwa Blash lah yang menyelamatkan kalian.”
Airi melotot. “Aku.. melakukan kesalahan. Bagaimana ini… identitasmu akan terbongkar.”
“Tidak kok. Tenang.. aku sudah memanipulasi semuanya.”
“Gimana caranya ?”
“Rahasia.” Juna tertawa. “Lalu saat dia menawanmu, itu diluar perkiraanku. Tapi syukurlah lagi-lagi memojokkan lawan adalah cara yang paling ampuh. Mengatakan hal yang ditakutinya dengan penekanan tiap kata, seolah-olah hal itu akan terjadi.”
“Ngomong-ngomong aku penasaran secanggih apa kostum, peralatan, sepatu, milikmu.”
“Benarkah ?” Wajah Juna tampak antusias. “Kalau kau mau kau bisa membelinya, tentu saja tak murah. Membuatnya juga butuh pengorbanan.”
“Ogah.” Jawab Airi ketus. “Kau memang genius.”
“Kau baru menyadarinya ?”
“Tidak sih.” Airi menatap Juna. “Aku juga genius kok, kita selalu berebut ranking tertinggi. Kalau bukan kau, pastilah aku yang dapat ranking 1.” Airi tertawa mengejek.
“Jelas-jelas kau bodoh. Orang genius mana yang bisa tertipu sama orang yang baru dikenal dengan mudahnya.”
Wajah Airi memerah. “I-itu k-kesalahan.”
“Dasar bodoh.”
“Ternyata dugaan ku benar.” Airi tersenyum. “Kau itu memang baik. Hanya saja gara-gara rumor itu, nama baikmu tercoreng. Tapi mengenai rumor itu, aku percaya padamu kok. Aku percaya kau melakukannya karna suatu alasan.”
“Aku tak butuh kepercayaanmu. Cukup mengungkap kebenaran saja yang bisa memuaskanku.”
Airi cemberut.
“Setelah penjelasan yang panjang lebar tadi, aku punya tujuan lo. Aku tak sembarangan beri trik dan penjelasan, semua itu ada tujuannya.”
“Apa tujuannya ?”
“Setelah mengetahui semua itu, apa kau masih ingin jadi muridku ?”
Airi terdiam sejenak kemudian mengangguk mantap. “Tentu saja. Ini sudah kupikirkan matang-matang dan aku juga punya tujuan tersendiri dengan menjadi muridmu.”
“Baiklah, aku tak peduli dengan tujuanmu itu, yang terpenting sekarang apa kau sudah siap dengan tugas pertama yang akan kuberikan ?”
Airi mengangguk mantap lagi. “Aku siap.”
“Oke. Karena masih pertama, aku akan kasih tugas yang paling mudah.” Juna berdehem. “Tugas pertamamu adalah mengungkap identitas si peneror ( eps 1 ). Bagaimana caramu melakukannya ?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Putri Handayani
semangat kakak
2022-01-09
1