Apalagi kalau kuingat kejadian tadi, membuat pandanganku menjadi pegal.
“Brrr....” Aku mendadak merinding.
Pandangannya melihat ke seluruh sudut ruangan ini. Satu persatu ia bergantian memandangi kawan sekelasku. Tak terkecuali aku. Saat pandangannya berhenti padaku, aku memandangnya kembali dengan pandangan yang
datar. Aku hampir tidak memperdulikan keberadaannya. Aku melipat kedua lenganku di hadapannya. Terlihat balasan yang tidak enak dipandang darinya. Aku lebih membuat diriku tidak enak dipandang dihadapannya.
“Ada masalah sama saya?” tanyanya dengan nada yang sangat dingin.
Sumpah, kali ini, aku beneran kepincut dengannya. Entah kenapa ada suara tak menentu di dalam hatiku. Entah apa itu yang jelas, aku sangat tidak menyukainya. Logika dan perasaanku diuji di sini. Perasaanku mengatakan “Anjay, keren sih!” tapi logikaku mengatakan “Apaan si?! BASI tau gak!”.
“Gak ada tuh.” Jawabku dengan nada serupa dengannya.
Jelas ada wajah tidak senang yang sedang ia lontarkan kepadaku. Aku tidak memperdulikannya dan malah
mengeluarkan MP-4 yang kumiliki.
Aku memakai headphone dan menyetel lagu dengan sound yang lumayan keras. Ia masih memelototiku dengan tatapan mematikan. Ia kemudian mengeluarkan handphone-nya dan mulai menelepon seseorang.
“Halo....”
“..........”
“Bisa ke ruang kelas 01TPLP001 sekarang pak?”
“.........................”
“Oke, maaf mengganggu.”
“...........................”
Aku tidak memperdulikannya sama sekali. Ia mendekat ke arah telingaku dan berdiri di sebelah kiriku.
“Kamu lolos kali ini.” Ucapnya tiba–tiba.
Aku merasa, ada yang aneh dari yang dia ucapkan tadi. Mengapa dia bersikap demikian? Padahal aku sama
sekali tidak mengenalnya.
Siapa dia? Anak baru disini? Atau kakak senior?
Ah... sudahlah.
Ia pun pergi dari mejaku dan menuju ke meja untuk dosen.
Semua mata terkejut, tak terkecuali aku.
Ia melipat kedua tangannya, sambil menekuk sebelah kakinya.
*‘Ya Tuhan!’*Batinku terkejut.
“Deg....”
Ternyata dia adalah dosen!
Baru mulai kuliah saja, sudah ada masalah semacam ini.
“Maaf teman-teman semua. Di awal pertemuan kita, semua jadi seperti ini akibat ulah kawan kalian. Saya mohon maaf atas ketidaknyamanan ini.” Ucapnya.
Semua mata tertuju padanya. Mungkin mereka tidak menyangka, bahwa manusia aneh semuda itu adalah dosen di universitas ini.
“Perkenalkan, nama saya Morgan. Walaupun kalian hampir seumuran dengan saya, tapi tolong hargai saya disini.” Jelasnya.
Aku menyeleneh dengan omong kosongnya kali ini.
“Dasar gila hormat.” Cetusku lirih.
Ia menoleh ke arahku, yang masih dengan tatapan dingin.
“Emm kamu...” tunjuknya ke arahku.
Aku kaget bukan main. Apakah dia akan mempermalukanku di hadapan teman–teman?
“Tolong bantu saya membawa buku ke ruang dosen.” Pintanya.
Aku hanya diam tak memperdulikannya.
*‘Apa–apaan dia. Nyuruh gue begitu, emangnya dia gak punya tangan apa?’ *Batinku mulai bergejolak.
Dengan sangat terpaksa, aku maju ke depan dan membantunya membawa buku yang lumayan banyak dan tebal.
“Jam kali ini disudahi dulu. Sekali lagi, mohon maaf atas ketidaknyamanannya.” Ucapnya.
Kemudian kami berdua keluar meninggalkan kelas. Sepanjang jalan menuju ruang dosen, aku terus menerus
dibuat kesal olehnya.
“Loe itu ya! Gak bisa, apa kelewat pinter sih?” sinisku.
Ia melirik ke arahku. Gayanya memang di-setting untuk kaku seperti itu mungkin ya?
Hmpphh!
Kesal sekali aku dibuatnya.
“Sudah. Kamu tinggal ikutin kemauan saya saja.” Tukasnya.
“Tapi loe bisa liat gak sih? Gua itu cewek, masa disuruh ngangkat beginian! Harusnya loe itu nyuruh yang lain!”
Bentakku, “lagian... loe ngapain sih bawa gue ke sini? Ini kan bukan ruang dosen.” Sambungku, yang masih bingung dengan keadaan sekitar.
“Tset....”
Ucapanku terpotong, karena ia tiba-tiba saja menarik pinggulku ke ruangan yang ada di pojok kampus.
Tubuhku dipojokkan olehnya. Tidak ada cukup ruang yang bisa membuatku bergerak. Aku seakan terkunci dengannya.
“Apaan, nih?” tanyaku sinis.
Aku berpikir, bagaimana caranya agar aku bisa lepas dari tubuhnya?
“Ah.”
“Bruk....”
Aku sengaja menjatuhkan seluruh buku yang kubawa, dengan harapan, bisa keluar darinya yang mengunci
tubuhku ini. Namun ternyata, itu hanya usaha yang sia–sia. Ia semakin merapatkan luang yang ada.
“Hah?” lirihku, yang merasa sangat takut.
Aku terkejut dan takut, saat ia mulai menatapku dengan tatapan dingin.
“Apa sih yang loe mau?” tanyaku dengan sedikit mengumpulkan keberanianku.
Ia terlihat tidak memperdulikan ucapanku.
Aku takut sekali, kalau saja dia menyakitiku karena sikapku yang tidak baik sebelumnya.
Aku menelan salivaku sendiri. Lama-kelamaan, sedikit demi sedikit, ia mendekatkan wajahnya ke arahku
dan berhenti tepat 5 cm di hadapanku.
“Kamu gak bisa lolos lagi sekarang.”
“Deg....”
Hatiku sangat tidak menentu kali ini.
Apa maksudnya dengan ucapannya yang baru saja ia katakan? Itu ada sangkut-pautnya dengan ucapannya
yang tadi di kelas.
“Apa maksudnya? Loe mau nyakitin gue, haa?” tanyaku sinis, “nih tampol aja gue!” Sambungku, menantangnya.
Ia mengambil jeda dengan tidak menjawab ucapanku. Tatapannya terlihat sangat marah. Mataku menangkap, ia yang melayangkan kepalan tangannya ke arahku. Spontan, aku langsung menutup mataku, karena khawatir dengan apa yang ia lakukan.
“Bruk....”
“Aws....” Rintihnya lirih.
Aku membuka mataku dan menoleh ke arahnya. Terlihat dirinya yang sedang memukul dinding yang ada di belakangku, membuatku sedikit khawatir dengan keadaan dirinya.
“Apa–apan sih loe? Kok nyakitin diri loe sendiri, sih?” Pekikku khawatir, kemudian melihat ke arah tangannya.
Kugenggam tangan kanannya yang luka, akibat sikapnya yang aneh itu, yang mulai mengeluarkan cairan kental.
Aku agak khawatir dengannya.
*‘Halus.’ *Batinku sembari merasakan tangannya, yang begitu halus seperti tanganwanita.
Aku tersadar dari lamunan, dan segera mengeluarkan plester dari dalam sakuku, kemudian memakaikannya pada lukanya.
“Untung gue masih ada sisa satu di kantong.” Ucapku masih dalam keadaan memasangkannya.
Aku terkejut!
Ia mendadak merapikan rambutku yang saat ini menutupi pandanganku. Mendadak, pandangan kita pun
bertemu. Terjadi kesunyian di sini. Aku tak sengaja menatapnya, yang ternyata juga sedang menatap ke arahku.
Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Tiba-tiba saja, aku sangat memperdulikannya.
“Kamu....” Ucapnya menggantung, yang membuatku penasaran.
Kenapa ia selalu mengucapkan kata yang berulang-ulang, dengan nada yang berulang-ulang pula?
Ah.
Aku benci dengan rasa penasaranku ini.
“Kamu...”
“Kamu...”
Aku yang kesal, hanya bisa memandanginya dengan tatapan datar.
“Kamu, kamu! Loe gagap, apa gak bisa ngomong?” pekikku sinis, karena melihat respon yang tidak enak
dipandang darinya.
“Sebenernya mau loe apa sih? Sumpah gue gak ngerti ya mau loe--”
“Cupppss.”
Ucapanku terpotong karena ia yang tiba-tiba saja mengecup keningku.
Aku membelalak ke arahnya, entah apa yang dia pikirkan. Kenapa tiba-tiba ia mengecup keningku?
Gawat! Apakah wajahku saat ini, berubah menjadi merah?
Aku malu sekali, kalau sampai benar wajahku berubah menjadi merah tomat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Sarianti
dah kayak anak SD ku kira baru masuk SMA
2021-07-17
0
EsKobok
udah gede masih mainin pesawat
2021-07-14
0
Fatahillah Ahmad
tampoll.. 😂
2021-07-11
0