“Iya?” jawabku canggung.
Apa yang sebenarnya ingin ia utarakan padaku?
“Emm... gimana ya ngomongnya...” ucapnya yang terlihat salah tingkah, “gue tau ini terlalu cepet, dan... gue agak sedikit idiot juga. Tapi...” ia meraih tanganku, “loe mau kan, jadi cewek gue?” tanya Bisma meminta kepastian.
“Deg....”
‘Apa ini?’ batinku terus bertanya-tanya dan terguncang, ‘dia nembak gue dong!’ Batinku kegirangan dan masih tak percaya.
Laki-laki setampan Bisma?
Ah.
“Kenapa gue bilang, kalau gue idiot? Karena, loe kan punya cowok, dan gak mungkin loe pacaran sama gue.” Tukasnya.
Tunggu!
Cowok?
Maksudnya....
“Maksudnya, Morgan?” tanyaku.
Ia mengangguk cepat. Aku mendecap sembari menggelengkan kepalaku.
“Morgan itu tuh cuma dosen! Bukan cowok gue!” Jelasku dengan tegas. Respondnya seperti tidak percaya dengan ucapanku.
“Hah, jadi dia itu... dosen di kampus?” tanya Bisma terdengar tak percaya.
Aku dibuat menganga olehnya.
“Jadi loe gak tau?” tanyaku kembali.
Ia hanya menggeleng mendengar pertanyaanku. Aku menepuk keras wajahku, kenapa ia bisa tidak mengetahui tentang hal ini?
“Really?” tanyaku, yang masih tak percaya dengan pengakuan dirinya.
“Sure!” jawabnya tegas.
Aku jadi tidak bisa berkata apapun lagi, karena Bisma sudah mengatakan demikian.
Suasana kembali menjadi canggung. Aku bahkan tidak bisa menatap matanya.
“So, loe mau jadi cewek gue?” tanyanya.
Kesempatan ini, tidak akan datang dua kali. Aku butuh seseorang untuk melampiaskan rasa sakitku, karena baru saja merasakan putus cinta.
Aku mengangguk lantang. Ia pun tersenyum dan memandang ke arahku. Ia memegang daguku. Pandangan kami bertemu pada satu titik. Bisma mendekatkan wajahnya ke telinga kananku.
“I love you.” Lirih bisma.
"Deg...."
Jantungku terus terpacu, karena mendengar pernyataan cinta Bisma yang terkesan tiba-tiba. Ini sangat aneh menurutku. Kenapa bisa secepat ini?
Biarlah.
Kebetulan, aku juga ingin melampiaskan perasaan sakitku.
Maaf.
Ia menyingkirkan rambutku ke arah samping pundakku, membuatku agak geli dibuatnya. Tak sadar, aku menelan
salivaku karena aku sudah mulai merasakan sesuatu yang bergejolak di dalam tubuhku. Entah kenapa, satu sentuhan kecil dapat membuat tubuhku bergairah.
Ia menatapku lagi. Tatapannya sungguh membuatku kaku. Entah kenapa, ia terasa begitu dekat dengan wajahku.
Wajahku terasa panas. Mungkin, sekarang wajahku sudah berubah menjadi merah.
Ia lama-kelamaan semakin mendekat.
Dekat.
Dekat.
Terus dekat.
Dan....
“Krrrringggg... kringgggg...."
Ah.
Aku terkejut mendengar dering handphone-ku. Aku tergesa-gesa mengambilnya dari saku celanaku dan melihat siapa yang meneleponku.
“Tset....”
seseorang menarik tanganku dengan kasar, membuatku kaget bukan main. Tangannya hangat sekali. Tapi, siapa
itu?
Aku lalu menoleh ke arahnya.
Samar, tak jelas kulihat karena minimnya penerangan. Aku hanya bisa melihat sorot matanya yang tajam, seperti
mengeluarkan sinar karena terkena pantulan cahaya.
“Kakak sudah manggil, tuh.” Ucapnya aneh, dengan nada yang dingin.
Aku merasa takut dengan ucapan dinginnya itu. Aku merasa, seperti sudah tertangkap basah.
“Tset...."
Bisma menarik kembali lenganku. Kini, Bisma dan Morgan saling bertatapan, dengan tatapan yang penuh dengan kebencian.
“Jangan narik tangan cewek saya sembarangan, Pak Morgan.” Gumam Bisma dengan spontan.
Morgan terlihat terkekeh, setelah mendengar Bisma berkata demikian. Tatapan sinis itu, semakin lama semakin menyiksaku.
Jangan sampai, ada keributan di sini.
“Udah, udah! Bisma, Morgan!” Bentakku, yang berusaha melerai pertikaian yang terjadi di antara mereka.
Aku tak sanggup lagi dengan semuanya. Mereka berdua sepertinya sudah membuatku malu, dan tanpa sadar,
menyebabkan cedera di lenganku.
“Ayo, kita pulang. Saya sudah muak.” Ajak Morgan secara paksa, namun masih tetap mempertahankan sikapnya yang dingin.
Aku tak tahu harus berbuat apa lagi. Morgan sama sekali tidak memperdulikan apapun.
“Muak kenapa, Pak? Ada juga saya yang muak sama Pak Morgan!” Pangkas Bisma sinis.
Aku menutup telingaku, tak mau mendengar mereka bertengkar.
“Lho, apa urusan anda?” tanya Morgan sinis.
Bisma terlihat membelalak ke arah Morgan.
“Ada lah! Ara itu pacar saya!” Ucap Bisma tegas.
Suasana semakin memanas, dan aku masih saja menutup telingaku, tak mempedulikan apa yang mereka ucapkan.
“Bukankah sudah saya bilang, kalau Ara itu pacar saya?”
“Bukankah saya juga sudah bilang, kalau ada celah, why not?”
Aku sudah tidak sanggup menahan semua ucapan mereka. Sepertinya, kepalaku hampir pecah karena mendengar ucapan mereka.
“Cukup!” Teriakku yang sudah tak tahan dengan semuanya, “gak usah ada yang ngomong lagi,” sambungku,
kemudian langsung pergi meninggalkan keduanya, tanpa sepatah kata pun.
****
Sepanjang jalan menuju mini market, aku sangat kesal dan mencoba menumpahkan amarahku dengan cara apapun.
'Kenapa gue harus terlibat sama hal yang begini coba?' batinku, berusaha menelaah semua yang terjadi hari ini, 'baru aja gue ngampus, udah ada masalah yang gak jelas gini.' Sambungku.
Aku sudah sampai di mini market depan komplek. Aku tak sadar, kalau berjalan kaki akan sejauh ini. Biasanya,
kakak berangkat menggunakan mobil.
“Kirain deket. Tau gini, tadi gue minjem mobil.” Dumelku kesal karena keadaan.
Aku masuk ke dalamnya, dan memilah-milih barang yang aku perlukan. Sembari melihat daftar yang kakak kirimkan tadi, aku sembari mengambilnya dan memasukkannya ke dalam trolly yang kubawa.
“Brak....”
Aku tak sengaja menjatuhkan beberapa barang yang hendak aku ambil. Ternyata, belanja keperluan bulanan,
tidak semudah itu. Aku saja, sampai kesal dengan diriku sendiri.
“Ish, pake jatoh segala!” Dumelku, semakin kesal dengan keadaan.
“Udah mah masalah Morgan, kakak, Bisma, ini pake segala jatoh si! Males banget beresinnya kan!” Tambahku
kesal.
Aku menoleh ke sekelilingku, untuk memastikan tidak ada yang melihatku menjatuhkan barang. Ternyata, keadaan memang sedang aman. Aku perlahan pergi dari sana, tanpa merapikan barang yang aku jatuhi tadi.
Ya. Aku malas melakukannya.
Aku memberikan belanjaanku kepada kasir dengan perasaan yang masih menahan kesal.
“Ah kenapa sih harus gue?” teriakku spontan.
Semua orang yang mendengar teriakanku, sepertinya merasa kaget. Tapi aku tidak peduli dengan keadaan sekelilingku. Sang kasir pun sepertinya berusaha untuk tetap profesional dengan pekerjaannya.
“Semuanya total--”
“Kenapa sih, Mbak? Apa salah gue coba mbak?” Potongku tiba-tiba dengan mendramatisir keadaan.
Kasir itu menyeringaiku dengan senyuman yang mengartikan, bahwa dia tidak tahu apa-apa. Aku kesal, lalu
menyedekapkan tanganku.
“Kalo ada banyak orang di dunia ini, kenapa harus gue yang nanggung semua beban, Mbak?” tanyaku lagi.
Aku sadar, sepertinya sikapku membuat kasir itu takut.
“Maaf ya, Mbak, gadis ini memang gitu tabiatnya.” Gumam seseorang, yang tiba-tiba saja terdengar dari arah belakangku.
Aku yang tak terima dengan perkataannya, langsung menoleh ke arahnya.
Di sana, terlihat Morgan yang sedang membawa beberapa belanjaan.
“Loe lagi, loe lagi. Kenapa si, loe mulu aja?” ucapku sinis, sambil membelalak ke arah Morgan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Sarianti
ahoyyy, apa-apaan ini? pacar??? gile tuh cowok
2021-07-17
0
EsKobok
WHATTTTTT PACAR
2021-07-14
0
Fatahillah Ahmad
oow, kamu ketahuan 😂😂😂😂 seruuu
2021-07-11
0