Kepalaku mulai berat, dan tubuhku mendadak merinding, menjadi dingin.
“Saya gak pernah mau benci kamu.” Ucapnya dengan aneh.
Lagi-lagi aku membelalak.
Apa maksudnya semua itu?
Perkataannya, tingkahnya, apa yang sebenarnya terjadi di sini?
Aku sama sekali tidak mengerti keadaan.
“Apa si mau loe?” geramku.
Ia tersenyum padaku. Aku tahu, itu adalah senyum palsu.
“Nanti juga kamu tahu.” Gumamnya sembari tersenyum.
Ia langsung meninggalkanku di sana, tanpa mengucap sepatah kata pun.
Sungguh aneh!
“Kenapa sih? Apa yang salah dari gue?? Apa yang dia pengen dari gue sih? Kenal aja engga, malah begitu!” Kesalku.
Aku melihat semua buku yang berhamburan di lantai. Aku kemudian merapikannya, dan bergegas menuju ruang
dosen untuk meletakkannya di sana.
Sesampainya di sana, aku segera mencari ruang dosen idiot itu. Di sana, terlihat seseorang yang sedang sibuk
memainkan laptopnya. Tanpa pikir panjang, aku langsung mendekatinya.
“Permisi, Pak.” Sapaku dengan ramah.
Ia tersadar dan menoleh ke arahku. Ia kemudian tersenyum, membalas senyumanku.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya dengan sangat ramah.
'Gila, manis banget senyumannya' Batinku dibuat melting olehnya, ‘apa semua dosen di sini, ganteng dan muda? Morgan ganteng, bapak ini juga ganteng.’ Sambungku, masih memikirkan hal yang tidak-tidak.
Aku tersadar dari pikiranku yang agak aneh tentang Morgan. Kenapa aku memikirkan ketampanannya, sih?
'Eh tapi dia gila hormat juga gak, kayak si idiot itu?' batinku yang masih keheranan.
Ia terlihat menatap wajahku dengan penuh rasa heran.
“Emm.,. hey?” Pekiknya.
Aku tersadar dari lamunanku. Aku merasa malu dengannya.
Aku merapikan rambutku dengan tergesa-gesa. Ia terlihat hanya tertawa kecil.
“Menurut ilmu psikologi, orang yang merapikan rambut di depan orang lain secara terang-terangan, itu tandanya dia suka kepada orang tersebut.” Gumamnya menjelaskan, seperti sedang mengajakku bercanda.
Jantungku terpacu, karena mendengar pernyataan aneh darinya.
“Apa sih? Aku biasa aja tuh.” Jawabku dengan nada yang salah tingkah.
Ia mentertawakanku dengan renyah.
“Gak, bercanda kok...” lirihnya, aku hanya terdiam, “eh tapi serius, lho.” lanjutnya, membuatku merasa
keheranan.
“Kok bapak bisa tau?” tanyaku.
Lagi - lagi ia tertawa kecil.
“Saya kan... dosen psikolog.” Jawabnya angkuh, membuatku menyipitkan mata ke arahnya.
Aku sangat tidak suka dengan nada bicaranya itu. Aku menyeringainya dan melontarkan tawa paksa.
“Ada apa ini?” tanya seseorang dengan tiba-tiba.
Aku menoleh ke arah sumber suara.
'Yah dia lagi.' batinku merasa kesal.
Ia langsung mendekati kami.
“Emm maaf Pak Morgan, saya cuma lagi bercanda sama salah satu mahasiswi baru di sini.” Jawabnya.
Terlihat tatapan yang tidaksenang dari seorang Morgan. Dosen itu terlihat sedang memperhatikan Morgan.
“Mmm... sepertinya, Pak Morgan ini tidak senang ya dengan hal ini? Saya mohon maaf apabila menyinggung
dan lancang.” Ucapnya.
Morgan terlihat tak menghiraukan itu. Ia langsung menoleh ke arahku. Tetap pada sikapnya yang dingin.
“Meja saya tuh di sana.” Tegas Morgan sembari menunjuk ruangannya.
Aku mengerenyitkan dahiku.
“Ya mana gue--” Aku menghentikan ucapanku.
Aku melihat ke arah dosen itu, kemudian melihat ke arah Morgan kembali.
“Ya mana saya tahu kalau ruangan Pak Morgan di sana? Saya murid baru di sini.” Tegasku balik.
Morgan mendecap, sembari menggelengkan kecil kepalanya.
“Nih bukunya!” Ucapku kesal.
Aku memberikan semua buku yang kubawa kepada Morgan.
“Lain kali, jangan suruh saya untuk ngangkat buku lagi ya pak.” Ucapku kepada Morgan.
Kemudian dengan segera, aku meninggalkan mereka dan segera menuju ke ruang kelasku.
Aku berjalan menyusuri koridor, dengan perasaanku yang kesal.
“Apa-apaan dia? Bisa-bisanya dia nyium gue, trus bersikap seolah-olah kalau dia tuh pacar gue, yang kalau gue bercanda sama orang lain, trus dia marah? Gue ini jomblo, dan gue free! Gue gak suka dikekang kayak gitu!” Aku sangat kesal dan geram dengan kelakuannya yang menjijikan itu.
“AWASS BOLA!!” Teriak seseorang dengan sangat keras.
'Ah, bola?' batinku yang lambat dalam berpikir.
Tanpa berpikir panjang, aku menunduk dan melindungi kepalaku dengan kedua tanganku.
“Bruk....”
Terdengar suara benda jatuh yang menabrak sesuatu. Apa yang sebenarnya terjadi?
“Hey....” Pekik seseorang.
Ia merangkul tubuhku yang lemas karena kehilangan tenaga.
Apa-apaan ini? Seperti ini saja, aku tidak dapat merasakan tubuhku lagi. Apa aku benar-benar jantungan?
“Gak apa-apa, udah gak ada kok yang bisa nyakitin loe.” Gumamnya, membuatku agak sedikit tenang.
Aku pun bangkit, dan melepaskan tanganku dari wajahku.
“Yang tadi i-itu apa?” Aku bertanya, masih dengan nada yang gugup.
Aku sangat kaget dengan hal-hal yang terjadi secara tiba-tiba. Ia terlihat melontarkan senyum ke arahku.
“Udah gak ada lagi yang bisa nyakitin loe kok. Itu tadi bola basket, hampir kena kepala loe.” Jelasnya, aku hanya mengangguk kecil.
“Makasih.”
“Iya sama-sama.” jawabnya.
Aku melihat pundakku yang masih ia pegangi. Ia tersadar dan melepaskan rangkulannya. Aku mendadak menjadi
salah tingkah.
Untuk ke tiga kalinya, aku melihat ada pangeran di universitas ini. Entah mengapa keberuntungan berpihak padaku hari ini. Walaupun, seimbang dengan kesialan yang kualami.
Suasana menjadi sangat canggung di sini.
“Oh sorry, gue gak sengaja.” Ucapnya yang berusaha mencairkan suasana.
Aku menyeringainya dan mengangguk kecil padanya.
“Okey. Gue pamit dulu ya.” Ucapku, yang sepertinya tak dihiraukan olehnya.
“Bisma.” Gumamnya, sambil menyodorkan tangan ke arahku.
Kulihat tangan kecilnya itu.
Lucu.
Seperti tangan wanita.
Aku menjabat tangannya.
“Tset....”
Seseorang mengambil tangannya dengan cepat.
“Morgan.” Ucapnya berkata demikian.
Aku sangat kesal. Kenapa dia selalu muncul di saat yang tidak tepat?
Aku sedang beruntung bertemu dengan beberapa pria tampan pada hari ini. Tapi kenapa selalu ada dia?
Apa dia membuntutiku?
Aku sama sekali tidak mengerti.
“Loe lagi aja.” Gumamku dengan nada malas.
Morgan melepaskan tangannya itu.
“Makasih ya, sudah nolongin PACAR saya.” Tukas Morgan, dengan menekankan kata PACAR.
Bisma terkekeh renyah dengan ucapannya itu.
“Hah? Pacar?” Kagetku.
Morgan tersenyum manis kepadaku, tentunya hanya di depan Bisma.
Aku terus-menerus mendumel di belakang Morgan. Kenapa dia menyebut aku sebagai pacarnya?
Hey!
Kita berdua baru saja bertemu, tidak lebih dari 3 jam yang lalu.
Apa secepat itu?
Aku belum tahu dia itu siapa, dan dia dengan entengnya berbicara kalau aku adalah pacarnya?
“Huft....”
Sudahlah.
“Oh, dia itu pacar loe yaa? Okey deh.” Ucap Bisma dengan singkat, kemudian, Bisma melangkah maju bersampingan dengan Morgan, dan berhenti tepat di sebelah Morgan.
“Jaga baik-baik cewek loe....” Lirihnya, sembari tersenyum licik.
Morgan masih dengan sikapnya yang dingin dan datar, tidak menunjukan ekspresi apapun.
Sebenarnya dia itu manusia atau robot, sih? Tak ada sedikit pun ekspresi di wajahnya.
Hanya datar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Sarianti
lanjutt
2021-07-17
0
EsKobok
lolos kau raaaa
2021-07-14
0
Fatahillah Ahmad
ara lolos kali ini...
2021-07-11
0