Nadif - Bab 5: How to be a Crazy Rich?

Hari itu menjadi hari pertama Nadif kembali berkuliah setelah ospek yang melelahkan. Ia memasuki jurusan Teknik Informatika dengan tekad yang sudah bulat—untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama seperti di kehidupan sebelumnya.

Sebenarnya, Nadif adalah pria cerdas, tetapi terlalu sibuk bermain Dota di warnet, dugem, dan pacaran hingga akhirnya menerima surat panggilan DO dari kampus. Tapi kali ini, semua itu akan berubah. Dia ingin merubah itu semua di kesempatan kali ini.

Saat Nadif mengikuti perkuliahan dengan serius, ia tidak menyadari bahwa beberapa mahasiswi di kelasnya sedang membicarakan dirinya. Salah satunya, Dita, mahasiswi cantik yang begitu terpesona dengan sosok Nadif. Dia dan teman-temannya membicarakan hal yang sama sekali tidak berhubungan dengan materi kuliah.

“Gue baru sadar, Nadif itu satu jurusan sama kita,” bisik Dita sambil menatap Nadif dengan penuh rasa ingin tahu.

“Iya, tadinya gue kira dia dari jurusan lain. Kan dia tampil keren banget di ospek kemarin,” sahut temannya, tampak terkejut.

“Bener banget. Gue pikir dia pasti dari jurusan Teknik Mesin atau Teknik Industri atau apa gitu. Nggak nyangka dia di Teknik Informatika juga,” tambah Dita sambil menggelengkan kepala.

Sementara itu, Nadif duduk di barisan tengah, sangat fokus pada setiap kata yang keluar dari dosen, berusaha keras agar tidak mengulangi kesalahan yang sama seperti dulu.

Jam istirahat siang akhirnya tiba. Nadif sedang merapikan buku-bukunya ketika Ryo, teman barunya, menghampirinya dengan senyum lebar.

“Nadif, ke kantin yuk. Gue laper nih,” ajak Ryo sambil mengangkat tas selempangnya.

“Ya udah, gue ikut,” jawab Nadif sambil memungut tasnya.

Mereka berdua berjalan ke kantin fakultas. Suasana di kantin sangat ramai dengan mahasiswa yang sedang menikmati makan siang mereka. Nadif dan Ryo memesan makanan dan mencari tempat duduk. Ketika mereka sedang menunggu pesanan, Nadif melihat Vonzy berdiri di depan salah satu gerai makanan, tampak bingung memilih.

Mata mereka bertemu, dan Vonzy tersenyum lembut. Nadif merasa hatinya berdebar. Ia berusaha untuk menjaga wajah tetap tenang ketika Vonzy mendekat.

“Hei, Nadif! Kamu juga di sini?” sapa Vonzy dengan nada ceria.

“Iya, Vonzy. Lagi makan siang juga,” jawab Nadif, berusaha tampak santai.

Vonzy mengangguk. “Oh ya, aku udah dengerin lagu yang kamu kirim kemarin. Keren banget!”

Nadif merasa sedikit gugup, namun penasaran.

“Gimana menurut kamu?”

Vonzy tersenyum lebih lebar. “Aku suka banget. Versi lengkapnya jauh lebih dalam. Liriknya kena banget. Kamu yang nulis liriknya sendiri, ya?”

Nadif mematung sejenak dan dengan ragu mengangguk.

“Iya, aku yang nulis. Seneng kalau kamu suka.”

Vonzy tersenyum. “Serius, kamu punya bakat besar di musik. Kalau diproduksi dengan baik, bisa jadi hits.”

Nadif merasa senang mendengar pujian itu. “Makasih, Vonzy. Aku nggak nyangka kamu bakal suka.”

“Mungkin kita bisa ngopi bareng nanti, ngobrol tentang musik atau apapun,” tawar Vonzy, memberikan isyarat bahwa ia tertarik untuk mengenal Nadif lebih jauh.

Namun, sebelum Nadif sempat merespons, seorang cowok tiba-tiba muncul dan menghampiri Vonzy. Sosoknya sangat mencolok—tampan dan percaya diri.

“Hey, Vonzy, kan? Aku Kevin, dari jurusan Teknik Industri,” sapa cowok itu sambil tersenyum menawan.

Nadif merasa jantungnya berdegup kencang. Kevin, pacar Vonzy di kehidupan sebelumnya, adalah sosok yang sangat menonjol. Dengan latar belakang keluarga kaya dan berpengaruh di perusahaan perminyakan di Riau, Kevin selalu tampil dengan mobil dan outfit yang tampak sangat mewah dan mahal. Nadif merasa kalah telak dalam hal materi dan status sosial.

Sekarang, di kehidupan barunya, Nadif bertekad untuk tidak merasakan kekurangan yang sama. Ia ingin menjadi kaya—crazy rich! Meski orang tuanya tergolong mampu, mereka mengajarkannya untuk hidup sederhana. Nadif bertekad untuk mandiri dan sukses tanpa harus bergantung pada kekayaan orang tua.

“Vonzy, kamu free gak malam minggu ini?” tanya Nadif tanpa basa-basi, berusaha untuk tidak kalah percaya diri.

“Gimana kalau kita nonton film bareng di XX*Ampl@s?”

Vonzy tampak terkejut dengan ajakan Nadif.

“Hmm, boleh juga. Film apa yang mau kita tonton?”

Nadif tersenyum lega. “Kita bisa pilih di sana. Sekalian makan malam juga, gimana?”

Kevin mengangkat alis, sedikit terkejut dengan keberanian Nadif.

“Kalau gitu, mungkin kita bisa ngobrol lain kali, Vonzy.”

Vonzy hanya mengangguk sambil melambaikan tangan ke Kevin sebelum kembali menatap Nadif.

“Oke, Nadif. Aku tunggu kabarnya nanti.”

Setelah Vonzy pergi, Nadif merasa sedikit lega. Dia sudah melakukan langkah pertama untuk mendekati Vonzy. Malam itu akan jadi kesempatan penting baginya.

Sesampainya di kos, Nadif langsung membuka laptopnya. Di benaknya, ia merasa campur aduk antara rasa lelah dan kekhawatiran tentang uang. Sementara dia berbaring di kasur, pikirannya terus berputar. Dia mulai memikirkan saran dari Vonzy.

“Ah, nggak apa-apa. Ini lagu belum ada yang ciptain kok di 2012,” pikirnya sambil menatap layar laptop.

“Yang penting, gue harus nyari cara buat dapetin dana tambahan.”

Nadif memutuskan untuk merekam lagu-lagu berdasarkan lagu yang akan hits dari tahun 2012 hingga 2024 dengan versinya sendiri. Dia ingat beberapa lagu hits yang bisa ia tawarkan ke produser musik di Jogja. Meskipun rasa bersalah tentang kepemilikan asli lagu-lagu itu masih menghantuinya, dia tahu ini mungkin satu-satunya kesempatan yang ada untuk mendapatkan uang tambahan.

Tak hanya itu, Nadif juga teringat akan potensi besar yang dimiliki oleh Yo*tube. Di kehidupan sebelumnya, ia selalu merasa malas untuk memulai channel Yo*tube, padahal platform ini menjadi ladang emas bagi banyak kreator pada tahun 2024.

Tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama. Kali ini, Nadif memutuskan untuk segera membuat channel Yo*tube, tempat ia bisa mengunggah karya-karya musiknya dan konten lainnya.

Dengan tekad baru, Nadif mulai menulis email untuk produser musik, melampirkan rekaman lagu-lagu tersebut dan menjelaskan sedikit tentang dirinya. Sementara itu, ia juga membuka akun Yo*tube baru dan mulai memikirkan konten-konten yang akan diunggahnya. Meskipun ia merasa agak cemas, ia tahu dia harus terus berusaha dan memanfaatkan kesempatan yang ada.

####

Dua minggu berlalu. Hubungan Nadif dengan Vonzy semakin dekat setelah mereka menghabiskan waktu bersama untuk kencan dan menonton bioskop. Meski begitu, Kevin tidak mau menyerah. Dia tetap berusaha mendekati Vonzy dengan caranya sendiri.

Di sisi lain, Nadif terus fokus mengerjakan lagu-lagu baru sembari mengembangkan channel Yo*tube-nya. Subscriber-nya mulai bertambah, dan dia bisa melihat perkembangan yang nyata dari usahanya.

Nadif juga akhirnya menerima email balasan yang telah lama ia tunggu. Pesan itu membuatnya tersenyum lebar. Produser musik tersebut, Mas Bayu, sangat tertarik dengan lagu-lagu yang Nadif kirimkan dan ingin bertemu langsung di studionya yang berada di daerah Jogja Kota.

Pada hari yang telah ditentukan, Nadif tiba di studio musik tersebut dengan perasaan campur aduk antara gugup dan antusias. Studio itu tampak modern, dengan pintu kaca besar dan logo studio yang terpampang di depannya. Setelah mengatur napas, ia melangkah masuk.

Seorang pria paruh baya dengan rambut agak panjang dan kacamata bulat menyambutnya.

“Kamu Nadif, ya? Masuk, masuk! Gue Mas Bayu,” sapa pria itu dengan ramah sambil menjabat tangan Nadif erat.

“Iya, Mas. Saya Nadif. Makasih udah kasih kesempatan buat ketemu langsung,” balas Nadif sambil tersenyum.

“Gue yang harusnya makasih. Lagu-lagu yang lo kirim itu… gokil sih. Jujur, gue excited banget waktu pertama kali denger,” ucap Mas Bayu sambil mengarahkan Nadif ke sebuah ruangan yang dipenuhi dengan peralatan rekaman.

“Serius, Mas? Saya malah nggak nyangka bisa dapet respon secepat ini,” kata Nadif, mencoba meredam rasa gugupnya.

“Gue nggak main-main, Nadif. Lo punya bakat besar, apalagi di usia lo yang masih muda. Lirik dan aransemen yang lo bikin tuh ngena banget. Gue bisa bayangin lagu-lagu itu jadi hits kalau diproduksi dengan serius,” ujar Mas Bayu dengan nada penuh semangat.

Mereka duduk di sofa empuk di sudut ruangan. Mas Bayu langsung menghidupkan perangkat rekaman dan memutar lagu-lagu yang Nadif kirimkan.

“Denger deh, ini bagian chorus-nya kuat banget. Gue suka gimana lo mainin dinamika di sini,” katanya sambil mengangguk-angguk mengikuti irama lagu.

“Lo udah mikirin siapa yang bakal nyanyi lagu-lagu ini, atau lo mau jadi penyanyi utamanya?”

Nadif tersenyum sedikit canggung.

“Sebenernya, saya juga pengen nyoba nyanyi sendiri, Mas. Tapi kalau ada penyanyi lain yang lebih cocok, saya juga nggak masalah.”

"Gue pengen denger suara lo sendiri, Nadif. Dari rekamannya, gue bisa bilang lo punya sesuatu yang spesial. Tapi denger langsung itu beda lagi."

Nadif mengangguk, meskipun hatinya masih berdebar kencang. Dia merasa gugup, tapi juga bersemangat. Ini kesempatan langka, dan dia tidak ingin menyia-nyiakannya.

Mas Bayu mengatur mikrofon dan mempersilakan Nadif berdiri di depan alat rekaman.

“Tenang aja, anggap aja ini latihan. Gue cuma pengen tau gimana lo bawa lagu ini dengan suara lo sendiri,” ucap Mas Bayu dengan senyum yang menenangkan.

Nadif menghela napas dalam-dalam sebelum mulai bernyanyi. Suaranya mengisi ruangan dengan nada yang lembut namun penuh emosi. Setiap lirik yang keluar dari mulutnya terasa hidup, menyatu dengan musik yang mengalun di latar belakang.

Mas Bayu yang awalnya duduk di kursi kontrol, mulai menatap Nadif dengan tatapan yang semakin serius. Setiap nada yang Nadif nyanyikan membuatnya semakin terkesima.

Suara Nadif bukan hanya indah, tapi juga penuh karakter, memiliki warna yang jarang ditemukan. Setiap getaran, setiap tarikan napas, semuanya terasa begitu otentik dan menyentuh.

Ketika Nadif menyelesaikan lagu, ruangan hening sejenak. Mas Bayu berdiri dari kursinya, bertepuk tangan pelan sebelum berbicara.

“Nadif, gue jujur nggak nyangka. Suara lo… luar, men. Lo nggak cuma bisa nulis lagu, tapi lo juga punya bakat nyanyi yang luar biasa.”

Nadif tersenyum, mencoba menutupi rasa lega dan bahagia yang membanjiri dirinya.

“Makasih, Mas. Saya sendiri nggak pernah yakin bisa nyanyi dengan baik.”

“Jangan merendah, bro. Gue udah denger banyak penyanyi, tapi lo punya sesuatu yang beda. Suara lo tuh punya karakter kuat yang bisa bikin orang langsung ngeh. Gue yakin, kalau lo mau, kita bisa bikin lo jadi penyanyi yang besar,” kata Mas Bayu dengan nada serius.

Nadif masih tercengang dengan pujian itu.

“Serius, Mas?”

“Serius banget. Lo tau kan, nggak semua penyanyi punya suara yang berkarakter kayak lo. Ini tuh modal yang berharga. Gue mau kita kerjain proyek ini sama-sama. Kita bisa mulai dengan single yang lo nyanyiin tadi, terus kita lihat gimana responnya.”

Hati Nadif semakin berdebar. Ia tak pernah membayangkan akan mendapat kesempatan seperti ini. Di satu sisi, ia merasa sangat antusias, namun di sisi lain, ada perasaan bersalah yang kembali menghantui. Ini adalah lagu yang diingatnya dari kehidupan sebelumnya—lagu yang belum ada di tahun ini, tapi sangat terkenal di masa depan.

Namun, pikiran egoisnya kembali menenangkan rasa bersalah itu. “Ah, nggak apa-apa. Ini lagu belum ada yang ciptain kok di 2012,” bisiknya dalam hati, mencoba meyakinkan diri.

Mas Bayu memandang Nadif dengan tatapan penuh harapan.

“Gue yakin, Nadif. Lo bisa jadi sesuatu yang besar. Apa lo siap buat jalanin ini?”

Nadif mengangguk mantap. “Saya siap, Mas. Kita jalanin ini.”

Dengan semangat baru, Nadif dan Mas Bayu mulai merencanakan langkah-langkah selanjutnya. Mereka membahas konsep video klip, strategi promosi, dan berbagai hal lainnya yang akan membantu lagu ini meraih kesuksesan.

Ketika Nadif keluar dari studio hari itu, ia tahu ini adalah awal dari sesuatu yang besar. Bukan hanya karena potensi lagu-lagunya, tapi juga karena kesempatannya untuk membuktikan pada dirinya sendiri bahwa dia bisa mengubah nasibnya, menjadi lebih dari sekadar mahasiswa biasa.

Dalam hatinya, dia bertekad untuk tidak hanya menandingi Kevin dalam hal materi, tetapi juga untuk menjadi seseorang yang sukses dan berpengaruh. Langkah ini adalah awal dari rencana besar Nadif untuk menjadi seorang crazy rich!

Episodes
1 Nadif - Bab 1: Sad Life (Prolog)
2 Nadif - Bab 2: Time Travel
3 Nadif - Bab 3: First Step
4 Nadif - Bab 4: Vonzy
5 Nadif - Bab 5: How to be a Crazy Rich?
6 Nadif - Bab 6: Flashback
7 Nadif - Bab 7: Mas Arif
8 Nadif - Bab 8: Bad News
9 Nadif - Bab 9: Rising Star
10 Nadif - Bab 10: Kilau Popularitas
11 Nadif - Bab 11: Nadif di Culik!
12 Nadif - Bab 12: Cowok Itu di Jaga, Jangan di Rusak!
13 Nadif - Bab 13: Jessy
14 Nadif - Bab 14: Akhirnya Jadian
15 Nadif - Bab 15: Takdir yang Tak Bisa di Ubah
16 Nadif - Bab 16: Background Jessy
17 Nadif - Bab 17: Manager Baru
18 Nadif - Bab 18: Antara Kuliah dan Karir
19 Nadif - Bab 19: Meet Up!
20 Nadif - Bab 20: Perkelahian
21 Nadif - Bab 21: Jakarta, I'm Coming Back!
22 Nadif - Bab 22: Rumah Jessy
23 Nadif - Bab 23: Langit ke-Tujuh
24 Pengumuman Author.
25 Nadif - Bab 24: Black Card
26 Nadif - Bab 25: Stressed Out
27 Nadif - Bab 26: Shining Beyond on the Stage!
28 Nadif - Bab 27: Nadif on the Stage
29 Nadif - Bab 28: POV Jessy
30 Nadif - Bab 29: Future or Past?
31 Nadif - Bab 30: Jackpot Akhir Tahun
32 Nadif - Bab 31: Start Up
33 Nadif - Bab 32: Persiapan Launching
34 Nadif - Bab 33: Launching Day, Part 1
35 Nadif - Bab 34: Launching Day, Part 2
36 Nadif - Bab 35: Hadiah dari Jessy
37 Nadif - Bab 36: Kencan Bioskop
38 Nadif - Bab 37: Malam Yang Indah
39 Nadif - Bab 38: Happy Birthday Jessy
40 Nadif - Bab 39: Porsche dan Hati yang Hancur
41 Nadif - Bab 40: B*she VVIP Club
42 Nadif - Bab 41: Be a Zhang Yimin
43 Nadif - Bab 43: TokTok on Progress
44 Nadif - Bab 44: TokTok for The World
45 Nadif - Bab 45: Be a Real Crazy Rich
46 Nadif - Bab 46: Go International
47 Nadif - Bab 47: Cum Laude
48 Nadif - Bab 48: Kosong
49 Nadif - Bab 49: Pevita
50 Nadif - Bab 50: Itu Aku
51 Nadif - Bab 52: Paparazzi
52 Nadif - Bab 53: Di Kantor
53 Nadif - Bab 54: Jakarta from the Sky
54 Nadif - Bab 55: Virgin
55 Nadif - Bab 56: Deja vu
56 Nadif - Bab 57: Merindukan Jogja
57 Nadif - Bab 58: Berangkat ke Jogja
58 Nadif - Bab 59: Nia?
59 Nadif - Bab 60: Past, Now and Future
60 Nadif - Bab 61: Balik ke Jakarta
61 Nadif - Bab 62: Night Lights
62 Pengumuman
Episodes

Updated 62 Episodes

1
Nadif - Bab 1: Sad Life (Prolog)
2
Nadif - Bab 2: Time Travel
3
Nadif - Bab 3: First Step
4
Nadif - Bab 4: Vonzy
5
Nadif - Bab 5: How to be a Crazy Rich?
6
Nadif - Bab 6: Flashback
7
Nadif - Bab 7: Mas Arif
8
Nadif - Bab 8: Bad News
9
Nadif - Bab 9: Rising Star
10
Nadif - Bab 10: Kilau Popularitas
11
Nadif - Bab 11: Nadif di Culik!
12
Nadif - Bab 12: Cowok Itu di Jaga, Jangan di Rusak!
13
Nadif - Bab 13: Jessy
14
Nadif - Bab 14: Akhirnya Jadian
15
Nadif - Bab 15: Takdir yang Tak Bisa di Ubah
16
Nadif - Bab 16: Background Jessy
17
Nadif - Bab 17: Manager Baru
18
Nadif - Bab 18: Antara Kuliah dan Karir
19
Nadif - Bab 19: Meet Up!
20
Nadif - Bab 20: Perkelahian
21
Nadif - Bab 21: Jakarta, I'm Coming Back!
22
Nadif - Bab 22: Rumah Jessy
23
Nadif - Bab 23: Langit ke-Tujuh
24
Pengumuman Author.
25
Nadif - Bab 24: Black Card
26
Nadif - Bab 25: Stressed Out
27
Nadif - Bab 26: Shining Beyond on the Stage!
28
Nadif - Bab 27: Nadif on the Stage
29
Nadif - Bab 28: POV Jessy
30
Nadif - Bab 29: Future or Past?
31
Nadif - Bab 30: Jackpot Akhir Tahun
32
Nadif - Bab 31: Start Up
33
Nadif - Bab 32: Persiapan Launching
34
Nadif - Bab 33: Launching Day, Part 1
35
Nadif - Bab 34: Launching Day, Part 2
36
Nadif - Bab 35: Hadiah dari Jessy
37
Nadif - Bab 36: Kencan Bioskop
38
Nadif - Bab 37: Malam Yang Indah
39
Nadif - Bab 38: Happy Birthday Jessy
40
Nadif - Bab 39: Porsche dan Hati yang Hancur
41
Nadif - Bab 40: B*she VVIP Club
42
Nadif - Bab 41: Be a Zhang Yimin
43
Nadif - Bab 43: TokTok on Progress
44
Nadif - Bab 44: TokTok for The World
45
Nadif - Bab 45: Be a Real Crazy Rich
46
Nadif - Bab 46: Go International
47
Nadif - Bab 47: Cum Laude
48
Nadif - Bab 48: Kosong
49
Nadif - Bab 49: Pevita
50
Nadif - Bab 50: Itu Aku
51
Nadif - Bab 52: Paparazzi
52
Nadif - Bab 53: Di Kantor
53
Nadif - Bab 54: Jakarta from the Sky
54
Nadif - Bab 55: Virgin
55
Nadif - Bab 56: Deja vu
56
Nadif - Bab 57: Merindukan Jogja
57
Nadif - Bab 58: Berangkat ke Jogja
58
Nadif - Bab 59: Nia?
59
Nadif - Bab 60: Past, Now and Future
60
Nadif - Bab 61: Balik ke Jakarta
61
Nadif - Bab 62: Night Lights
62
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!