Nadif - Bab 4: Vonzy

Pagi itu, hari pertama ospek fakultas, Nadif tiba lebih awal dari sebagian besar mahasiswa baru. Suasana pagi itu penuh dengan wajah-wajah penuh semangat, namun di antara semua orang, hanya satu yang benar-benar menarik perhatiannya—Vonzy.

Dia tidak bisa menahan senyum kecil saat mengingat masa lalu, ketika dirinya hanya berani memandang dari jauh tanpa pernah benar-benar berani mendekat. Tetapi kali ini, Nadif bertekad untuk mengambil langkah berbeda.

“Nadif, lo kok senyum-senyum sendiri?” tanya Ryo, yang tiba-tiba muncul di sampingnya.

“Hah? Nggak, nggak apa-apa,” jawab Nadif dengan cepat, sedikit terkejut.

Dia tidak ingin teman barunya tahu apa yang ada di pikirannya.

Ryo mengangguk pelan. “Oh yaudah. Eh, lo tau nggak, katanya seniornya galak-galak. Lo udah siap mental?”

Nadif mengangguk sambil melirik ke arah Vonzy, yang baru saja masuk ke lapangan ospek.

“Iya, gue siap kok. Lo sendiri gimana?”

“Ah, gue mah santai aja. Lagian cuma disuruh ngikutin peraturan aja kan,” jawab Ryo dengan nada yang setengah cuek.

Beberapa menit kemudian, acara ospek dimulai. Senior-senior berdiri di depan, memperkenalkan diri, sambil mengatur para mahasiswa baru untuk berbaris dengan rapi. Nadif terus mencari posisi yang memungkinkan dia berada dekat dengan Vonzy, tapi dengan cara yang tidak terlalu mencolok.

Saat itu, salah satu senior memperhatikan bahwa Vonzy asik bicara sendiri dengan sebelahnya, tak memperhatikan instruksi. Senior tersebut langsung memanggilnya maju ke depan.

“Kamu, yang asik sendiri. Maju ke depan!” perintah sang senior dengan nada tegas. Vonzy tampak sedikit terkejut, namun dia tetap berjalan maju.

“Nama kamu siapa?” tanya senior itu dengan nada yang lebih dingin.

“Vo...vonzy, Kak,” jawabnya dengan sedikit gugup.

Senior itu mengerutkan kening, tampak tidak puas. “Kamu tahu nggak, aku paling nggak suka kalau ada yang nggak fokus! Sebagai hukuman, nyanyi di depan sini!”

Nadif mengingat momen ini dari kehidupan sebelumnya—Vonzy pernah dihukum menyanyi bersama seorang cowok. Kali ini, Nadif tidak ingin melewatkan kesempatan itu. Dengan cepat, dia memutuskan untuk pura-pura terlambat kembali ke barisan setelah berpura-pura memeriksa ponsel di belakang.

Salah satu senior lain segera menyadarinya.

“Hei, kamu! Kok malah santai di belakang?!”

Nadif mengangkat tangan, berpura-pura kaget.

“Maaf, Kak. Tadi ke toilet sebentar, nggak lihat jam.”

Senior itu melirik Nadif dengan tatapan menilai, lalu tersenyum sinis.

“Oke, karena kamu telat, maju ke depan bareng Vonzy. Nyanyi juga!”

Nadif berusaha menahan senyum kemenangan. Melangkah maju, dia berdiri di samping Vonzy yang tampak kaget tapi tersenyum malu-malu.

Nadif melirik ke sudut panggung, melihat sebuah gitar tergeletak di dekat panitia ospek. Sebelum mulai bernyanyi, dia berjalan ke arah gitar itu, mengambilnya, dan kemudian berjalan kembali ke tengah panggung.

Menatap para peserta ospek, Nadif menghela napas ringan sebelum mulai memetik senar gitar.

Suara nyanyiannya mulai mengisi udara, mengalun lembut dan merdu. Nadif menyanyikan sebuah lagu epik tentang cinta pada pandangan pertama, lagu hits yang akan menjadi sangat populer di tahun 2024, namun belum pernah ada di tahun 2012.

Liriknya penuh perasaan, nadanya menyentuh, dan suaranya yang merdu memukau semua orang yang mendengarnya. Peserta ospek, terutama para cewek, terpesona oleh penampilannya.

Setelah lagu berakhir, suasana menjadi sunyi sejenak sebelum tepuk tangan riuh membahana. Semua orang terkesima, termasuk para senior. Mereka tidak tahu lagu apa yang baru saja dinyanyikan Nadif, namun mereka tahu bahwa itu adalah sesuatu yang luar biasa.

“Lagu yang tadi… Keren banget,” ucap Vonzy dengan suara yang sedikit bergetar antara terkejut dan kagum.

Nadif tersenyum. “Makasih. Aku improvisasi sedikit. Sebenarnya lagu ini belum pernah dirilis, jadi kamu nggak akan nemu di mana-mana.”

Vonzy menatapnya dengan heran. “Serius? Pantes aku nggak pernah dengar. Tapi liriknya, nadanya… semua kayak benar-benar kena di hati.”

Nadif hanya mengangguk pelan, senang bisa membuat Vonzy terkesan. Mereka mulai berjalan kembali ke barisan bersama, tetapi Nadif merasa ini adalah momen yang tepat untuk membuka komunikasi lebih lanjut.

“Ngomong-ngomong, kalau kamu mau dengar lagu itu lagi, aku bisa kirim nanti. Kamu punya ID Line, kan?” Nadif mencoba bersikap santai, meskipun dalam hati, dia merasa cukup gugup.

Vonzy tertawa kecil.

“Punya dong! Nih, aku kasih ID Line aku,” jawabnya sambil mengeluarkan ponsel dan memberikan ID Line-nya kepada Nadif. Dia dengan cepat mencatat ID-nya, lalu memberikan ID Line miliknya sebagai gantinya.

“Aku tunggu kirimannya ya,” kata Vonzy sambil tersenyum, lebih santai dari sebelumnya.

“Pasti,” jawab Nadif dengan senyuman hangat.

Mereka kembali ke barisan dan melanjutkan serangkaian sesi ospek fakultas dengan semangat yang baru.

Meskipun ospek tetap melelahkan dan menantang, pikiran Nadif terus melayang ke pertemuannya dengan Vonzy. Dia merasa telah mengambil langkah besar, lebih dari apa yang pernah dia lakukan di kehidupan sebelumnya.

Setelah sesi ospek fakultas berakhir, para mahasiswa baru mulai beranjak pulang ke tempat tinggal masing-masing.

Nadif dan Vonzy berjalan beriringan menuju gerbang keluar, berbicara tentang berbagai hal ringan, dari topik ospek hingga hobi mereka. Suasana di antara mereka terasa nyaman, seolah-olah mereka sudah saling kenal sejak lama.

“Dif, kamu dari mana asalnya?” tanya Vonzy dengan penasaran.

“Purwokerto. Kamu sendiri?” jawab Nadif dengan senyum ramah.

“Balikpapan. Jauh ya dari sini,” jawab Vonzy dengan senyum manis.

“Wah, jauh juga ya. Pasti beda banget dong antara Balikpapan sama Jogja?” Nadif menanggapi sambil menatapnya dengan tertarik.

Vonzy mengangguk. “Iya, beda banget. Di Balikpapan lebih panas, dan nggak seramai Jogja. Tapi aku suka di sini, kotanya adem, banyak tempat asik buat nongkrong. Kamu udah lama di Jogja?”

“Aku belum ada seminggu disini. Aku lagi adaptasi sama suasana di sini. Tapi udah sering denger cerita seru tentang Jogja, jadi penasaran juga,” jawab Nadif sambil tersenyum hangat.

Vonzy tertawa kecil.

“Aku yakin kamu bakal suka di sini. Jogja itu kota yang bikin kangen. Eh, tadi pas kamu nyanyi, aku benar-benar kagum. Kamu sering tampil ya?”

Nadif tersenyum, mengingat masa-masa jadi vokalis band kampus di kehidupan sebelumnya.

“Ya, bisa dibilang aku sering nyanyi di beberapa kesempatan. Tapi ya, nggak sering juga. Yang penting kan dinikmatin aja.”

Percakapan mereka terus berlanjut, membahas berbagai hal mulai dari hobi, tempat favorit di kampus, hingga harapan-harapan mereka selama kuliah di Jogja.

Semakin lama, semakin terasa bahwa mereka memiliki banyak kesamaan, dan chemistry di antara mereka pun mulai terjalin. Sesampainya di gerbang kampus, Nadif merasa waktu berlalu begitu cepat.

“Nadif, senang bisa ngobrol sama kamu. Sampai ketemu besok, ya?” kata Vonzy dengan senyum tulus.

“Sama-sama. Aku juga senang bisa kenal kamu, Vonzy. Hati-hati di jalan. Sampai ketemu besok,” jawab Nadif dengan semangat.

Mereka berpisah di gerbang, masing-masing menuju tempat tinggal mereka. Nadif kembali ke kontrakan dengan perasaan puas dan penuh harapan. Pertemuan dengan Vonzy telah memberikan semangat baru untuk menjalani hari-hari ke depan.

Di kamarnya yang sederhana, Nadif merenung sebelum tidur. Dia mencoba mengingat momen-momen ospek fakultas di kehidupan sebelumnya, terutama tentang Vonzy, cinta pertamanya.

Dulu, Nadif hanya berani mengagumi dari jauh tanpa pernah mendekat karena Vonzy sudah punya pacar, yang sekarang dia sadari sebagai cowok yang di kehidupan sebelumya, ikut naik bersama Vonzy diatas panggung untuk di hukum menyanyi. Nadif menatap langit-langit kamar, menguatkan tekadnya.

“Kali ini, gue nggak akan diam aja. Gue bakal ambil kesempatan ini, dan nggak akan ulangin kesalahan yang sama,” bisiknya pada diri sendiri.

Dengan tekad yang bulat dan perasaan yang campur aduk antara antusiasme dan sedikit gugup, akhirnya Nadif tertidur, siap menghadapi hari-hari baru di kehidupannya yang kedua ini.

Terpopuler

Comments

Cha Sumuk

Cha Sumuk

bagus sih ceritanya tp tdk suka BC klo ada panggilan lo lo gue gue hehe

2024-10-15

0

NT.RM

NT.RM

Vonzy nanti jd nya sama Nadif ? itu anak nya Nadif ama istrinya gimana, istrinya ni Vonzy ?

2024-08-30

1

lihat semua
Episodes
1 Nadif - Bab 1: Sad Life (Prolog)
2 Nadif - Bab 2: Time Travel
3 Nadif - Bab 3: First Step
4 Nadif - Bab 4: Vonzy
5 Nadif - Bab 5: How to be a Crazy Rich?
6 Nadif - Bab 6: Flashback
7 Nadif - Bab 7: Mas Arif
8 Nadif - Bab 8: Bad News
9 Nadif - Bab 9: Rising Star
10 Nadif - Bab 10: Kilau Popularitas
11 Nadif - Bab 11: Nadif di Culik!
12 Nadif - Bab 12: Cowok Itu di Jaga, Jangan di Rusak!
13 Nadif - Bab 13: Jessy
14 Nadif - Bab 14: Akhirnya Jadian
15 Nadif - Bab 15: Takdir yang Tak Bisa di Ubah
16 Nadif - Bab 16: Background Jessy
17 Nadif - Bab 17: Manager Baru
18 Nadif - Bab 18: Antara Kuliah dan Karir
19 Nadif - Bab 19: Meet Up!
20 Nadif - Bab 20: Perkelahian
21 Nadif - Bab 21: Jakarta, I'm Coming Back!
22 Nadif - Bab 22: Rumah Jessy
23 Nadif - Bab 23: Langit ke-Tujuh
24 Pengumuman Author.
25 Nadif - Bab 24: Black Card
26 Nadif - Bab 25: Stressed Out
27 Nadif - Bab 26: Shining Beyond on the Stage!
28 Nadif - Bab 27: Nadif on the Stage
29 Nadif - Bab 28: POV Jessy
30 Nadif - Bab 29: Future or Past?
31 Nadif - Bab 30: Jackpot Akhir Tahun
32 Nadif - Bab 31: Start Up
33 Nadif - Bab 32: Persiapan Launching
34 Nadif - Bab 33: Launching Day, Part 1
35 Nadif - Bab 34: Launching Day, Part 2
36 Nadif - Bab 35: Hadiah dari Jessy
37 Nadif - Bab 36: Kencan Bioskop
38 Nadif - Bab 37: Malam Yang Indah
39 Nadif - Bab 38: Happy Birthday Jessy
40 Nadif - Bab 39: Porsche dan Hati yang Hancur
41 Nadif - Bab 40: B*she VVIP Club
42 Nadif - Bab 41: Be a Zhang Yimin
43 Nadif - Bab 43: TokTok on Progress
44 Nadif - Bab 44: TokTok for The World
45 Nadif - Bab 45: Be a Real Crazy Rich
46 Nadif - Bab 46: Go International
47 Nadif - Bab 47: Cum Laude
48 Nadif - Bab 48: Kosong
49 Nadif - Bab 49: Pevita
50 Nadif - Bab 50: Itu Aku
51 Nadif - Bab 52: Paparazzi
52 Nadif - Bab 53: Di Kantor
53 Nadif - Bab 54: Jakarta from the Sky
54 Nadif - Bab 55: Virgin
55 Nadif - Bab 56: Deja vu
56 Nadif - Bab 57: Merindukan Jogja
57 Nadif - Bab 58: Berangkat ke Jogja
58 Nadif - Bab 59: Nia?
59 Nadif - Bab 60: Past, Now and Future
60 Nadif - Bab 61: Balik ke Jakarta
61 Nadif - Bab 62: Night Lights
62 Pengumuman
Episodes

Updated 62 Episodes

1
Nadif - Bab 1: Sad Life (Prolog)
2
Nadif - Bab 2: Time Travel
3
Nadif - Bab 3: First Step
4
Nadif - Bab 4: Vonzy
5
Nadif - Bab 5: How to be a Crazy Rich?
6
Nadif - Bab 6: Flashback
7
Nadif - Bab 7: Mas Arif
8
Nadif - Bab 8: Bad News
9
Nadif - Bab 9: Rising Star
10
Nadif - Bab 10: Kilau Popularitas
11
Nadif - Bab 11: Nadif di Culik!
12
Nadif - Bab 12: Cowok Itu di Jaga, Jangan di Rusak!
13
Nadif - Bab 13: Jessy
14
Nadif - Bab 14: Akhirnya Jadian
15
Nadif - Bab 15: Takdir yang Tak Bisa di Ubah
16
Nadif - Bab 16: Background Jessy
17
Nadif - Bab 17: Manager Baru
18
Nadif - Bab 18: Antara Kuliah dan Karir
19
Nadif - Bab 19: Meet Up!
20
Nadif - Bab 20: Perkelahian
21
Nadif - Bab 21: Jakarta, I'm Coming Back!
22
Nadif - Bab 22: Rumah Jessy
23
Nadif - Bab 23: Langit ke-Tujuh
24
Pengumuman Author.
25
Nadif - Bab 24: Black Card
26
Nadif - Bab 25: Stressed Out
27
Nadif - Bab 26: Shining Beyond on the Stage!
28
Nadif - Bab 27: Nadif on the Stage
29
Nadif - Bab 28: POV Jessy
30
Nadif - Bab 29: Future or Past?
31
Nadif - Bab 30: Jackpot Akhir Tahun
32
Nadif - Bab 31: Start Up
33
Nadif - Bab 32: Persiapan Launching
34
Nadif - Bab 33: Launching Day, Part 1
35
Nadif - Bab 34: Launching Day, Part 2
36
Nadif - Bab 35: Hadiah dari Jessy
37
Nadif - Bab 36: Kencan Bioskop
38
Nadif - Bab 37: Malam Yang Indah
39
Nadif - Bab 38: Happy Birthday Jessy
40
Nadif - Bab 39: Porsche dan Hati yang Hancur
41
Nadif - Bab 40: B*she VVIP Club
42
Nadif - Bab 41: Be a Zhang Yimin
43
Nadif - Bab 43: TokTok on Progress
44
Nadif - Bab 44: TokTok for The World
45
Nadif - Bab 45: Be a Real Crazy Rich
46
Nadif - Bab 46: Go International
47
Nadif - Bab 47: Cum Laude
48
Nadif - Bab 48: Kosong
49
Nadif - Bab 49: Pevita
50
Nadif - Bab 50: Itu Aku
51
Nadif - Bab 52: Paparazzi
52
Nadif - Bab 53: Di Kantor
53
Nadif - Bab 54: Jakarta from the Sky
54
Nadif - Bab 55: Virgin
55
Nadif - Bab 56: Deja vu
56
Nadif - Bab 57: Merindukan Jogja
57
Nadif - Bab 58: Berangkat ke Jogja
58
Nadif - Bab 59: Nia?
59
Nadif - Bab 60: Past, Now and Future
60
Nadif - Bab 61: Balik ke Jakarta
61
Nadif - Bab 62: Night Lights
62
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!