Dosen Idiot
Aku berjalan menuju kelas yang sangat membosankan bagiku. Tak ada hal lain yang paling membosankan
daripada harus duduk di bangku paling depan, kemudian mendengarkan dosen berbicara pelajaran yang sama sekali tidak kumengerti.
Terpaksa saja aku melakukan ini demi hak pribadi yang aku miliki saat ini. Mobil, uang, dan segala yang aku
punya saat ini, adalah milik ibu dan ayahku, yang sudah lama meninggalkanku. Semua harta peninggalan dari mereka, kini dikelola oleh kakakku.
Yah... nasib anak bungsu memang selalu seperti ini.
Tragis.
Untuk mendapatkan itu semua, mau tidak mau aku harus menuruti perkataan kakak dan tidak boleh sedikit
pun bertentangan dengannya.
“Huft....”
Percayalah, itu sangat menyiksa batinku.
Kakak memaksaku untuk melanjutkan pendidikanku di Luar Negeri. Namun, Aku berhasil bernegosiasi dengannya. Dengan perjalanan bantah-membantah, serta diskusi panas yang panjang, Alhasil, aku tidak jadi dikirim ke Luar Negeri.
Ah.
Yang ada di pikiranku saat itu adalah kebebasan.
Tapi, tak kusangka, sebagai gantinya aku masih harus tetap melanjutkan pendidikanku di salah satu Universitas
Swasta di Ibu kota, lalu setelah aku lulus, aku diminta kakak untuk membantu mengembangkan perusahaan keluargaku yang hampir jatuh saat ini.
Apa hubungannya denganku?
Aku masih terlalu belia untuk mengemban tugas itu. Bahkan, aku masih belum mengerti, apa yang harusnya
dilakukan untuk menangani beberapa masalah, ketika ada sesuatu yang urgent.
Baiklah. Lewati saja.
Aku berjalan menuju kelasku, yang masih belum aku ketahui itu. Hari pertama saja, sudah bikin kepalaku sakit, karena harus mencari kelas yang tidak kuketahui keberadaannya.
“Ah... nyusahin banget, sih!” Bentakku, sembari tetap mencari ruangan yang sesuai dengan kertas yang
kupegang.
“03... 02....”
Aku menghitung satu per satu dari ujung, hingga akhirnya aku menemukan ruangan yang aku cari.
“01.”
Sesampainya di kelas, Aku duduk di kursi khusus yang sudah direncanakan kakakku dan juga pihak yayasan.
Ia sudah menitipkanku kepada yayasan. Jadi, aku tidak bisa berkutik apapun selama kurang lebih 4 tahun ke depan.
“Penderitaan, baru saja dimulai.” Lirihku, sembari meletakkan tasku, di atas meja.
“Selesai 4 tahun, istirahat napas dulu.” Aku kembali bergumam.
Ya! Paling tidak, aku harus menyelesaikan S-2 untuk bisa membantu kakak dalam menyanggah perusahaan yang hampir collaps itu. Dengan kata lain, butuh lebih dari 4 tahun untuk bisa mendapatkan gelar S-2.
Suasana kelas saat ini mulai ramai. Satu per satu mahasiswa sudah berdatangan, membuat kacau ruangan
ini. Banyak dari mereka yang masih ngobrol, bercanda, saling tukar nomor, ada yang melempar kertas ke sana ke mari.
Ya maklum saja, kami baru saja lulus dari Sekolah Menengah Atas. Masa di mana kami menghadapi puber, masa
paling indah untuk mengenang cinta pertama. Beruntung kami sudah melewati 7 hari orientasi kampus ini.
Aku hanya duduk sambil mencorat-coret buku catatanku. Tak ada yang bisa kulakukan selain itu. Karena, tidak ada siapa pun yang mau berteman denganku. Aku sengaja memasang tampang jutek kepada mereka, agar aku terhindar dari status sosial yang dapat merugikanku kelak.
“Pesawatnya meluncur!” Teriak seseorang sembari melempar pesawat kertas, yang sepertinya adalah hasil
kreasinya sendiri.
“Pluk....” Pesawat kertas itu mengenai mata seseorang, yang berada di sebelahku.
“Aahh....” Jeritnya sembari memegangi matanya yang terkena ujung pesawat kertas tersebut, membuat banyak
orang berusaha untuk mendekatinya.
“Fla, loe gak papa?” tanya mereka.
Mereka amat simpatik dengan gadis yang disebut bernama Fla.
Tunggu, siapa itu Fla?
Ah.
Tidak penting juga bagiku.
“Haha kena ya? Sorry deh, gue gak sengaja sih.” Ucap laki - laki itu dengan nada yang sedikit menyeleneh.
Banyak orang yang tak terima dengan sikap dan perlakuannya.
“Wey lu gak harusnya begitu bro!” Lantang orang yang membela Fla tadi.
“Loe mau apa?” Nyelenehnya kembali.
“Apa loe? loe pikir, gue takut sama loe?” tantangnya balik pada orang aneh itu.
“Siapa takut!”
Terjadi adu mulut antara dua laki - laki tersebut. Seseorang diketahui bernama Ray dan satunya lagi, bernama Rafael.
Sempat ada baku hantam antara keduanya. Namun, aku sama sekali tidak memperdulikan mereka semua. Aku
hanya asyik dengan buku catatanku saja. Karena gadget-ku harus diserahkan kepada yayasan pada saat jam pembelajaran dimulai.
Mereka baku hantam di depan teman-teman sekelas yang lainnya. Saat salah satunya hendak menonjok satu
lainnya, seseorang datang dan menghadangan tinjuan mautnya itu.
Apaan, sih?
Seperti di film-film aja!
“Wah... siapa tuh?”
“Iya, gila keren banget.”
“Ganteng lagi.”
“Udah punya cewek belom, ya?”
“Ah, jadi melted gue!”
Sorak banyak wanita yang meleleh, karena aksi heroiknya yang agak telat, alias pahlawan kesiangan gitu deh.
‘Itu tuh geli banget, sumpah!’ batinku yang agak kesal melihat reaksi dari mereka yang terlalu berlebihan.
“Ada apa ini?” tanyanya dengan nada yang dingin.
Spontan para gadis di kelas ini, kecuali aku, meleleh seketika. Mereka pun menyudahi pertengkaran tadi dan
segera merapikan kemeja mereka yang berantakan, akibat ulahnya sendiri.
“Tanya aja sama orang gak tau diri itu!” jawab Ray sembari menunjuk ke arah Rafa.
Rafa yang terlihat tak senang dengan sikapnya Ray, kemudian menarik kerah kemeja Ray, namun dihalangi
oleh teman-teman yang lain.
“Eh, woy santai!”
“Iya bro santai!”
“Jangan asal baku hantam aja!”
“Pake aba-aba, bro!”
“Cukup!” Pekik orang misterius tersebut.
Mereka semua sontak memandang wajah orang itu dengan penuh keheranan.
“Kalian berdua, ikut saya ke kantor Kaprodi.” Tegasnya.
Kemudian segera keluar diikuti dengan Ray dan Rafa.
‘Sebenernya ini kampus apa SMA sih? Banyak bocah di sini,’ batinku mulai merasa risih dengan apa yang terjadi.
Mengapa mereka terlibat dalam masalah besar karena hal sepele seperti itu?
‘Gue sih gak mau! Buang-buang waktu gue aja!’
Ya! Sesuatu yang sama sekali tidak ada manfaatnya dalam hidup. Tidak bisa menghasilkan uang sedikit pun, malah mengeluarkan uang untuk biaya pengobatan, misalnya.
Dasar orang-orang idiot.
Aku melihatnya yang nampak seperti orang yang kesakitan. Lama-lama, aku jadi iba dengannya.
“Loe gak papa?” tanyaku kepadanya.
Aku hanya merasa kasihan dengan dia. Jadi, dengan refleks, ya kutanyakan saja keadaannya. Tapi, bukan
berarti aku perduli dengannya.
Tidak sama sekali.
“Gue gak papa ko.” Singkat, padat, jelas jawabannya.
Aku cuma membalasnya dengan anggukan kecil.
Ya, setidaknya tidak terjadi apapun sama dia. Itu sudah membuatku merasa lega.
Tak lama kemudian, orang misterius itu datang kembali ke dalam kelas. Semua orang melihatnya dengan tatapan takut.
Aku? Biasa saja sih.
Ia berdiri di hadapan kami semua, dengan lantang. Aku memandanginya dengan seksama.
‘Yaa paling engga mukanya boleh lah ya,’ batinku berkata demikian, karena aku sangat terusik dengan sikapnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
👁️🗨️eHa🦄
ok nyimak
2021-09-22
1
Little Peony
Halooo Thor salam kenal dari Crushed by dan Shadow ya ✨✨✨
2021-07-19
0
Luna sakuya
Sepertinya menarik ni novel
2021-07-19
0