Rasanya seperti terbakar tenggorokan ku, entahlah itu sulit didefinisikan,tidak enak pokoknya. Aku tidak mau lagi minum walaupun dipaksa oleh Raka. Cukup satu teguk saja, tidak mau lagi.
Aku tidak melihat Raiden setelah itu, dia menghilang setelah aku menerima gelas dan minum dengan Raka.
"Gue pulang dulu ya. " Ucapku menghampiri Lala yang sedang berjoget dengan orang-orang entahlah aku nggak kenal.
"Nanti aja bareng sama gue, ini udah malam berbahaya jalan sendirian. " Sahut Lala berteriak agar aku dengar. Karena musik nya memang keras sekali.
Padahal tadi dari luar tidak terdengar apapun, mungkin ada peredam suaranya.
Kepala ku gelengkan kiri kanan, supaya Lala mengerti tanpa berteriak.
"Gue bisa pulang sendiri,nggak masalah kok. " Aku tidak mau menunggu Lala, aku sudah tidak sanggup lagi terjebak disini. Kepalaku sangat pusing hingga seperti mau meledak.
*
Ketika aku sudah naik dan keluar dari ruangan bawah tanah ini aku merasakan udara segar. Setelah tadi menghirup aroma minuman alkohol,rokok dan entahlah sesuatu yang membuat pusing kepalaku.
"Alana! dah mau balik? " Suara Raiden terdengar, dia sedang berjalan menuruni tangga. Entahlah ketika dia memanggil namaku terdengar menyebalkan.
Sepertinya lantai di atas itu adalah yang sebenarnya rumah mereka. Tak lama ada perempuan keluar dari pintu itu. Bukan Katy, tapi perempuan lain salah satu dari yang ada didalam tadi.
Aku tidak bisa membayangkan mereka habis ngapain. Apalagi Raiden sedang membenarkan kancing celananya, dan si cewek membenarkan rambutnya.
"Heh Alana, ditanya bukannya dijawab! " Teriaknya sambil terkekeh hingga di depanku. Ada bekas lipstik di tepi bibirnya yang bengkak.
"IYA! "
Aku lalu membanting pintu besi besar itu setelah berhasil keluar.
Sebenarnya, yang salah itu sepertinya aku. Dia cuma bertanya, tapi entah kenapa aku nggak mau jawab pertanyaan dari mulutnya. Setelah melihat kelakuan buruknya.
Tadi aku pikir, dia pacarnya Katy ternyata malah bersama perempuan lain kan b*engsek.
*
Besoknya aku membuat sarapan untuk diriku, Devan dan kedua temanku yang tadi malam mabok. Kalau Nora tidak pulang ke kosan,katanya dia nginep disalah satu teman jurusannya.
"Al,gue lapar banget, udah gue muntahin semuanya. " Lala terus memegangi perut nya menghampiri ku sambil meringis.
Dari tadi malam dia terus muntah, tidur sebentar muntah lagi. Entahlah dia keracunan apa, aku juga nggak tahu.
"Makanya jangan minum! "
"Ohhh tidak bisa, itu enak Al...Lo kan sudah mencicipinya tadi malam, gimana enak kan rasanya? " Lala membicarakan minuman yang tadi malam.
"Nggak enak, gue nggak mau lagi. " aku memang tidak suka dengan yang namanya alkohol.
Lala duduk di kursi makan, dia siap untuk menyantap sop sayur yang aku buat. Tapi aku belum melihat Sela keluar kamarnya.
"Sela mana? "
"Dia kan nggak pulang,biasa..." Ohh aku pikir masih tidur.
Mereka benar-benar merupakan penganut budaya barat yang pergaulannya bebas. Beda dengan aku dan Nora, kami berdua masih gadis baik-baik. Walaupun Nora pernah ikut nongkrong mereka, tapi dia selalu pulang dalam keadaan sadar tidak pernah minum. Padahal aku menghindari kota ku karena ingin menikmati kota dingin yang nyaman ternyata sama saja. Tidak sesuai ekspetasi ku di awal.
Setelah makan, aku mengemas sarapan untuk Devan. Aku akan mengantarkannya ke apartemennya yang berada di daerah Tlogomas. Dia itu juga berasal dari Jakarta, lalu disini ia tinggal di Apartemen.
"Terus bagaimana hubungan lo sama Marvin?"tanya ku iseng,mengingat kemarin mereka bertemu dan terlihat inten. Lala memang sedang dekat dengan salah satu personil Dfiveband itu.
"Ngambang kek t*i seperti biasanya, entahlah." Dia mengangkat bahunya sambil makan.
"Kejar terus aja, jangan menyerah. " Aku menepuk bahu memberikan semangat,lalu berjalan keluar rumah.
Aku mengendarai motor matic ku ke apartemen Devan dengan kecepatan sedang, menikmati pagi ini. Jarak tempuhnya tidak terlalu jauh hanya memerlukan waktu sekitar sepuluh menitan sudah sampai kalau tidak macet. Tapi jalan daerah sini terkenal macet parah. Jadinya ya jelas pasti lebih dari itu deh.
Setelah memarkirkan motorku, aku berjalan ke area dalam. Tapi mataku melihat seseorang yang tidak asing keluar dari sebuah mobil Jeep. Itu Raiden, tapi dengan penampilan yang sederhana. Dia menggunakan kemeja hitam dan celana pendek saja,tidak seperti biasanya. Atau aku kan emang lihat dia kalau manggung aja, mungkin keseharian juga biasa gini. Dan apa mungkin dia juga tinggal disini.
Dia hanya duduk di cap mobil, sambil bermain handphone.
Aku sebenarnya tidak ingin tahu apa yang ia lakukan, tapi entah kenapa hati ku penasaran.
Lebih baik melangkah saja meninggalkan rasa penasaran ku. Hingga aku berpapasan dengan wanita yang berumur sekitar tiga puluhan dengan gaya nyentrik, memanggil nama Raiden sambil melambaikan tangannya.
Aku memutar badanku, memastikan yang ia panggil memang Raiden yang tadi.
Ternyata benar, Raiden tersenyum melambaikan tangannya juga. Lalu matanya malah menangkap keberadaan ku. Aku segera memutar kepalaku, melangkah lagi.
"Alana? " Kenapa dia mesti memanggil ku.
Aku yang sudah berjalan harus menoleh lagi. Cuma memberikan tatapan sinis ku saja lalu pergi. Ngapain juga dia mesti manggil segala.
Dalam perjalanan ke unit Devan, aku malah memikirkan bagaimana Raiden bersama tiga wanita berbeda hanya dalam waktu beberapa jam ini. Semalam dua wanita sekarang berbeda lagi. Tidak mungkin wanita tadi ibunya, karena tidak seperti ibu-ibu pada umumnya. Lebih ke tantenya,hah tante ketemu gede kali ya. Halah persetan dengan Raiden, ngapain juga aku pikirkan.
Tiba di unit Devan, aku langsung masuk karena memang mempunyai kartu kuncinya.
Setelah meletakkan makanan di dapur aku mengetuk kamarnya. Devan keluar, hanya menggunakan boxer,duh godaan iman. Tapi iman ku cukup kuat,cuma yang jadi perhatian ku dia berkeringat, memang habis ngapain?. Bukankah semua ruangannya ber AC.
"Kamu bangun tidur apa maraton? "
Devan tersenyum, dia merengkuh pinggang ku lalu mencium kening ku. Tidak membiarkan aku masuk, kami hanya diambang pintu.
"Tadi sudah bangun terus olahraga, mau mandi ehh kamu masuk. "
"Oh, baiklah kamu mandi saja. Habis itu sarapan. " aku percaya. Melepaskan dia yang terus menggoda imanku.
Aku meninggalkan dia, untuk menyiapkan makanan di meja makan dan dia balik masuk kamar. Tak lama Devan keluar sudah bersih dan segar, di tambah lagi dengan senyum mengembangnya. Semakin tampan saja cowok ini. Apalagi dia selalu terlihat rapi dan wangi kalau berpakaian.
"Semalam kenapa nggak telpon? Aku kirim pesan juga nggak dibales." Kataku ketika dia sudah duduk untuk makan sambil memasang wajah cemberut.
"Sorry baby, habis pesta langsung tidur. Nggak sempet lihat handphone, aku capek banget. " Dia menjelaskan agar aku tidak ngambek. Yah menurut ku cukup masuk akal sih.
Dia makan dengan lahap. Aku senang dia mau makan sayuran. Karena sebenarnya dia itu sama sekali tidak menyukai sayuran. Tapi selalu aku paksa dan akhirnya dia mau juga.
"Habis ini kita ke Matos ya? cuma ke gramedia aja beli buku kok..." Aku mengajak nya dengan embel-embel cuma ke toko buku, padahal aslinya biar bisa seharian sama dia terus. Nggak mungkin kan ke mall cuma beli buku doang.
"Oke baby. " dia setuju tanpa curiga.
*
Kami ke mall dengan motorku.
Sampai di pusat perbelanjaan tersebut, kami langsung menuju toko buku yang aku inginkan.
Sebenarnya aku tidak begitu tahu tentang buku,hanya karena ada tugas jadinya harus beli. Mengajak Devan yang merupakan pecinta buku adalah hal tepat. Dia langsung menemukan buku yang bagus untuk tugas ku.
Aku suka dengannya karena memang pintar dan berwawasan luas.
"Next, ke perpus kota kalau perpus kampus nggak lengkap. Karena lebih baik pinjam daripada beli. " Sarannya yang memang selama ini dia walaupun anak orang kaya lebih suka pinjam buku di perpus daripada beli.
"Ya kan nggak puas bacanya, terus nggak bisa dicoret-coret kalau ada yang penting. " jawabku.
"Mulai deh kalau dibilangin ngejawab. " katanya sengak. Dia memang selalu tegas seperti itu. Atau termasuk galak ya?.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Metana
Al kmu gk ada temen lain gitu/Cry/
2025-03-01
0