Setelah beberapa jam menghabiskan waktu kami jalan-jalan dan beli makan di mall ini kini saatnya kami pulang ke apartemennya.
"Bagaimana kalau kamu nginep baby?" Ucapnya ketika kami tiba di parkiran dekat motorku.
Padahal rencanaku tidak masuk ke apartemen nya langsung mau pulang saja. Tapi mendengar ajakan Devan untuk yang kesekian kalinya bikin aku berpikir lagi. Dia memang sering sekali meminta aku untuk menginap tapi aku selalu menolak.
"Nanti aku bantu ngerjain tugasnya, kamu bisa pakai laptop ku dulu. Kan masih hari senin dateline nya, besok bisa disalin lagi. " Dia seperti tahu alasanku mau cepat pulang, untuk mengerjakan tugas.
"Mmm... "
"Ayolah, babys. "
Melihat dia memasang wajah memelas seperti anak kecil membuat ku tidak tega.
"Tapi... Jangan aneh-aneh. " Maksudnya memang sebenarnya aku takut dia berbuat yang diluar batas ketika kami berduaan semalaman.
"Oke, janji. " Dia langsung tersenyum senang.
Aku sebenarnya ragu, super ragu menginap di rumah laki-laki seperti ini. Apalagi kalau ketahuan orang tua ku, bisa di jadikan rendang aku sama mereka. Tapi ya sudahlah, selagi aku bisa jaga diri sepertinya tidak masalah.
Ketika masuk apartemen, aku bingung semua makanan tadi sudah bersih hanya tinggal tempatnya saja. Siapa yang makan dan mencucinya coba? Aku memegangi kotak-kotak makan ini yang tertata rapi di meja makan yang bersih.
"Tadi ada mbak tukang bersih-bersih, sepertinya di cuci sekalian sama dia. " Devan tahu kalau aku merasa janggal akan hal ini.
Ohhh ternyata begitu. Padahal makanan tadi itu aku tutup dan tidak terlihat itu harus dibersihkan. Kan makanan baru juga, sedikit aneh.
Tapi aku berpikir positif sajalah, aku abaikan ke janggalan itu.
Setelah itu aku mengerjakan tugas, Devan juga membantu kalau aku kesulitan.
Saat tiba makan malam kami memesan makanan dari luar, sambil nonton siaran tv secara acak. Hingga kantuk akhirnya datang menimpa ku.
"Sudah ngantuk? Ayo tidur di kamar." Sarannya, mengusap kepalaku. Memang sejak tadi kepalaku ini aku taruh di dadanya, sambil nyender.
Aku hampir lupa, apartemen ini hanya ada satu kamar. Dan tidak mungkin aku tidur dengannya.
"Kamu nggak apa-apa tidur di sofa?" aku menegakan badanku, melihat wajahnya.
Dia tertawa kencang.
"Ya nggak lah sayang, kita bisa tidur di kamar berdua. Kita kan pacaran, ngapain harus tidur terpisah. " Jawab nya enteng banget, padahal aku melotot.
Kan baru pacaran njir?
Dia lalu menggandeng tangan ku menuntun ku menuju kamarnya. Aku mau protes tapi tidak bisa, karena aku tidak mau bertengkar malam ini. Lagian aku ngantuk banget soalnya.
Terpaksa aku mengikutinya masuk ke dalam kamar.
Tempat tidurnya besar untuk berdua, okelah tidak masalah.
Begitu aku naik ke atas tempat tidur, Devan lalu ikutan juga dan langsung bibir kami bertemu. Dia mencium ku dengan lembut tapi menuntut.
"Baby, bagaimana kalau kita lakukan sekarang? " Bisiknya tepat di telinga ku.
Aku langsung melotot dan mendorongnya. Aku bukan lah gadis naif yang tidak tahu maksud laki-laki ini. Dia memang sering mengajakku untuk melakukan itu. Tapi aku selalu menolak karena aku belum siap. Laki-laki ini tidak bisa membuat ku yakin dan menyerahkan diri ku padanya. Memang kami saling mencintai tapi entah kenapa aku tidak bisa. Mungkin belum saatnya sekarang, mungkin nanti.
"Sampai kapan, baby? Aku mencintaimu, begitu juga sebaliknya." Rengeknya terdengar kecewa.
"Entahlah, tapi please jangan sekarang. " Aku merebahkan diri menyelimuti tubuhku dan embelakangi dia.
Tentu saja dia tak pantang menyerah, tetap merayu ku dan memberikan rangsangan yang malah membuat ku jijik. Aku sampai melompat dari tempat tidur ketika tangannya sudah melewati batas.
"Come on baby... " dia terlihat seperti binatang yang siap menerkam mangsanya.
Aku menyesal telah mempercayai idenya untuk menginap disini. Dia tidak mungkin membiarkan aku begitu saja. Aku adalah santapannya yang lezat, tidak mungkin ia akan lewatkan begitu saja.
Seketika rasa ngantuk ku hilang, aku keluar kamar meninggalkan Devan yang mengutuk diriku. Aku tidak peduli, karena aku bukan tipe yang bisa dipaksa. Aku memang bukan gadis yang polos yang belum pernah pacaran tapi untuk hal melakukan itu, hanya aku yang harus bisa memutuskan iya atau tidak.
"Lo jangan sok suci j***ng! Gue yakin lo udah pernah melakukan itu dengan mantan lo dulu." Devan kalau sudah marah dia memang menggunakan kata-kata kasar.
"F*ck!!"
Aku menyahut ransel kecil ku, dan cardigan ku yang tergeletak di sofa ruang tamu. Segera meninggalkan apartemen ini dengan marah akan diriku sendiri. Bukan marah terhadap Devan. Aku paham, dia normal dan wajar. Siapa yang bisa tahan tidak melakukan itu ketika tidur berdua dengan perempuan yang dicintainya. Apalagi aku sekarang cuma memakai kaos oblong miliknya dan celana pendek dalaman rok ku tadi.
Tadi pagi aku memang menggunakan rok se lutut dan kemeja namun selalu bawa cardigan untuk aku naik motor. Saat hendak mau tidur tadi Devan memberikan aku kaosnya agar nyaman.
Melihat penampilan ku saat ini buruk, karena aku lupa memakai bra. Jadi aku cepat-cepat memakai cardigan ku agar tidak ngejiplak.
Saat turun dari lift,
"Alana? "
Itu suara Raiden, entah kenapa aku bertemu dengan dia lagi.
Raiden hendak naik ke dalam lift.
"Ngapain kamu disini malam-malam? " dia mungkin heran aku disini tengah malam seperti ini.
"Bukan urusan lo!" sengakku,malas jawab yang sebenarnya.
"Mau gue antar? " sekarang dia pakai gue padahal tadi kamu.
"Nggak perlu."sentak ku lagi tidak peduli mau dia ucapannya sopan atau tidak.
"Ini udah jam satu lebih, lo beneran bisa pulang sendiri? " dia memperlihatkan jam tangannya.
"Jalanan masih ramai. " rasanya ingin mengumpat tapi nggak bisa. Aku memang seperti itu orangnya, tidak bisa mengumpat seperti yang lainnya.
"Oke, jalan raya. Bagaimana gang kosan lo apa juga masih ramai? " dia membuat ku membayangkan gang daerah kosan ku memang sudah sepi karena daerah perumahan.
"Bukan urusan lo!"
Raiden mengangkat bahunya, dia melewati ku lalu naik ke dalam lift. Sebenarnya aku menyesal telah menjawabnya dengan nada kasar. Tapi ya sudahlah, aku nggak mau terlalu peduli.
*
Aku memberanikan diri untuk mengendarai motorku pulang ke kosan lagian kota ini selalu ramai kok walaupun tengah malam. Begitu sampai di depan gang aku melihat Lala dan Sela nangkring diatas motornya.
"Ngapain kalian masih disini? mau jadi mbak kunti. " Teriakku.
Lala menjalankan motornya mengikuti ku dari belakang. Hingga sampai kosan dengan aman.
"Lo tuh habis ngepet ya baru pulang? " sengak Lala memarkirkan motornya di dekat motorku.
"Iya lo gimana sih yang jaga lilin malah ikut keluar. " aku candain aja sekalian.
Kami pun tertawa.
"Kenapa nggak jadi nginep malah pulang? " Tanya Sela ketika kami naik ke atas menuju kamar kami.
"Nggak aman. "
Lala mengikuti ku masuk kamar, sedangkan Sela sudah masuk kamarnya yang berada di depan kamarku.
"Kirain udah di pasrahkan ke pak Ketu. " Lala sambil terkekeh..
Aku menggeleng pasti.
Dan penasaran akan keberadaan mereka berdua tadi kok bisa pas banget di sana.
"Terus kalian kok bisa tahu gue bakalan balik?"
"Gue di telpon sama Rai, katanya ketemu sama lo di apartemen Begawan. " jawab Lala, sambil balik badan hendak keluar kamarku.
Jadi begitu ceritanya, baik banget tu cowok.
"Dia tinggal di sana emangnya? " penasaran juga aku.
Lala balik ke arahku lagi, "Nggak sih, mungkin rumah temannya kali. "
"Temannya tante-tante? " mengingat tadi dia sama tante-tante gitu.
"Nggak tahu Al... Emang lo lihat ceweknya tante-tante gitu? " jawab Lala yang memang tidak mengetahui akan hal itu.
Aku mengangguk membayangkan wanita yang bersama Raiden kemarin.
"Kabarnya sih Rai juga suka bermain dengan tante-tante gitu." gila ternyata benar dia begitu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Metana
ya wajar tapi tetep aja cowok yang baik itu menjaga
2025-03-01
0
Metana
/Scare/
2025-03-01
0